Jennie POV
Aku dan dia kini berada di dalam bilik kamar mandi di kamar hotel kami. Aku memaksanya untuk mandi, mengusap tubuhnya dengan penuh perhatian, menyiraminya dengan air hangat yang menenangkan.
"Jennie," panggilnya.
"Hm?" Aku berdehem.
"Maafkan aku merepotkanmu."
"Itu kan pekerjaanku," jawabku singkat, lalu terkekeh pelan.
Lisa tersenyum tipis.
"Jennie," panggilnya lagi, kali ini diikuti dengan keheningan yang membuatku sedikit penasaran.
"Ya?" Aku menunduk sedikit, mencoba melihat wajahnya.
"Jangan membenciku."
"Tidak akan," jawabku, sambil tersenyum lembut.
Meskipun situasinya begitu intim, dia tidak telanjang seperti yang mungkin kalian bayangkan. Dia masih mengenakan celana dalam dan sport bra, tubuhnya yang lemah bersandar padaku. Seolah-olah kehangatan air dan tanganku adalah satu-satunya hal yang membuatnya tetap tenang.
"Jangan pergi kemana-mana tanpa sepengetahuanku lagi, ya?" bisikku, suaraku sedikit bergetar dengan sisa-sisa ketakutan yang masih tersisa di hatiku.
Dia mengangguk lemah, tanpa membuka matanya.
"Jantungku serasa mau copot ketika tidak menemukanmu di tempat tidur," lanjutku, sementara tanganku menggosok lembut punggung dan tengkuk lehernya yang masih sedikit berpasir.
Dia tetap diam, tapi aku bisa merasakan sedikit getaran di tubuhnya, mungkin dari rasa bersalah atau ketakutan yang masih tersisa.
"Katakan padaku jika kau butuh sesuatu. Minta aku menemanimu," pintaku dengan nada penuh keprihatinan. Aku ingin dia tahu bahwa aku ada di sini untuknya, selalu.
"Angkat tanganmu," perintahku pelan. Dia menurut, mengangkat tangannya dengan perlahan, dan aku mengusap-usap ketiak dan tubuhnya yang masih berpasir, membersihkannya dengan lembut.
"Jangan pernah memikirkan hal buruk seperti tadi lagi," tegasku, meski suaraku lembut, ada kekhawatiran yang mendalam di dalamnya. Aku ingin memastikan dia mengerti betapa pentingnya dia bagiku.
"Kau dengar?" desakku saat dia hanya mengangguk cepat, masih memejamkan matanya karena takut terkena sampo yang belum dibilas.
"Bagus," kataku sambil mengusap wajahnya dengan hati-hati, sebelum membilas tubuhnya perlahan, memastikan setiap sudutnya bersih dan nyaman.
Di balik gerakan lembutku, ada rasa takut yang tak kunjung hilang—takut kehilangan dirinya, takut tak bisa melindunginya dari dirinya sendiri. Aku berjanji dalam hati, tidak akan pernah melepaskannya, apapun yang terjadi.
Ketika aku selesai mandi, dia sudah menunggu di atas kasurku, tampak lelah dan hampir putus asa.
"Kau bisa tidur terlebih dahulu, tidak perlu menungguku" Aku berbaring disampingnya. Dengan lembut, aku mengusap-usap punggungnya yang masih dingin dari malam yang panjang dan melelahkan. Tak lama kemudian, dia tertidur di sampingku, lelah setelah malam yang penuh emosi.
***
Cahaya matahari pagi menyelinap lembut melalui sela-sela hordeng jendela yang tertutup rapat. Aku menunduk perlahan, memperhatikan dirinya yang masih tertidur pulas dalam pelukanku. Tubuhnya tampak tenang dan damai, meski kemarin malam penuh dengan ketegangan dan kekhawatiran.
Aku menarik napas panjang, menenangkan diriku setelah semalam yang penuh kepanikan. Perlahan, aku meraba nakas di samping tempat tidur, mencari ponselku yang sudah tertinggal dari perhatian sepanjang malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Attraction
FanfictionTidak mudah, untuk menebak apa yang sebenarnya terjadi kepada dirimu. ⚠️ Don't fall in love with someone who has mental health issues.