Happy reading
***
Dua tangan besar memeluk Liana dari belakang ketika perempuan tersebut tengah memasak. Orang itu menaruh dagunya di bahu Liana, mengendus lehernya dengan manja.
"Gus, lepas dong ... saya kesusahan nih masaknya," gerutu Liana, berusaha melepaskan pelukan itu menggunakan satu tangannya.
Imam menggeleng, membuat Liana agak sedikit merasa geli. "Saya nyaman gimana dong?" godanya.
Liana berdecak, lalu menyikut perut Imam yang di mana lelaki itu pun memundurkan diri. "Aduh, sakit, Istriku ...," ujar Imam yang lebay menurut Liana.
Liana mengacungkan sodetnya membuat Imam mengangkat tangan. Galak sekali istrinya ini kalau sedang mode serius masak. Liana menunjuk ke arah meja makan yang tak jauh dari sana menggunakan sodet tersebut.
"Duduk di sana, tunggu saya selesai masak. Awas aja kalo makanannya gak enak, ini semua gara-gara kamu," kata Liana garang.
Imam jadi gemas melihat wajah itu. Akhirnya dia mengangguk dan mulai melangkah menuju meja makan, duduk di salah satu kursi untuk menunggu sang istri selesai masak.
Di saat seperti ini, Imam akan merasa beruntung memiliki istri seperti Liana. Ah, selalu beruntung menurutnya. Kalau dilihat dari mata, Liana memang memiliki kepribadian yang penyayang, penurut, dan tak suka marah-marah tidak jelas.
"Nih, udah siap."
Ketika Imam sedang melamun, tiba-tiba saja sepiring ikan goreng ada di hadapannya. Lelaki itu menoleh, lalu menyipitkan mata pada Liana. "Gak kamu kasih racun, 'kan?"
Liana pun reflek menepuk bahu suaminya. "Nggak, lah! Masa iya aku ngeracunin kamu, Gus. Ini masaknya aja pake sayang, lho." Liana menaik-turunkan alisnya.
Imam terkekeh, "Ya, siapa tahu kamu kasih racun-racun rindu buat saya. Biar saya mabuk cinta sama kamu."
Satu tabokan lagi Liana layangkan. "Ih, Gus ...."
Imam hanya terkekeh. Ia pun mulai mengambil piring dan nasi, lalu memasukkan lauk ikan goreng masakan istrinya itu ke dalam piring tersebut.
Setelahnya, dia berdoa dan segera memakannya. Binar mata terpampang jelas dari manik Imam, melalui penglihatan Liana. Suaminya begitu lahap memakan masakannya.
"Parah sih, ini. Istri saya memang paling jago soal masak-memasak," puji Imam. Namun sama sekali tak ada respons sama sekali dari istrinya, membuat Imam menatap Liana dengan lekat. "Kamu kenapa? Kok kelihatan gak senang gitu. Saya salah puji, ya?"
Liana menghela napas lelah. Dia membuang wajahnya ke arah lain, tak mau menangis di depan Imam.
"Kamu kenapa, Ya habibati?"
"Bisa gak, Gus gak usah buat saya khawatir sekali aja?" tanya Liana yang kini sudah menatap suaminya.
Imam berkerut bingung. Khawatir bagaimana? Bahkan Imam tak melakukan apa pun. "Kamu kenapa? Demam?" Imam meletakkan tangannya ke kening Liana, seakan-akan tengah mengecek suhu perempuan itu.
Liana mengambil tangan itu dan menggerutu, "Bau amis, Gus ... ih," kesalnya, karena Imam menggunakan tangan kanan.
Imam lagi-lagi terkekeh, "Ya maaf. Habisnya saya gak paham sama ucapan kamu. Kamu kenapa? Cerita aja ke saya."
Liana menggeleng. "Percuma. Orang yang saya ceritain ini selalu bahayain dirinya demi saya."
"Orang itu ... saya?"
"Ya, siapa lagi?" kesal Liana sembari memukul-mukuli bahu Imam beberapa kali, membuat lelaki itu mengaduh kesakitan.
"Aduh, galak banget sih kamu. Gak ada lembut-lembutnya. Memangnya kenapa kalau saya bahayain diri sendiri demi kamu? Saya kan hanya ingin menjaga apa yang harusnya saya jaga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Suci Gus Imam || New Version
Espiritual[SUDAH TAMAT] -- New Version -- Mengisahkan tentang kehidupan seorang gus yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Yaman. Di mana saat pulang, gus tersebut menolak untuk dijodohkan dengan seorang ning, karena bertemu dengan seorang gadis yang berha...