2. How old are you?

189 47 10
                                    

Pagi ini, aku terbangun dengan Lisa yang masih berada dalam dekapanku. Dia tertidur dengan begitu pulas, napasnya teratur, seolah-olah semua kecemasannya hilang begitu saja. Ini mungkin terdengar aneh bagi orang lain, tetapi bagi kami, ini sudah menjadi kebiasaan.

Semalam, meskipun dia sempat berkata "terserah" ketika aku menanyakan apakah dia ingin aku tetap di kamarnya, pada akhirnya, aku harus bangun di tengah malam karena teriakan paniknya yang memanggil namaku. Cemasnya kambuh lagi.

Seperti biasa, aku melingkarkan tangan di sekelilingnya, membiarkannya merasa aman dalam pelukanku. Ketika aku berada di sampingnya, dia tidak membutuhkan obat penenangnya, atau lebih tepatnya, aku yang melarangnya. Tidak baik jika dia terlalu sering meminum obat itu lebih dari tiga kali sehari.

Lisa... Bukan, aku dan Lisa. Apa hubungan kami sebenarnya? Dia bukan adikku, bukan temanku, bukan juga sahabat. Kami tidak memiliki hubungan darah, dan aku hanyalah pembantu rumah tangganya.

Namun, di sini aku, tidur di kasur empuknya, membiarkannya membenamkan wajahnya di dadaku seolah-olah aku ini adalah seseorang yang lebih dari sekadar pengasuh.

Pekerjaan ini benar-benar di luar spesifikasi. Siapa pembantu rumah tangga yang dengan mudahnya tidur bersama majikannya tanpa merasa bersalah? Tapi aku tahu, Lisa memerlukan kehadiranku.

Entah bagaimana, aku bisa merasakannya.

Selama sebulan bekerja di rumahnya, tugasku tak hanya seputar membersihkan rumah, memasak, atau menyiapkan susu dan pakaiannya. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang tak bisa aku jelaskan dengan kata-kata.

Seperti yang terjadi sekarang, aku melakukan hal yang mungkin orang lain anggap aneh—menemaninya tidur, memeluknya saat dia butuh, memberikan kehangatan yang sepertinya tak pernah dia dapatkan dari orang lain.

Ini hanya pekerjaan, kataku pada diri sendiri. Namun, saat aku melihat wajah tenangnya dalam tidur, ada sesuatu yang memberatkan hatiku. Apakah benar ini hanya pekerjaan?

Aku tidak tahu apakah penyakitnya bisa sembuh sepenuhnya, mengingat betapa parahnya kondisinya ketika kambuh. Namun, Jisoo, asisten dokternya, mengatakan bahwa ada kemungkinan untuk sembuh meskipun prosesnya akan sulit, karena Lisa sering kali tampak cemas dan berkeringat.

Saat ini, aku duduk di sampingnya, merasakan gerakan kecil di tubuhnya dan mendengar desahan lembut yang mengganggu tidurnya. Masih pukul lima pagi. Apakah dia sudah terjaga?

"Ssstt..." Aku berbisik lembut, mengusap pucuk kepalanya dengan penuh hati-hati. Napasnya yang teratur adalah tanda bahwa dia kembali melanjutkan tidurnya dengan tenang.

Lisa... Dia cantik sekali. Kulitnya putih pucat, seperti karakter vampir dalam film-film, dan bulu mata serta alisnya begitu indah. Wajahnya kecil, dengan bibir penuh yang menambah pesonanya, seolah dia keluar dari film kartun Barbie.

Melihatnya dalam keadaan tenang seperti ini, aku merasa hatiku tersentuh. Aku hanya bisa berharap dan berdoa agar suatu hari nanti, Lisa bisa merasa lebih baik, dan mungkin, hidup kami tidak akan sekompleks ini.

Aku menatap wajahnya, merasakan pancaran kesedihan dan kesepian yang begitu dalam. Itu membuatku bingung dan ingin sekali mendengar apa yang membuat pikirannya selalu kalut.

Lisa, katakanlah padaku. Mungkin aku memang bodoh—bukan lulusan terbaik, bahkan sekolah menengah pertama saja aku tidak selesai. Tapi, aku akan selalu berusaha menjadi pendengar yang baik jika saja kau mau berbagi.

Aku ingin tahu apa yang mengganggu pikiranmu, apa yang menyebabkan kesedihan dan kecemasan ini. Aku tidak tahu apa yang kau rasakan, tapi aku ingin mendengarnya.

Attraction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang