Jennie POV
Malam telah datang, dan suasana di apartemen terasa semakin berat. Udara dingin dari pendingin ruangan terasa menusuk kulit, namun ketegangan yang memenuhi ruangan terasa lebih dingin lagi. Aku duduk di sofa, memandang Lisa dan Chaeyoung yang tampak bersitegang di meja makan, masih terlibat dalam perdebatan yang seolah tidak berujung.
Lisa duduk dengan punggung tegak, rahangnya mengeras, menatap Chaeyoung dengan pandangan yang sulit diartikan. Sementara gadis blonde itu, dengan sikap yang lebih santai, bersandar di kursinya sambil mengunyah permen karet, tidak tampak terlalu terpengaruh oleh sikap Lisa yang jelas-jelas tidak senang.
"Serius? Kau tahu aku tidak suka ketika kau tiba-tiba datang tanpa memberitahu dulu!" Lisa menggerutu, suaranya tajam namun terkendali.
Chaeyoung hanya mengangkat bahu, matanya menyipit sedikit sambil tersenyum licik. "Aku ini sahabatmu, Lisa. Aku tidak butuh izin untuk datang, kan? Kita bahkan besar bersama dan mandi telanjang bersama saat masih kecil ingat?"
Aku bisa melihat Lisa menggertakkan giginya, menahan amarah yang sudah hampir mencapai puncaknya. Lisa memang tidak mudah marah, tapi ketika sudah sampai pada titik ini, biasanya tidak ada yang bisa menenangkannya kecuali dia sendiri atau obat-obatan.
"Ini bukan soal izin, apa kau bodoh, huh?" Lisa menyahut, suaranya dingin. "Ini soal kau yang selalu mengganggu kehidupanku! Kau muncul begitu saja, dan bertingkah seolah kau memiliki semua hak di dunia."
Chaeyoung tertawa pelan, nada suaranya ringan, namun aku bisa merasakan sindiran yang terselip di baliknya. "Kehidupanmu? Maksudmu kehidupanmu bersama Jennie?" Ia melirikku sekilas dengan senyuman tipis, seolah berusaha memprovokasi Lisa lebih jauh.
Aku merasa ingin masuk ke tengah-tengah mereka, mencoba menengahi, namun ragu apakah itu akan membantu atau justru memperburuk situasi.
"Apa? jangan pernah kau membawanya masuk keobrolan ini!" lanjut Lisa, suaranya mulai kehilangan kesabaran. "Tapi aku butuh ruang. Kau selalu membuat segalanya jadi lebih rumit."
"Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu," jawab Chaeyoung dengan nada yang dibuat-buat, penuh kepura-puraan. "Kau tahu aku tidak punya rumah atau pekerjaan dan ayah pacarku tidak menyukaiku, aku tidak bisa tinggal dengannya, kau tidak mau menampungku, huh?"
Lisa menukik-kan alis matanya, jelas-jelas tidak tertarik dengan drama yang diciptakan Chaeyoung. "Aku akan membayar apartemen untukmu."
Aku menggigit bibir bawah, mencoba mencari celah untuk masuk dan meredakan suasana.
Tapi sebelum aku bisa berbicara, Chaeyoung menoleh padaku lagi, tatapannya tajam tapi juga penuh rasa ingin tahu. "Jadi, Jennie... bagaimana kau bisa tahan dengan orang yang super kaku ini?"
Lisa langsung menoleh ke arah Chaeyoung, pandangannya penuh peringatan. "Yak! Chaeyoung!" seru Lisa, namun Chaeyoung hanya mengangkat kedua tangannya, seolah tidak melakukan apa-apa yang salah.
"Kau kira aku tidak tahu, huh?! apa yang ada dipikiranmu?" Todong Chaeyoung tajam, meski aku tidak tahu apa maksudnya.
"Brak!!" Lisa mengerinyit memandang gadis itu dengan tatapan yang sulit aku artikan matanya berair tanda bahwa mentalnya mulai tidak stabil, saat Lisa semakin marah dan menggebrak meja aku berdiri bersamanya menarik tangannya.
"Sudahlah" Aku menarik napas panjang, berharap suasana ini bisa segera mereda. "Kita semua lelah. Mungkin kita harus berhenti dulu, istirahat. Besok kita bisa bicara lagi."
"Terimakasih Jennie" Ucap Chaeyoung dengan senyum tipis.
Ketika Chaeyoung melangkah menuju kamarnya, dia melirikku sekali lagi. Namun, kali ini tatapannya berbeda. Ada sesuatu dalam matanya—entah rasa kasihan, atau mungkin lebih dari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Attraction
FanfictionTidak mudah, untuk menebak apa yang sebenarnya terjadi kepada dirimu. ⚠️ Don't fall in love with someone who has mental health issues.