1. I just know her name

600 68 12
                                    

"Jennie!" Teriakan yang menggema dari lantai atas langsung menarik perhatianku. Dengan cepat, aku menghentikan segala aktivitas di dapur, meninggalkan panci yang masih panas di atas kompor, dan berlari menuju tangga. Jantungku berdetak kencang, firasat buruk menghantui pikiranku.

Saat pintu kamarnya terbuka, aku membeku. Kamar yang biasanya tertata rapi kini tampak kacau balau. Bantal-bantal berantakan di lantai, selimut tergulung tak karuan, dan dia, Lisa, duduk di tepi tempat tidur dengan wajah pucat pasi, tubuhnya gemetar.

"Kau di mana!" Suaranya penuh kemarahan dan frustrasi. Matanya yang biasanya tenang kini dipenuhi kepanikan. "Sial, aku sudah bilang kau tidak perlu memasak!" Bentakannya menusuk, membuat dadaku terasa sesak.

Aku berdiri di ambang pintu, kaget dan bingung, namun segera tersadar dari keterkejutan itu saat Lisa kembali berbicara, kali ini suaranya lebih rendah, hampir bergetar. "Carikan obatku, cepat!" Tangannya menggenggam erat sisi tempat tidur, kuku-kukunya memutih karena tekanan.

Dengan panik, aku berlari menuju laci meja, tempat di mana obat-obatnya biasa kusimpan. Jari-jariku gemetar saat membuka laci, dan saat melihatnya kosong, rasa takut menyelimutiku. "Di mana obatnya? Ah, sial!" Aku lupa, obatnya sudah habis beberapa jam yang lalu.

Mata Lisa yang merah dan berair menatapku dengan tajam, penuh rasa sakit dan putus asa. "Cepat, Jennie!" Tangisnya mulai pecah, suara isakannya bercampur dengan rintihan kesakitan. Aku bisa merasakan ketakutannya, ketakutan yang sama yang sering kali menyergapku saat melihatnya dalam kondisi seperti ini.

Tubuhnya mulai gemetar lebih hebat, dia memukul kepalanya sendiri dengan tangan yang lemah, mencoba meredakan rasa sakit yang tak tertahankan itu. Tanpa berpikir panjang, aku segera mendekatinya dan menariknya ke dalam pelukanku. "Tenang, Lisa... Aku disini," bisikku lembut, mencoba menenangkannya.

Tanganku mengusap punggungnya dengan lembut, berharap sentuhanku bisa sedikit meredakan penderitaannya. Nafasnya berat, terputus-putus, namun perlahan mulai teratur saat dia mulai tenang dalam pelukanku. Aku bisa merasakan tubuhnya yang basah oleh keringat, namun aku tidak peduli. Yang terpenting sekarang adalah menenangkannya, membuatnya merasa aman.

"Aku akan pergi membeli obatmu sekarang," kataku, mencoba menyembunyikan rasa takut di suaraku. Dia mengangguk pelan, masih memejamkan mata.

"Baiklah, Jennie... Ini pekerjaanmu," aku mengingatkan diriku sendiri, mencoba menanamkan keberanian saat aku perlahan membantunya berbaring kembali di tempat tidur. "Ayo, kita ganti bajumu dulu," bisikku, dengan lembut mengusap rambutnya yang lengket karena keringat.

***

Hai, aku Kim Jennie. Jika dibandingkan dengan Lisa, yang sekarang tertidur di kasurnya dengan keringat mengalir deras, aku merasa diriku tidak ada apa-apanya.

Aku hanyalah seorang gadis miskin tanpa orang tua, hidup merantau tanpa tujuan, sering kelaparan, tinggal di gubuk reyot, terbelit utang, tidak bersekolah, pernah ditipu orang, memiliki pacar yang brengsek dan selingkuh, serta masih banyak kesialan lainnya yang bahkan tak bisa kuceritakan satu per satu. Intinya, hidupku penuh kesulitan.

Hidupku tidak pernah mudah. Setelah Appa jatuh sakit dan meninggal, disusul Eomma beberapa hari kemudian, aku benar-benar sendirian.

Aku tidak punya saudara, kakek nenek pun sudah tiada. Satu-satunya yang peduli padaku adalah seorang tetangga miskin, yang sering kubantu menanam padi. Mereka sempat menampungku selama setahun karena rasa kasihan. Namun, pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi, tidak tega melihat mereka harus berbagi nasi yang sudah sedikit.

Dengan sisa uang yang kudapat dari penjualan rumah tua yang kumuh dan terletak di daerah terpencil, aku memutuskan untuk pergi ke kota.

Saat usiaku 15 tahun, aku mencoba berjualan di pasar untuk bertahan hidup. Uang yang kudapat hanya cukup untuk makan satu hari, dan keesokan harinya aku harus kembali bekerja. Aku merakit manik-manik menjadi gelang, aksesoris sederhana yang kuharap bisa menarik perhatian pembeli.

Attraction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang