six;

300 42 12
                                    

Happy reading

.
.
.

"HYUNG, aku ingin yang itu!"

Haechan menunjuk sebuah toko ice cream dengan penuh semangat. Mata bulatnya berbinar-binar memohon, membuatku tak tega untuk menolak.

"Baiklah, hanya sedikit saja, hm?"

Haechan menggeleng cepat kemudian menjawab, "Ingin yang banyak, Hyung. Aku ingin merasakan dinginnya ice cream karena sebelumnya aku tidak pernah merasakannya."

Tiba-tiba suasana menjadi cukup sendu dari sebelumnya. Dadaku terasa dipukul keras oleh sesuatu yang tidak bisa dijelaskan setelah Haechan menyelesaikan kalimatnya. Setidak pernah itu kah Haechan merasakan ice cream? Atau paling tidak hanya mencicipi rasa manisnya?

Itulah mengapa aku berulang kali mengatakan bahwa aku sangat bersyukur telah dipertemukan oleh sosok manusia baik seperti Haechan, meski awalnya aku menolak bahkan tak suka melihatnya. Namun sekarang, aku mengerti bahwa Haechan adalah sosok pelengkap yang akan mengisi kekurangan yang selama ini aku abaikan.

Haechan itu, istimewa. Sangat istimewa.

Kehadirannya mampu membuatku merasa bahwa setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Terima kasih atas segalanya, Haechan-ah.

Satu tanganku menggenggam erat tangan mungil Haechan, sedangkan tangan yang lain menangkup pipi gembil itu. Kuusapnya dengan lembut kemudian kuberi kecupan singkat hingga membuatnya bersemu malu.

"Jangan menciumku di tempat umum, Hyung. Aku malu..." katanya tidak terima dan diakhiri dengan cicitan pelan. Sungguh, Haechan itu menggemaskan sekali. Lebih menggemaskan dari bayi berusia dua tahun.

"Kenapa memangnya? Aku hanya ingin menunjukkan kepada semua orang bahwa kau adalah milikku. Manusia semenggemaskan dirimu ini hanyalah milik Mark Jung seorang."

Semula saling menggenggam, kini aku menarik tubuh ringkih Haechan agar semakin mendekat padaku. Kami sedang berada di taman yang cukup ramai oleh orang berlalu lalang dan tak sedikit banyak pula ada yang membawa pasangan masing-masing juga anak-anak mereka. Semua orang di sini menghabiskan waktu luang mereka untuk bersantai dan menyejukkan pikiran.

Hingga akhirnya aku mengecup bibir ranum Haechan, menyesapnya sejenak lalu melumatnya sekilas. Aku tak seberani itu untuk melakukan hal yang lebih dari sekadar ciuman, karena aku tak ingin menyakiti istriku.

Takut membuatnya sesak, takut aku akan kehilangan dirinya.

Setelahnya Haechan mencubit pelan pinggangku. Dengan wajah yang dibuat marah ia berkata, "Jangan menciumku lagi, Hyung. Ayo kita beli ice cream! Aku ingin cepat-cepat merasakan dingin dan rasa manisnya."

"Hanya sedikit."

"Tapi, Hyung—"

"Mencoba sedikit atau kita pulang saja?"

Bibirnya mengerucut, namun kepalanya mengangguk kecil. Gemas sekali. Aku mencuri cubitan kecil pada pipinya sebelum kugenggam tangan mungil itu untuk membawanya pada toko ice cream yang memang lumayan terkenal di area taman ini.

"Ingin rasa apa?" tanyaku. Pasalnya aku belum tahu banyak tentang Haechan, apalagi hal-hal yang menjadi kesukaannya.

"Vanilla!"

Setelah menjawab dengan antusias, Haechan memberikan senyuman lebar yang terlihat manis kepadaku. Tentu aku pun membalasnya dengan senyuman yang manis pula. Namun aku tersadar, bahwa Haechan tidak boleh makan ice cream karena rasanya yang manis dan mengandung tinggi gula juga kalori.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Sun Shines [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang