10

302 31 8
                                    

“Doy, Yedam mana? tadi gue udah mau pulang sama Haruto tapi nyokapnya Yedam tiba – tiba nelpon nanyain dia. Katanya hp Yedam gak aktif, makanya dia telepon gue” Ucap Jeongwoo.

“Ehh, emm kak Yedam. Dd-ia di kamar mandi. Iya tadi dia pamit mau ke kamar mandi” Gagap ku ketakutan tapi sebisa mungkin aku mengontrol sikapku agar tak di curigai oleh Haruto maupun Jeongwoo.

“Oh yaudah kita nunggu di sini aja deh sampe balik tu orang. Emang udah dari tadi?” Tanya Jeongwoo.

“Ehh jangan di tungguin. Lo semua cari coba ke kamar mandi. Udah dari tadi kak Yedamnya. Mungkin udah pulang duluan. Ini gue juga mau pulang” Kataku lalu menyeret kedua temanku itu untuk mengikutiku turun dari rooftop.


“Lah, kata lo di kamar mandi. Kok udah gak ada? Di mana tu orang” Tanya Haruto kali ini dengan raut wajah kebingungan.

“Iye dah, Doy. Yedamnya mana? Kasian nyokapnya udah nelponin gue terus nih dari tadi” Kesal Jeongwoo.

“Ya gue gak tau. Kayaknya emang bener udah pulang duluan deh. Udah ayo kita pulang aja” Ajakku pada Haruto dan Jeongwoo.

“Terus Yedamnya gimana woy?” Protes Haruto dan hanya di angguki lesu oleh Jeongwoo.

“Udah deh lo pulang aja sana. Yedam biar gue yang cari” Ucapku final lalu mereka pun akhirnya meuruti perkataanku.

Aku benar – benar bersyukur mereka tidak melihat kejadian sebelumnya yang telah aku lakukan pada kak Yedam.

Dan aku sangat berterima kasih pada tuhan karena tubuh kak Yedam yang jatuh tepat di lapangan basket, dimana lapangan itu berada di paling belakang ruang kelas dan tidak terlalu terlihat akibat di kelilingi oleh pepohonan yang rimbun.

Sebelum benar – benar pergi meninggalkan sekolah, aku menyempatkan diriku untuk melihat kembali jasad kak Yedam yang sudah tak bernyawa itu. Aku mengamati tubuhnya terutama kepalanya yang sudah pecah dan juga banyak darah yang berasal dari tubuhnya.

Menyesal tentu saja. Tapi entah mengapa aku sedikit merasa tenang karena bisik – bisik di telinga ku sudah hilang sesaat setelah aku menghabisi nyawa kak Yedam. Air mata perlahan mulai keluar dari mataku.

Aku menangis tanpa suara masih dengan mengamati jasad kak Yedam. Selama kurang lebih 5 menit aku berada di sana, aku pun segera menghapus sisa air mata yang masih menggenang di kedua pelupuk mataku.

Hari sudah semakin larut, aku harus pulang, aku tidak ingin membuat kak Jihoon ataupun kak Junkyu khawatir padaku.

“Kak Yedam, maafin Dobby” Gumamku pelan sebelum melangkahkan kakiku untuk pulang ke rumah.











Alur ngebut.... ngenggg🚀⏩

Tak terasa semenjak kepergian kak Yedam 6 bulan yang lalu, aku masih tetap menjadi Doyoung yang bodoh.

Membunuh kak Yedam akan membuatku mendapatkan peringkat 1? Salah besar, aku tetap berada di peringkat 2 bahkan tiap semesternya peringkatku semakin menurun. Aku kembali di selimuti perasaan bersalah dengan setiap perbuatan yang aku lakukan akibat perintah dari suara – suara yang berasal dari telingaku yang kerap kali membuat pusing.

Selain kejadian Kak Yedam, dan orang yang aku celakai akibat telah membuat kak Jihoon di pecat dari pekerjaannya. Nyatanya, masih banyak lagi kejadian lain yang aku lakukan bukan atas kemauanku melainkan atas suara – suara yang selalu muncul menghantuiku.

Semenjak kematian kak Yedam, Haruto dan Jeongwoo perlahan menjauhiku. Menurut mereka akulah pembunuh kak Yedam karena waktu itu hanya tinggal aku dan kak Yedam yang masih berada di sekolah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ᴋᴀʟᴏᴘꜱɪᴀTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang