{Karya ini telah diterbitkan dalam buku The Power of Prayer dari penerbit Sekolah Menulis Indonesia pada Januari 2021 ISBN 978-623-7181-88-0}Teman SD ku ternyata tidak ada yang memasuki SMP yang sama denganku, renung Rya setelah mengetahui bahwa ia adalah satu-satunya yang lolos ke SMP-nya tersebut. Ia merasa bersalah karena tidak mampu membantu teman SD-nya untuk bisa bersama-sama memasuki SMP favorit di daerahnya tersebut. Selang beberapa minggu setelah pengumuman, Rya akhirnya menjalani hari pertama sekolahnya di SMP itu.
Tidak ada yang menarik dari hari pertamanya itu selain ia mendapatkan teman baru dan memutuskan untuk duduk di paling depan dekat meja guru demi menjaga konsentrasi belajarnya tersebut. Beberapa anak laki-laki di kelasnya sangat berisik dan Rya merasa ada yang salah dari lingkungan yang seharusnya damai dan tentram seperti yang ia idam-idamkan dari sekolah favorit. Memang realita tidak seindah ekspektasi.
Hari demi hari berlalu, Rya akhirnya berkenalan dengan beberapa orang lainnya. Rya adalah seorang pemalu yang bahkan tidak berani menyapa orang lain. Sepertinya, teman-teman sekelasnya itu tidak begitu menyukai keberadaannya. Rya merasakan hal tersebut karena berbeda dengan sewaktu SD, Rya selalu disapa dan diajak untuk pergi ke kantin. Namun, kali ini, ia hanya bisa berdiam diri di kelas sambil menikmati bekal makanannya sendirian. Rya berdoa agar ia bisa memiliki seseorang yang mau menjadi temannya.
Tanpa terasa, sebulan telah berlalu. Masa MOS telah berakhir. Rya juga merasa bahwa pikirannya tersebut tidak benar. Ia sekarang memiliki teman baru. Semua terasa baik-baik saja hingga suatu ketika ada seorang anak yang tiba-tiba saja berusaha menjahilinya. Sebut saja anak tersebut Sani. Sani yang dikenal Rya pada awalnya adalah anak yang baik dan selalu membantu temannya. Namun, entah mengapa ia justru bertindak sebaliknya kepada Rya.
Tindakan pertama yang Sani lakukan adalah menyandung kaki Rya ketika Rya sedang dipanggil guru untuk mengambil buku tugasnya. Rya hampir terjatuh saat itu. Untung saja Rya selalu berjalan pelan sehingga tidak mudah tersandung. Sani tersenyum sinis dengan menyunggingkan salah satu sudut bibirnya saat melihat Rya berbalik untuk mengetahui apa yang menyandungnya. Rya mengacuhkannya dan segera berjalan kembali ke tempat duduknya. Rya mendengar Sani berusaha menahan tawanya saat melakukan hal tersebut. Hal itu terjadi beberapa kali, namun Rya terus berusaha mengacuhkannya.
Rya tidak tahu apakah wali kelasnya tersebut sengaja atau tidak dengan mengubah lokasi tempat duduk Rya untuk semeja dengan Sani. Rya bersikap biasa saja dan mengucapkan selamat tinggal pada teman semejanya sebelumnya itu. Tak lama kemudian, Sani datang dan menatap Rya dengan pandangan kesal. Rya hanya diam saja dan lagi-lagi berusaha mengacuhkannya.
Hingga kemudian, Sani mulai berbicara, “Kenapa sih kok gue harus sebangku sama lo!”
Rya tidak menjawabnya dan segera menyibukkan diri dengan buku pelajarannya. Sani membanting bukunya ke meja dan merutuki nasibnya dengan kata-kata kasar.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Rya sudah semakin terbiasa dengan kata-kata kasar dan tindakan yang seenaknya dari Sani. Rya hanya menghembuskan napas ketika merasa lelah mendengar ocehan yang Sani ucapkan untuk dirinya sendiri. Rya tidak berani menegur atau memarahi Sani secara langsung atas perbuatannya itu. Rya hanya berdoa saja agar Sani segera disadarkan oleh Tuhan.
Masa-masa ujian telah tiba. Minggu itu ada ulangan matematika dengan materi aljabar. Sebelumnya, Rya sempat tidak hadir beberapa hari karena sakit. Walaupun demikian, Rya berusaha untuk mengejar ketertinggalannya dengan belajar mandiri. Ia berdoa agar ia mendapatkan hasil terbaik untuk ujiannya nanti.
Beberapa hari setelah ujian, hasil penilaiannya pun dibagikan kepada murid sekelas. Guru mengumumkan siapa peraih nilai tertinggi pada ujian kali itu.
“Selamat kepada Rya Renita yang mendapatkan nilai terbaik dan satu-satunya siswa yang tidak remedial pada ujian matematika,” ucap guru itu sambil memberikan lembar hasil ujian kepada Rya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back in Time
Non-FictionKumpulan karya fiksi dan non-fiksi yang pernah ditulis bertahun-tahun sebelumnya untuk dilombakan atau diterbitkan. Ada yang menang dan ada yang kalah, namun tak apa karena semua akan menjadi sejarah yang ditulis dalam media yang tak akan hilang dim...