Kasta - Perpisahan

1.3K 367 93
                                    

"Rendy, gue kangen."

Gue memegang dada kiri, berusaha ngatur napas. Detak jantung gue menggedor-gedor, kayak ada gempa di sana. Tenang, Tolol. Tenang. Kata gue pada diri sendiri.

Gue mencoba ngatur napas. Walaupun kepala gue bedenyut dan dada gue terus berdetak, gue ingetin diri sendiri untuk tetap sadar. Karena kalau nggak, gue bisa mati lebih cepat. Entah karena jatuh, atau ketahuan sama si taik.

Parah, ambyar banget anjing! Kenapa hal ini harus gue denger? Gue cuma mau nanya sesuatu ke Yuggi. Tujuannya juga bukan kamar ini. Gue datang tanpa persiapan. Tolol banget.

Tangan gue masih gemetar. Rasanya gue pengin buka jendela di atas kepala terus gue serang si taik ini satsetsatset, tanpa fafifu wasweswos.

Gue ngejambak rambut frustrasi. Dada gue ternyata lebih sakit. Gue ngerasa sesak. Kayak lagi ditenggelamin. Napas gue kembali nggak teratur. Anjing babi bangsat. Kenapa semua ini harus terjadi?

Bangsat si Yuggi! Penipu bejad! Pembunuh tolol! Adik sama Kakak sama-sama sampah! Awas saja gue habisin dia hari ini juga!

Gue ngambil hape dari saku. Gue masukin kode bertuliskan tanggal penting untuk buka isinya, lalu gue buka aplikasi chat. Gue ketik seperangkat kalimat ke nomor yang paling gue inget.

"Masih saja berlagak sok Spiderman."

Gue meneguk ludah. Mampus!

Yuggi berdiri di depan gue. Matanya kosong, ada jejak air di pelupuk. Kaosnya juga terkena titik-titik air. Jadi dia benar-benar nangis tadi? Nangis kejer yang bikin gue terdistrak pas gue mau ke balkon sebelah.

"Siniin hapenya."

Gue mendongak pelan-pelan. Berusaha kelihatan tenang padahal dada gue bertalu heboh.

"Jangan sampai ini yang bicara, Kas."

Yuggi mengancam dengan suara dingin. Hawanya mendadak terasa beku. Baiklah, gue nggak bisa macam-macam. Salah sedikit pistol di tangannya bisa darr derr dorr.

Dia minta hape di tangan gue, terpaksa gue turuti.

Dia kemudian baca apa yang sudah gue ketik. Dengan posisi pistol masih teracung, dia ngehapus pesan itu. Setelah itu dia natap gue tanpa ekspresi.

Mampus, meninggal nih bentar lagi.

"Masuk."

Gue nengok ke sekeliling, termasuk ke bawah. Mana tahu nemu celah. Angin dingin berembus lagi. Anak rambut gue terbuai. Untuk suatu alasan, gue merasa sudah nggak aman lagi.

Tapi baiklah.

Gue naik ke jendela, masuk ke ruangan yang dia minta. Bulu kuduk gue meremang. Untuk kedua kali gue nelen ludah. Ada foto Rendy di dinding.

"Nggak perlu gue jelasin lagi, kan?" kata Yuggi dengan suara tenang.

"Bahwa lu adalah dalang semua ini?"

Dia ngelap pistol di tangan. Oke, sekarang ketiga kali gue nelen ludah.

"Kas, sehina itukah remaja yang nyeritain mimpi basahnya?" Dia bertanya. "Kalau saja lo maafin dia, ini nggak akan terjadi begitu jauh."

Dia nyakuin hape gue, kemudian ngebanting sebuah buku ke lantai. Nyuruh gue mungut dan baca sampai akhir.

Gue tertegun. Tohokan dahsyat mencekik gue. Kayak ada godam yang menumbuk-numbuk dada.

Gue nggak pernah tahu Rendy sehancur itu. Waktu itu gue pikir dia pantas terima ploncoan dan bully-an anak-anak. Karena mulutnya memamg sampah. Karena dia berani-beraninya mimpiin cewek yang gue taksir.

They Did ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang