BAB 8 (Selamat Dari Kematian)
"Arini, maafin Mas ya. Nanti saat kamu sudah sembuh, Mas akan jelaskan. Sekarang kamu istirahat, ya. Kasihan dedek bayi dalam kandungan kamu."
Aku melirik perutku yang masih datar. Benarkah akan ada kehidupan di dalam sana. Jika benar, aku akan menjadi wanita paling kejam jika melenyapkannya.
"Arini. Ini bubur kacang, dimakan ya. Biar kamu cepat sembuh, bayi dalam kandungan kamu juga sehat." Rida menyerahkan semangkuk bubur kacang untukku. Aku mengangguk, menerima uluran mangkuk darinya.
"Sini aku suapin, Sayang." Dalam sekejap mangkuk itu telah berpindah tangan kepada Mas Arman.
"Ini, Aaa."
"Arini, aku tahu kamu masih syok. Makanlah, nanti kamu makin lemah kalau enggak mau makan." Rida menasihatiku pelan.
"Rida benar Arini. Ayo."
"Aku nggak mau makan, Mas. Aku nggak mau bayi ini hidup."
"Arini ...."
Tring lalala ... tring lalala ....
Handphone Mas Arman berbunyi.
"Halo?"
"Ya, baik baik. Saya segera ke sana."
Mas Arman menatapku. "Arini, kamu makan ya. Kamu makan sama Rida. Mas harus ke kantor, kamu baik-baik di rumah ya." Ia mengecup keningku lembut. Kemudian tubub tegapnya menghilang di balik pintu kamar.
"Rida. Bagaimana Arini?" Ibu mertuaku muncul setelah Mas Arman pergi.
"Dia diam saja tuh, Bu. Nggak mau makan."
"Kenapa nggak mau makan?"
"Katanya ia ingin bayi dalam kandungannya mati, Bu."
"Oh, ya udah. Sini mangkuknya." Ibu menuangkan cairan ke dalam mangkuk.
"Rida, ini adalah obat untuk menggugurkan kandungannya. Sekaligus obat yang akan mengantarnya ke surga. Kamu suapi dia, sampai isi dari mangkuk ini habis."
"Siap, Ibu."
"Apa yang kalian lakukan!" Aku mulai gentar, satu suapan bubur sudah masuk ke dalam mulutku. Belum juga aku telan, Rida sudah menyusulkan suapan kedua.
"Makan ini Arini! Makan. Kamu ingin bayimu mati, kan? Kalau begitu makan ini, aku juga ingin bayi kamu itu mati, sekalian kami juga mati. Aku sudah nunggu ini dari sekian tahun. Kamu harus merasakan penderitaan yang aku rasakan Arini!"
Tubuhku terlalu lemas untuk melawan. Aku benar-benar tidak berdaya. Mulutku terus ia jejali dengan bubur dalam mangkuk itu. Sepertinya aku akan mati hari ini.
"Hahaha!"
"Hahaha!"
Gelak tawa keluar dari mulut Rida dan Ibu mertuaku. Aku tidak menyangka mereka sanggup membunuh demi hasrat.
Setelah puas menjejali mulutku dengan semangkuk bubur, mereka banting mangkuk bekas bubur itu ke tanah dan meninggalkanku di dalam kamar.
Tok tok tok.
"Mbak Arini ...."
"Mbak, ini aku Sindy. Apa aku boleh masuk?"
Kudengar Sindy berkata dari luar pintu.
Cklek!
"Ya Allah, Mbak. Kamu kenapa? Aku bawa kamu ke rumah sakit ya."
Entah bagaimana cara Sindy membawaku. Tapi kini aku sudah berada di rumah sakit. Aku sempat pingsan, tapi kini aku sudah sadar. Sayup-sayup kudengar suara di luar kamar.
"Bagaimana bisa ini terjadi?" Itu suara Mas Arman.
"Dia berniat bunuh diri, Mas. Arini sengaja menelan obat itu agar bayi dan dirinya mati, Mas. Aku nggak tahu, karena setelah menyuapinya aku kembali ke kamarku."
Rida memfitnahku. Sepertinya Mas Arman juga mempercayainya. Aku harus segera sembuh. Akan aku besarkan bayi dalam kandungan ini, dan membalas perbuatan mereka.
Aku janji, aku akan memperhitungkan semua ini.
***
[Acha, apa kamu ada waktu?"]
Kukirimkan sebuah pesan pada sahabatku di fakultas hukum.
Tuing!
[Kapanpun dear, aku akan selalu ada untukmu.]
[Thankyou. Satu minggu lagi kita bertemu, ya.]
[Siap dear. Aku tunggu kamu di tempat biasa.]
Saat aku sembuh, kalian harus terima balasanku.
***
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Bekas Lipstik
Hombres LoboDelapan tahun pacaran dan tiga tahun menikah. Sebelas tahun sudah aku bersamanya. Ternyata kebersamaan selama itu tidak menjamin dia akan setia. Sedangkan diriku, bodoh sekali tidak mampu mengenalinya. Sepuluh tahu sudah menjadi waktu terbodoh yang...