Happy Reading
.
.
.SETELAH menjelajahi alam mimpi yang begitu indah—karena jujur saja, di alam mimpi itu aku bertemu dengan Haechan. Kami saling menggenggam dan bercerita bahwa kebahagiaan hanya milik berdua. Di sana, kami juga berdansa menikmati alunan musik. Haechan tertawa riang, tak ada rasa sakit ataupun sesak dalam dirinya, dia sehat, dia ceria, dan dia tidak akan pernah terjatuh. Memang, mimpi seindah itu sebelum kembali pada kenyataan yang akan menyadarkan—akhirnya aku terbangun pukul empat pagi.
Senyumku kini melebar kala melihat wajah manis milik Haechan. Anak itu terlelap begitu damai sambil memelukku. Tampaknya hari-hariku akan semakin indah karena ada Haechan yang selalu menemani. Tak pernah sebahagia ini ketika aku memiliki seseorang dalam hidupku.
Aku besyukur atas rasa tak sukaku pada Haechan karena setelahnya tumbuh rasa cinta yang ingin melindungi dan tak ingin kehilangan.
Tuhan, terima kasih atas segalanya.
Aku mengecup begitu dalam kening Haechan, menyalurkan betapa sayangnya aku padanya. Setelah itu aku mengusap pipinya yang tampak gembil diiringi dengan senyumku yang tak pernah pudar. Dia sama sekali tak terusik, justru semakin mencari tempat nyaman dalam dadaku.
Haechan itu indah, Haechan itu istimewa, Haechan itu ciptaan Tuhan yang hampir nyaris sempurna. Benar-benar bersyukur telah dipertemukan dengan sosok seperti dirinya, bahkan telah memilikinya pula.
"Saya..." jedaku kemudian kembali mengecup keningnya dalam, "sungguh mencintaimu, Haechan-ah. Lagi dan lagi saya takut apa yang akan terjadi suatu hari nanti. Tolong jangan pergi dan menetap bersama saya, ya?"
Baru kali pertama aku memohon seperti ini pada seseorang. Memintanya untuk tidak meninggalkan diriku, memintanya untuk menetap dan selalu bersama. Tapi, apakah harapan akan selalu terwujud?
Dan... rasanya aku ingin sekali egois. Aku tidak ingin kehilangan Haechan ataupun sekedar kehilangan senyumnya. Boleh, 'kan, diri ini egois terhadap sesuatu yang benar-benar disayang?
Tuhan, tolong wujudkan sebuah harapan umat-Mu yang lemah ini. Sebuah harapan agar selalu bersamanya, juga memberinya kebahagiaan. Angkatlah penyakit yang ada di dalam dirinya, hati ini hanya menginginkan dia ceria dan tak menanggung rasa sakit. Saya akan menunggu jawaban dari-Mu, Tuhan...
Setelah memanjatkan doa, aku kembali mengecup keningnya begitu dalam sembari memejam. Rasa takut perlahan berganti dengan rasa tenang. Aku yakin bahwa Tuhan akan menjawab doa-doaku seiring berjalannya waktu. Hanya menunggu saja, hasilnya akan tetap menjadi rahasia Yang Kuasa.
"Hyung..."
Aku mengerjap, terkejut. Kulihat kini Haechan sudah terbangun, mata bulat itu memancarkan sinar cerah meski di luar sana masih gelap gulita.
Tersenyum, kuraih tangan mungilnya yang sengaja menggosok-gosok mata lalu memberikan kecupan singkat pada punggung tangan itu. "Berhenti melakukan itu atau matamu akan sakit nantinya."
Iya, aku tidak suka melihatmu kesakitan.
Haechan membola, tersenyum canggung kepadaku. Tapi di detik selanjutnya, tangan mungilnya kembali melingkar memeluk tubuhku. Sebelum itu aku sempat melihat semburat merah muda alami yang menghiasi pipi gembilnya. Membuat senyumanku semakin melebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sun Shines [MarkHyuck]
FanfictionA MarkHyuck Fanfiction ❝Matahari akan selalu bersinar setiap waktu yang sudah ditetapkan. Tapi kamu- sang matahari indah yang selalu menyinari setiap langkahku, sang matahari indah yang selalu tersenyum membawa segala kebahagiaan dan kesempurnaan.❞ ...