#4 Bunda, dan pelukan hangat Radiva

39 4 0
                                    

Radiv menuangkan hampir setengah plastik gula pasir yang ia beli pada air tehnya. Tanpa ia sadari, seorang perempuan paruh baya memperhatikan gelagat Radiva dari kejauhan, itu Bunda Wenda.

"Radiva Jovin!!" Panggil Bunda, dengan raut wajah yang tampak kesal.

"Ehh siangg bundaa, bunda ko udah pulang lagi? Butiknya ditutup apa gimana? Tanya Radiv tanpa merasa bersalah.

"Buangggg!!" Bunda merebut gelas berwarna biru dengan karakter kuda nil putih itu dari genggaman Radiva.

"Bundaaaaa, kenapa dibuanggg?" Tanya Radiva tampak kecewa melihat es teh manis kesukaannya dibuang begitu saja oleh Bunda.

"Radivaaa Jovinn, anak bundaa.... Kamu lupa?" Tanya Bunda tiba-tiba.

Radiva terdiam, memikirnya apa yang dimaksudkan Bunda padanya. "Lupa?"

"Bunda... Maaf... Radiva lupa lagi...." Tuturnya merasa bersalah.

"Radiva, jawab jujur pertanyaan Bunda. Jangann bilang kamu suka lupa kaya gini? Kamu nggak sengaja kan?" Tegas Bunda pada Radiva.

"Bundaa, maaf... Iyaa, Radiv lupa... Maaf..." Radiva menunduk, takut untuk menantap Bunda.

"Radiva, Bunda mohon ya sayang, jangan kaya gini, bahaya, Nak. Ditambah lagi kamu jarang pergi ke sana." Tutur Bunda tampak kecewa.

"Bunda, Radiv minta maaf ya. Radiv janji gak akan ngulangin kesalahan yang sama lagi. Janjiiii!!" Radiva mengacungkan jari kelingkingnya pada Bunda.

"Janji yaa? Kalo ingkar, Bunda marah sama kamu."

"Janjii Bundaa janjiii hehehe."

Radiva memeluk Bunda erat, "Bunda, makasih banyak ya."

"Sama-sama, sayang."

Dari kejauhan, Radeya melihat Bunda dan adik kembarnya tengah berpelukan. "Ada apaan ini? Peluk pelukan di dapur?" Tanya Radeya penasaran, berjalan menghampiri Radiva dan Bunda.

"Apaan sih Kak Radey, kepo banget."

"Bunda? Gak akan ngasih tau Deya?"

"Gak ada apa-apa sayang, gak tau ini barusan Bunda dateng tiba-tiba adik kamu minta peluk," dalih Bunda menutupi kejadian yang sebenarnya terjadi.

"Bunda, maaf. Gara-gara Radiv, Bunda harus bohong ke Kak Radey," batin Radiva benar-benar merasa bersalah.

"Div, main PS, yuk?" Ajak Radey mendadak.

"Gamau." Kata tersebut menjadi salah satu kata penolakan yang biasa Radiva lontarkan kepada kembarannya.

Ide brilian tiba-tiba muncul dalam pikiran Radeya, dirinya melangkah maju ke arah Radiv, mendekat lalu berbisik, "Kalo lo gak mau, gue bakal ceritain soal kejadian seminggu yang lalu ke Bunda," jelas Radeya tampak mengancam adik kembarnya.

Radiva terdiam mematung, entah apa yang ada di pikiran Kakak kembarnya. Bisa-bisanya memberikan ancaman seperti itu padanya.

Raut wajah Radiva terlihat kecewa, padahal niat Radey hanya sekedar bercanda. Radiv memilih kembali ke kamar meninggalkan Bunda juga Radeya. "Jahat bangettt." Gumam Radiv kesal.

"Radeyaaaa, bicara apa barusan ke adek kamu?" Tanya Bunda langsung mengerutkan dahinya.

Radeya tertawa kecil, "Hhehehee, bercanda aja, Bun. Nanti Deya ke kamarnya. Sekarang mau ambil minum dulu."

"Radiv apaan banget, apa-apa dibawa serius. Itu juga, ngapain dia tiba-tiba peluk Bunda? Mana tadi gue liat matanya berkaca-kaca, abis curhat apaan lo Div sama Bunda? Cewek lo ilang? Emang lo punya?" Gumam Radeya penasaran sembari berjalan ke arah lemari es untuk mengambil satu botol minuman rasa jeruk kesukaannya. 

***

Radeya berjalan ke arah kamar milik kembarannya, berhenti tepat di depan pintu kamar dengan satu dekorasi karakter kuda nil berwarna putih yang menggantung tepat di tengah-tengah pintu kamar Radiva. "Radivvvvv. Gue boleh masuk nggak?" Tanya Radeya dari balik pintu kamar Radiva.

"Gak. Pergi sanaa huhhhhh, Kakak ngeselinnnnn," jawabnya kesal.

"Gue bercanda anjirr. Mana mungkin gue bilang ke Bunda," ungkap Radey mencoba menyelesaikan kesalahpahamannya.

"Bohong,"

"Sumpah anjir. Ngapain gue bohong sama lo?"

"Pokonya Radiv gak percayaaaaaaa, sanaaa pergiiii. Radiv marahhhhhh sama Kakakkkk!!!" Teriak Radiva dari dalam Kamarnya.

"Asli Jovin, gue nggak bilang apapun ke Bunda. Yaudah, sebagai permintaan maaf gue. Lo boleh peluk gue 5 menit." Radeya tanpa pikir panjang memberikan golden ticketnya untuk Radiva.

Dari dalam kamar, Radiva tersenyum lebar mendengar apa yang baru saja diucapkan Radeya. Kesempatan besar bagi Radiv untuk memeluk Kakak kembarnya. Karena memeluk Radeya adalah salah satu list penting keinginan Radiva yang sangat sulit sekali untuk terwujud. Mengingat, Radeya adalah seorang yang terbilang gengsian, ia enggan untuk melakukan kontak fisik berlebihan dengan siapapun, termasuk Radiva. Sekedar menggandeng sembari menyenderkan kepala pada bahu saja, tangan Radiv langsung ditepis, dan kepalanya langsung dijauhkan dari bahu Radeya.

"BENERANNN ENGGAKKKKKK? BOHONG YA??! " Tanya Radiva berteriak.

"Aduhh sebenernya gue males anjir, tapi gimana lagi. Cuma dengan cara ini gue bisa buat Radiv maafin gue," gumam Radeya terpaksa sembari mengacak-acak rambutnya.

"YA BENER LAH, GUE MASUK YA NIH!!" Radeya meminta izin.

"YAUDAH SINI MASUKKK." Sahut Radiva dengan antusias.

Baru saja Radeya membuka pintu, Radiva muncul dari balik pintu kamarnya. "HALOOOOO!!" Sapa Radiva dengan raut wajah gemasnya sembari memiringkan kepala.

"Udah gue dugaaa," batin Radeya pasrah

Tanpa basa basi, Radiva memeluk erat Kakak kembarnya. Ia benar-benar memeluk erat Radeya. "Makasihh ya, Kak. Udah izinin Radiv peluk Kakak lagi hehehehe," ucapnya semakin mengeratkan pelukan.

"Sama-sama."

"Div, pengen banget ya lo meluk gue?" batin Radeya cukup heran.

Radiva masih memeluk erat Radey, tanpa disadari pelukan Radiva telah melebihi batas waktu yang sudah dijanjikan Radeya sebelumnya. Radeya tidak ingin merusak satu kebahagiaan kecil adik kembarnya. Sehingga ia memberi kesempatan kepada Radiv untuk tetap memeluknya, "Lima menit lagi." Singkat Radeya mengingatkan. "Makasihh," ucap Radiva.

"Padahal Radiv sengaja lama-lamain peluk Kakak. Radiv nunggu Kak Radey bales pelukan Radiv," batin Radiva sedikit kecewa.

"Gue pengen bales pelukan lo, tapi gue malu," suara hati Radeya, mengutarakan gengsinya. 

Semesta dan Dua RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang