Delapan

7 3 0
                                    

"Lo serius?"

"Muka gue kelihatan bercanda?"

"Itu waktu yang lama, sejak tahun pertama."

"Iya makanya gue juga bingung kok bisa suka selama itu."

Yedam deg-degan. Pengakuan Trisha benar-benar di luar sangkanya.

Tidak ada yang bicara selama beberapa saat. Trisha yang biasanya selalu memiliki bahan obrolan, kini juga diam dengan kedua tangan di belakang tubuh. Melihat ke arah lain selain Yedam.

Mereka berdua sama-sama merasa sungguh canggung untuk kali pertama.

"Jadi benar, perlakuan lo ke gue itu ... pdkt?" Yedam buka suara. Trisha hanya mengangguk.

"Rencananya gue mau mengaku setelah kompetisi sekolah selesai, jadi gak ada kesibukan yang menganggu."

"Maaf. Ini gara-gara gue ya ... "

Berarti selama itu Trisha melihatnya ketika gonta ganti pacar. Tidak sering sih, tetapi cukup ada beberapa kali. Yedam terbiasa mendekati perempuan yang awalnya kelihatan menolak atau tidak mau. Kalau Trisha kebalikannya, makanya Yedam agak kaku.

Yedam berdehem, "Oke, sekarang semua sudah jelas. Setelah itu apa?"

Trisha berkacak pinggang, "Serius lo nanya gini? Gue gak nunggu dari tahun pertama cuma untuk dapat respon bingung lo ini."

Gawat nih, jangan sampai Trisha ngamuk.

"Tenang dulu," Yedam memegang bahu Trisha, celingak celinguk berjaga-jaga takutnya ada orang lain yang mendengar keributan mereka. "Rasa gue ke lo belum sampai tahap yang sama dengan rasa lo ke gue. Jadi kalau langsung untuk komitmen, sepertinya belum bisa. Gue gak mau nanti malah lo yang punya perasaan sendiri."

"Gue tahu. Makanya gue melakukan pendekatan ini." Trisha mencubit pelan lengan Yedam. "Lo tuh rekam jejaknya lebih dari gue, kenapa sekarang kayak newbie sih?"

Sambil menggaruk kepala yang tidak gatal, Yedam tebak dirinya semakin kelihatan dugu. "Soalnya lo ngegas banget, gue kaget."

Berlama-lama di sini, Trisha merasakan tatapan abangnya dari dalam ruangan semakin tajam.

"Jadi sepakat gak? Mulai hari ini, kita beneran pendekatan, saling memberi dan menerima afeksi. Ketika lo sudah suka sama gue, kita bisa memulai komitmen sebenarnya. Deal?" Trisha menjulurkan tangan, menunggu jawaban Yedam.

Dengan senyum yang tidak bisa lagi ditahan, Yedam menjabat tangan ramping itu. "Deal."

Sebelum pertemuan mereka diakhiri, Trisha menunjuk tepat ke wajah Yedam, tajam dan seketika Yedam ngeri. "Ingat ya, kita dalam proses pendekatan, lo jangan melakukannya kepada perempuan lain. Mengerti?"

"Iya, iyaaa ... jangan galak-galak." Yedam memegang jari Trisha yang menunjukknya dan menurunkannya, "lo sebegitu pengen pacaran sama gue ya ... " maksudnya hanya bercanda.

Perkataan terakhir membuat Trisha semakin menajamkan tatapannya, seolah siap menguliti Yedam dan pada detik itu juga Yedam khawatir dia salah bicara meskipun konteksnya bercanda.

Menghela napas, Trisha melangkah mundur dan melipat tangan di dada. "Bukan ngebet pacaran sama lo. Tapi ini hanya ... lo pantas aja untuk diperjuangkan. That's it."

Tidak ada balasan dari Yedam, lelaki itu diam seperti baru saja jiwanya diambil.

"Kalau gitu gue balik dulu." Kata Trisha sambil menyentuh bahu Yedam, "sampai ketemu besok."

Setelah kepergian Trisha, Yedam masih belum beranjak dari tempatnya. Kemudian seulas senyum tipis tercipta di wajahnya, semakin lama semakin lebar. Jantungnya berdegup kencang dan dia khawatir benda itu akan melompat dari dadanya.

Doughty || YedamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang