Sebelas

7 4 1
                                    

Hari Sabtu Yedam benar-benar menikmati harinya bersama Trisha. Mereka telah berada di kafe selama satu jam lebih. Sebenarnya mereka mengerjakan tugas individu masing-masing, terkadang Yedam kesusahan, di situ meminta bantuan Trisha. Kebanyakan tugas-tugas akhir sebelum memasuki fase ujian akhir kelulusan.

Tidak pernah hal seperti ini terbayangkan oleh Yedam, bahasa kerennya, sih study date. Selama kencan yang pernah dia lakukan sebelum-sebelumnya mana pernah mau begini. Beruntung dia tidak merasa jenuh, kalaupun lelah, Trisha tidak akan melarangnya untuk berhenti sejenak.

"Lo tahu, gue bukan anggota organisasi sekolah lagi." Celetuk Trisha tiba-tiba.

"Yah, lo sendiri yang bilang masa jabatan kalian sudah selesai." Sahut Yedam, kesempatan ini ia gunakan untuk berhenti sebentar dari tugasnya.

"Itu artinya, gue punya waktu sepenuhnya fokus ke akademik. Mau mengejar ketertinggalan untuk test universitas dan hal lainnya."

"Lo gak tertinggal dari apapun. Lo selalu bisa menyeimbangkan."

Trisha hanya tersenyum. Wajahnya sangat senang, apa yang gadis itu rencanakan Yedam tidak tahu. Senyumnya makin lebar. Oke, Yedam agak takut.

"Kita sudah hampir dua jam di sini," Trisha memakan satu sendok terakhir dessert nya di meja. "Udahan, yuk? Pegal nih."

Mata Yedam melebar, "Serius?"

"Study nya udah, tinggal date nya yang belum." Trisha membereskan barangnya, begitu juga punya Yedam karena lelaki itu masih diam dengan dungu. "Nikmati sebelum hari ini berakhir karena besok lo masih harus kerja kelompok, kan."

Mereka berjalan keluar kafe dengan tangan Trisha yang menggandeng dan menarik lengan Yedam. Begitu sudah cukup santai, Yedam menyeimbangkan langkah dan kini berada di samping Trisha.

Matanya melirik gadis itu dari samping. "Ada apa?" Tanya Yedam.

"Beberapa minggu terakhir gue yang jarang punya waktu untuk kita, padahal pendekatan ini ide gue. Kita sama-sama disibukkan dengan urusan sekolah. Masa' sekarang mau sepenuhnya belajar lagi, nanti otak kita meledak." Jelas Trisha. Dia memikirkan sejauh mana kesalahannya dan sekarang berniat mengganti itu semua.

"Pantas aja daritadi kepala lo berasap." Canda Yedam, mendapat pukulan dari Trisha di bahu.

Ada perasaan lega. Ternyata bukan hanya Yedam yang merasa ada sesuatu yang mengganjal selama Trisha tidak punya waktu untuk mereka. Gadis itu menyadari dan mengakuinya. Berniat untuk memperbaiki kesalahannya, itu menyenangkan hati Yedam.

"Lo pernah photobooth?" Tanya Trisha, membuyarkan lamunan Yedam.

"Oh ... yah ... "

"Gak mungkin belum pernah dengan kencan-kencan lo sebelumnya." Lanjut Trisha lagi.

"Hei, seolah gue punya banyak sekali kencan sebelum ini." Bantah Yedam, sambil mengingat apakah memang pernah sebelumnya melakukan hal semacam foto bersama di dalam kotak sempit.

Trisha tertawa pelan, menunggu Yedam yang sepertinya akan bicara lagi.

"Hm, setelah diingat lagi, memang lumayan sih." Kata Yedam. Dapat dilihatnya mata Trisha menyipit penuh selidik. "Tapi kalau untuk melakukan photobooth sepertinya belum pernah."

"Kenapa? Gak suka?"

"Gak. Hanya gak kepikiran aja."

"Beruntung gue kepikiran. Kalau begitu ayo."

.

.

Mereka sibuk memilih aksesoris untuk berfoto, dengan ruang photobooth yang hanya satu petak sedikit membuat kesusahan bagi orang yang suka grasak grusuk seperti Yedam.

Doughty || YedamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang