Tiga belas

9 4 0
                                    

Sekitar dua bulan terlewati. Kalau ditanya setelah pacaran Yedam dan Trisha itu sering kencan, jawabannya tidak juga. Itu akibat memulai sebuah hubungan di tengah gempuran kelas akhir di mana sibuk menata masa depan dan pusing mengurus jenjang selanjutnya, entah pilihan menuju perguruan tinggi atau alternatif lain.

Yedam menjadi saksi teman-temannya perlahan stress. Dirinya juga mulai merasakan tanda-tanda, pusing berkunang-kunang saat mengerjakan latihan soal di les dan kelas tambahan. Itu demi niat untuk lanjut ke jenjang yang menekuni kemampuan bermusiknya. Ada sedikit rasa sedih ketika dirinya tidak cukup kriteria untuk mendaftar sistem Susi (jalur undangan masuk perguruan tinggi), sehingga satu-satunya cara adalah mengikuti Jeongsi (penerimaan mahasiswa melalui nilai ujian.)

Besok adalah di mana pengumuman penerimaan mahasiswa sistem Susi. Yedam merasakan hawa gelap di kelas dan sekolahnya, walaupun sebenarnya itu adalah ekspresi kekhawatiran di wajah teman-temannya. Tidak ada yang bisa dia lakukan karena dia tidak merasakan apa-apa, dia kan tidak mendaftar sistem itu.

"Setelah ini mau ke warnet gak?"

"Gila ya, pengumuman Susi sudah dekat." Celetuk Asahi, yang benar saja temannya itu mengajak dia bermain di saat-saat menegangkan begini?

"Masih besok, woi. Justru gue ngajak lo biar gak stress dan banyak pikiran."

"Mau gimanapun tetap akan kepikiran."

"Good luck, deh." Yedam menepuk bahu Asahi, "gue hari ini gak ada les, mau tidur aja di rumah."

"Gak pacaran sama Trisha? Gue lihat minggu ini sudah jarang barengan. Putus ya?"

"Mulut lo," Yedem menepuk mulut Asahi dengan tangan kosongnya, "enak aja bilang putus. Doi juga lagi banyak pikiran karena pengumuman besok."

"Nah, ya sudah lo ajak dia untuk main pulang sekolah nanti, daripada ngerecokin gue mulu."

"Maunya iya tapi ... gue gak tega kalo entar dianya kecapekan, sayangku ... " —Plak!

Asahi melempar buku catatannya menghantam jidat Yedam sambil mencibir, "Jijik banget, gak usah temenan sama gue lagi."

"Kok gitu sih," Yedam meringis mengusap jidatnya. Dia dan Asahi ini kenapa ya sering sekali saling menyakiti fisik. "Lo gak setia kawan? Sudah gak sayang gue?"

"Lo ngomong lagi beneran gue tendang." Asahi ancang-ancang sedikit mengangkat satu kakinya di antara mereka.

"Sensitif." Yedam kembali duduk anteng, melipat kedua tangan di atas meja dan tatapan lurus ke depan, tampak berpikir. "Kalau lo lulus nanti mau dirayain gak?"

"Gak usah, lah, ngapain."

"Tapi gue pengen dapat traktiran."

"Yaa itu mau lo."

.

"Gak bawa motor, kan?" Tanya Yedam ketika Trisha menghampirinya di parkiran. Mereka berencana pulang bersama. "Jalan dulu, yuk? Gak kangen kah?"

Trisha tersenyum lembut walau kelihatan ada lelah di wajahnya. "Kangenn ... pakaikan helm." Yedam menurut, memakaikan helm kepada sang pacar sampai bunyi klik terdengar.

"Mau minta maaf, deh." Kata Trisha, pegangannya di pinggang Yedam mengerat. Mereka melaju di atas motor sekarang.

"Gak dengar!" Sahut Yedam, agak keras.

"Mau minta maaf!"

"Oh, kenapaa?!"

"Karena hampir dua minggu kita gak quality time. Lebih tepatnya aku yang sering gak bisa."

Doughty || YedamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang