awal

6.4K 532 70
                                    


Greb.

Tangannya melingkar di pinggang sang istri, bibirnya yang bebas itu bergerak mengarah ke pipi istri nya yang masih diam tak melawan ataupun berbicara.

"Pagi." sapanya dengan nada yang terdengar sangat dingin.

"Oh, Haliii, pagi juga. Nyenyak tidurnya?"

Halilintar tak menjawab, dia membenarkan posisi pelukan mereka, lalu menangkup wajah sang dara dengan kedua tangannya.

"Hali??"

Sang empunya nama mendekatkan wajahnya ke wajah si dara, dirinya mengecup cepat bibir istrinya lalu sedikit terkekeh,

"Tidurku nyenyak ... Kayak biasa, bibirmu manis."

"HALIII!!"

Suaminya ini, tiap pagi pasti selalu seperti ini. Mengecup bibirnya sembarangan ataupun memeluknya secara tiba-tiba.

Ya, setidaknya itu jadi isyarat untuk [Name] bahwasanya Halilintar sudah bangun.

"Hali, kamu harus pergi pagi-pagi kan? Ayo mandi sekarang."

[Name] melepaskan pelukan mereka, lalu kakinya mencoba menyentuh lantai kamar tuk menuju ke kamar mandi.

"Ayo mandi berdua,"

Tanpa babibu dan seenaknya, Halilintar menggendong wanitanya kearah kamar mandi. Hal itu lantas membuat [Name] berteriak meminta diturunkan.

"Haliii, aku bisa jalan sendiri!"

"Kamu yakin? Kemarin aja kamu nabrak dinding lagi."

"Itukan karena tanganku masih belum bisa ngafalin dan ngenalin rumah ini. Aku butuh waktu setidaknya tiga bulan biar bisa terbiasa."

[Name] tak dapat melihat, karena itu, Ia mengandalkan penciumannya dan tangannya untuk bisa mengenali sesuatu.

Bahkan sampai sekarang saja, [Name] masih tak tahu bagaimana wajah Halilintar serta kembarannya-tidak,

Sebenarnya, [Name] bisa melihat sedikit, dan itu sangat sangat sangat sedikit, makanya saat bertemu dengan Halilintar dia tak melihat dengan jelas wajahnya itu. Wajah Halilintar sangat buram atau kabur dimatanya.

Dia pertama kali mengenal Halilintar itu saat Halilintar menolongnya untuk menyebrang jalan.

Awalnya sih [Name] hanya meminta tolong untuk membantunya menyebrangi jalan, eh malah berujung buat rumah tangga. :)

Iya, habisnya setelah itu, Halilintar jadi sering membantunya dan membuat mereka berdua menjadi dekat. Bahkan Halilintar menerima dirinya apa adanya.

Dan Halilintar ... Jatuh cinta kepadanya.

"[Name], hari ini kamu ke dokter lagi?"

"Iya, aku sama Thorn bakal kesana, gapapa kan?"

"Jam berapa?"

"Jam satu siang,"

"Gak usah sama Thorn, sama aku aja. Nanti kujemput dirumah, nanti kalo ada apa-apa, telpon aku, ya?"

[Name] menoleh kearah suaminya dengan raut wajah bingung,

"Memangnya Hali gak ada kerjaan di kantor? Memangnya gapapa? Aku ngerepotin gak, nih?"

Halilintar terkekeh, dia mengelus surai milik wanitanya lalu mengecupnya pelan,

"Gapapa, asal kamu semangat buat ngembaliin penglihatan kamu, ya?"

Memang katanya, ini bisa sembuh jika dibawa perawatan dan di latih terus, namun, dulu [Name] tak punya uang, apalagi dulu dia hidup bersama paman dan bibinya. [Name] kan tak ingin merepotkan keduanya.

Sekarang, saat Ia sudah menikah dengan Halilintar-suaminya itu menawarkan sebuah perawatan untuknya, Ia bilang dirinya yang akan membayarnya, lantas hal itu membuat [Name] tergoda dan memikirkannya terlebih dahulu.

Dari dulu, [Name] memang sangat ingin kembali melihat dunia seperti disaat dirinya berumur delapan tahun. Tapi, [Name] tak ingin merepotkan Halilintar, bahkan walau sekarang Halilintar itu berstatus sebagai suaminya.

Ya, pada akhirnya Ia menerimanya, sih. Dikarenakan Halilintar yang terus meyakinkan dirinya jikalau masalah biaya itu tak apa-apa.

[Name] mengangguk pelan, dia menarik kembali tangan Halilintar dari rambutnya yang masih basah karena habis keramas tadi. Lalu mengambil hairdryer yang dibantu oleh sang suami.

"Nanti aku ikut ke kantormu aja, ya, Halii. Biar kamu jam satu gak perlu jemput aku ke rumah."

Halilintar diam sebentar, sebelum akhirnya dia mengangguk dan mencolok kabel hairdryer milik istrinya.

"Iya, kalo itu maumu."

________________________________

Halilintar sadar, bahwa cinta itu tidak memandang apapun.

"Halii, ini bukannya wangi parfumku?!"




"Mata Hali itu, indah gak?"




"Aku penasaran sama muka Hali!!"




"Hali gak malu, punya istri kayak aku?"




"Maaf, ya Hali. Karena aku selalu ngerepotin Hali."

------------

"[Name], sini mendekat."




"Kamu itu pemilik mata terindah yang pernah kutemui."




"Mau jalan gak, nih?"




"Buat apa aku malu punya Istri kayak bidadari?"




"Semangat, ya. Aku yakin kamu bisa kembali liat indahnya dunia."




"Aku mencintaimu, dan akan terus begitu."

.... Dan Halilintar sudah jatuh terlalu dalam pada [Name].

-------------------------------------------------

Haiii, aku kembali bawa buku baru setelah yang sebelah tamat, hehehe.

Kali ini aku bawa Halilintar x Reader. Untuk alurnya aku kepikiran aja pas lagi ngegalau :')

Semoga kalian suka, ya.

NOTE;
1) Disini [Name] itu tunanetra, tapiii, dia tuh masih bisa ngeliat sedikit, walau sedikit banget kek secuil gitu tapi dia setidaknya masih bisa liat, lah.

2) [Name] selama ini mikir Halilintar itu mukanya biasa aja, gak ganteng dan gak jelek. Karena setiap dia nyoba fokus buat liat Halilintar, itu tuh burem banget dan dari penglihatan buram dia, dia ngeliatnya kek "oh orangnya b aja"

3) Ini juga jadi alasan kenapa [Name] mau nikah sama Halilintar. [Name] itu insekyur gitu, jadi dia ngadain standar buat dirinya, yaitu nikah sama cowo yang senasib, atau yang mukanya pas-pasan aja asal nerima dia apa adanya. Makanya dia oke-oke aja pas nikah sama Halilintar, karena dia pikir Halilintar masuk ke kriteria "Muka pas-pasan tapi nerima apa adanya"

Udaaah gitu aja, maaf kalo notenya panjang banget :( kalo ada yang ga dimengerti atau gimana, bilang aja yaa.

See u later!

beautiful eyes; b. halilintar [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang