two;

334 58 7
                                    

Happy reading

.
.
.

HARI ini adalah hari yang sangat aku tidak sukai. Hari di mana aku akan melangsungkan pernikahan dengan sosok pemuda yang sama sekali tidak kucintai. Tepat pada tanggal enam bulan enam, yang kuketahui bahwa hari itu adalah hari kelahiran pemuda yang bernama Seo Haechan.

Selama satu minggu sebelumnya, ibuku menyuruhku untuk selalu menemui Haechan. Pemuda Seo itu hanya mengulas senyum tipisnya kepadaku saat aku datang ke rumahnya dan kami tak banyak berbincang—canggung. Dan mungkin Haechan mengerti bahwa aku benar-benar tak menyukai perjodohan ini?

Dia selalu berkata bahwa, jika Tuan Mark tidak menyukai perjodohan ini, maka Tuan Mark bisa membatalkannya. Saya juga tak bisa memaksa Tuan Mark untuk menikah dengan saya, saya tak memiliki hak untuk itu.

Hari-hari sebelumnya juga aku dengan Haechan hanya menghabiskan waktu berdua di rumahnya. Kadang kalanya ibuku meminta Haechan untuk datang ke rumah lalu memasak bersama. Ada satu momen yang paling kuingat, saat di mana Haechan menyiapkan makanan untukku dan meletakkan sayuran di piring. Itu membuat hatiku terenyuh hangat. Kami sudah seperti pasangan suami-istri. Selama satu minggu sebelumnya, semuanya berjalan dengan normal. Tidak ada masalah apa pun, hanya saja kecanggunganku dengan Haechan tak pernah berkurang dan justru semakin bertambah.

"Cantik, manis."

Pandanganku tak sengaja menatap pada dirinya—sosok Seo Haechan yang selama ini mengganggu isi pikiranku. Terlebih, pemuda itu sangat cantik nan manis dengan sedikit hiasan yang memperindah wajah menggemaskannya. Tunggu—apa? Aku mengatakan cantik dan manis? Ck, yang benar saja, Mark.

Derap langkah lemah itu sudah sampai di hadapanku. Semula tampak baik-baik saja sebelum jantung ini berdegup amat kencang kala binar indah milik Haechan terus menatap ke arah diriku. Bibir plum miliknya pun terus mengukir senyum tipis namun amat manis sesuai dengan wajahnya.

Jaehyun meraih tangan mungil milik Haechan lalu menyatukannya dengan tanganku. Membuat sebuah genggaman yang terlihat indah. Tanpa sadar, aku mulai mengeratkan genggaman kami dan membuat Haechan tersentak.

"Ayah harap kau akan selalu menjaganya, Mark," kata Jaehyun sembari menepuk bahuku. Senyumnya tampak lebar namun hal itu membuatku muak.

Kemudian Pastor bertanya padaku, "Kau bersedia, Mark?"

"Ya, saya bersedia."

"Haechan?"

Sebelum menjawab, Haechan menatap takut ke arahku. Dia seakan ragu untuk menjawab ya, aku bersedia.

Namun, si pemuda Huang yang berada di belakang tengah bersemangat sekali hari ini. "Haechan, katakan ya! Kau tak perlu ragu dan jangan takut dengan tatapan si alis camar Mark Jung. Jika dia mengancammu, cincang saja sesuatu di bawah sana!"

Teriakan Renjun mengundang kekehan dari para tamu. Beberapa dari semuanya sudah mengenal pemuda Huang itu dengan baik. Jadi mereka tak heran lagi dengan lontaran kalimat yang baru saja keluar dari bibir merah muda tersebut.

"Haechan, apakah kau bersedia?" Pastor bertanya sekali lagi dan Haechan hanya mengangguk kecil.

"Y-ya, saya bersedia."

Acara pernikahan pun segera dilaksanakan. Dimulai dengan doa lebih dulu lalu diikuti upacara pemberkatan, dilanjutkan dengan mengucapkan janji suci dan terakhir pertukaran cincin. Semuanya tampak gembira setelah acara pernikahan kami selesai dilaksanakan, terlebih lagi ibuku.

The Sun Shines [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang