Happy reading
.
.
.MALAM ini.
Lebih tepatnya malam pertama kami sebagai pasangan suami-istri. Haechan, pemuda itu hanya duduk diam di tepi ranjang sembari memilin jemarinya. Gugup disertai canggung, pemuda itu juga merasakan takut luar biasa di dalam hatinya.
Aku yang baru saja membersihkan tubuhku lantas duduk di lantai, di bawah Haechan dengan menyodorkan handuk kecil padanya. "Tolong keringkan rambut saya, boleh?"
Mengangguk kecil. Kemudian Haechan meraih handuk kecil yang kupegang dan mulai mengeringkan rambutku. Aku lantas merasakan pijatan yang luar biasa lembutnya, dia memang mengerti tentang bagaimana cara memperlakukan orang lain melalui kelembutannya.
Tak dipungkiri, bahwa aku mulai nyaman dengan perlakuannya.
"Haechan-ah, saya ingin bertanya padamu."
"Katakan, apa pertanyaan yang ingin Hyung ajukan."
"Mengapa kau menerima perjodohan ini? Saya bertanya serius mengenai hal ini. Pernikahan bukanlah sesuatu yang dipermainkan, kau dan aku sudah terikat oleh perjanjian yang suci juga sakral."
Pijatannya pada rambutku berhenti. Dia tidak melanjutkan setelahnya dan lantas membuatku membalikkan tubuh. Kulihat, kepalanya terus-menerus menunduk setelah mendengar pertanyaan yang kuajukan.
"Saya sudah mengatakannya tadi. Hyung juga sudah mendengarkannya."
Mendengarkan? Memangnya apa yang dikatakan—oh, aku baru ingat sekarang. Dia sudah jatuh cinta sungguhan padaku, dia mengatakannya dengan hati yang tulus. Aku melihat itu dalam sorot matanya.
Haechan tidak pernah main-main akan cintanya padaku. Tapi sementara aku?
"Maaf, tapi saya belum bisa mencintaimu. Saya belum bisa membalas cintamu. Jika saya memintamu untuk menunggu, apa kau mau?" Aku menyentuh dagunya, membuat kami saling bertatapan. "Membuat saya jatuh hati pada dirimu, apa kau mau melakukannya untuk saya? Saya ingin merasakan jatuh hati, seperti yang kau rasakan. Sebelumnya saya tak pernah merasakannya."
Benar.
Bahkan aku tak tahu apa itu jatuh cinta. Yang kutahu hanya dua orang yang saling mencintai lalu bebas berkencan di mana saja. Tapi sungguh, aku ingin merasakannya secara langsung. Bukan berarti aku akan mempermainkan cinta Haechan. Tidak sama sekali.
Aku mendapatkan anggukan dari sang empu. Kulihat sepasang manik bulat itu mengalihkan pandangannya, menatap ke arah yang lain. Lalu dengan senang hati aku berikan kecupan singkat di pipi gembilnya.
Sudah kukatakan sebelumnya, bahwa Haechan memang semenggemaskan itu.
Haechan-ku yang lucu. Haechan-ku yang lemah lembut, aku berjanji akan menjagamu dengan baik. Aku berjanji tidak akan menyakiti hatimu meski aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan.
Aku harap, kau akan selalu bersamaku.
🌼🌼🌼
"Hyung..."
Suaranya lirih membuatku cepat-cepat mengumpulkan kesadaran. Kulihat wajahnya pucat, menahan sakit. Dengan segera aku membawa Haechan ke pangkuanku.
"Hyung—hhh-hhha..."
Aku mengusap lembut dada kirinya. Mencoba untuk memberikan kekuatan walau aku tidak tahu hal itu akan berpengaruh atau tidak. Tapi aku mengerti dan merasakan apa yang Haechan rasakan.
"S-sakit, Hyung..."
Lemahnya. Membuat aku tidak tahan untuk tidak menangis. Biarkan saja, aku tidak peduli akan diejek seperti apa nantinya. Nyatanya, memang sesakit itu.
"Tarik napas kemudian hembuskan pelan-pelan. Jangan terburu-buru atau akan semakin sakit nanti."
Haechan mulai mengikuti perkataanku. Dia menarik napas kemudian menghembuskannya secara perlahan. Setelahnya tak ada rasa sakit yang membuatku khawatir. Dia mengulas senyum tipis namun menghangatkan untukku.
Kubawa tubuhnya dalam rengkuhan. Tuhan, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku bila kau memanggil anak ini secepatnya. Kumohon jangan terlalu menyayanginya, biarkan aku mencintainya dan membuatnya sembuh kembali.
"Saya takut, Haechan-ah. Saya takut kau akan pergi," kini suaraku yang lirih. Kurasakan tangan mungil itu mengusap lembut punggung lebarku.
"Saya baik-baik saja sekarang. Hyung tak perlu khawatir lagi."
Aku mengecup surai halusnya sebelum melepaskan rengkuhan. Lagi-lagi aku menangis, menumpahkan segala kesedihanku di hadapannya. Sekali lagi, aku takut apa yang akan terjadi setelahnya.
Tuhan, sungguh aku tak ingin kehilangan dia. Biarkan aku mencintainya dan memberikan sejuta kebahagiaan untuknya lebih dulu.
"Maaf..."
Aku menatapnya dalam. "Untuk apa?"
"Maaf karena membuat Hyung benar-benar khawatir dan menangis. Hyung tak akan kerepotan seperti ini jika tidak menikah dengan saya. Saya banyak merepotkanmu, Hyung. Jika nantinya Hyung tidak bisa mencintai saya, Hyung bisa menggugat cerai—"
Cup~
Aku menciumnya, tepat di bibir.
"Pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa dipermainkan. Pernikahan itu sakral, bukan bahan bercanda. Saya sudah berjanji bahwa saya akan menerima apa adanya dirimu. Memang awalnya saya tidak suka, tapi waktu terus berjalan dan berhasil membuktikan kepada saya bahwa rasa sayang itu perlahan hadir jika keduanya saling percaya."
Memang benar.
Dari semua insan di dunia ini, hanya Haechan yang mampu membuatku banyak memanjatkan rasa syukur karena telah diberi kehidupan yang hangat. Hadirnya Haechan membuatku banyak memanjatkan rasa terima kasih kepada Tuhan.
"Ingin tidur lagi?"
"Apakah boleh?"
Aku mengangguk. Membaringkan tubuh ringkihnya dengan perlahan kemudian mendekapnya tak terlalu erat. Aku takut jika rasa sesak itu kembali kambuh.
Sebelum menjelajahi dunia mimpi, aku memberikan kecupan lembut di kening itu. Kini, sebuah kecupan pada seluruh wajahnya sudah menjadi canduku.
"Tidur yang nyenyak, ya, Sayang? Aku selalu ada bersamamu, ketika kau sakit maupun sehat. Ketika kau bahagia maupun berduka. Aku akan setia di sini, kau pun juga harus setia bersamaku. Jangan pergi..."
Pagi yang indah ini menjadi saksi bahwa aku sudah jatuh cinta begitu dalam. Ternyata mencintai Haechan semudah ini, dan mungkin akan sesulit itu jika ada yang saling meninggalkan di antara kami.
"Bahagiaku, kumohon jangan pergi, hm?"
Next?
Gimana harinya? Semuanya lancar?
Dan gimana pula kalau ada salah satu di antara mereka pergi? Ada yang setuju? Hehe. Nggak lah, aku cuma bercanda kok. Nggak akan ada yang meninggalkan dan nggak akan ada yang ditinggalkan. Mereka akan menetap sampai akhir.
Seneng nggak kalian Mark udah mencintai si Mbul? Pasti seneng, 'kan? Yo pasti lah. Kalau gitu udah dulu ya untuk hari ini. Semangat menjalani hidup dan nggak boleh nyerah-nyerah! Thanks y'all❤!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sun Shines [MarkHyuck]
FanfictionA MarkHyuck Fanfiction ❝Matahari akan selalu bersinar setiap waktu yang sudah ditetapkan. Tapi kamu- sang matahari indah yang selalu menyinari setiap langkahku, sang matahari indah yang selalu tersenyum membawa segala kebahagiaan dan kesempurnaan.❞ ...