Prolog

38.3K 915 18
                                    

Suara jeritan kesakitan diiringi suara cambukan dan pukulan yang masih belum berhenti hingga adzan maghrib berkumandang membuat Naila begitu takut dan hanya diam membeku bersembunyi di bawah kolong tempat tidurnya. Hingga pagi menjelang dan ia harus bangun untuk berangkat ke sekolah di antar ibunya yang semalam di hajar habis-habisan oleh pria yang ia panggil ayah.

"Naila, apa cita-citamu?" tanya teman sebangku Naila yang sedang melihatnya mengisi biodata di notes warna-warni bergambar milik temannya sebelum akhir pembelajaran di kelas 12.

"Ibu rumah tangga," jawab Naila dengan mata yang berkaca-kaca menulis cita-citanya lalu makanan favoritnya.

Suara bel berdering nyaring di seluruh penjuru sekolah menandakan pembelajaran hari ini sudah selesai. Naila merasa begitu berat untuk pergi dari sekolah kali ini. Perasaannnya begitu tidak enak dan takut untuk pulang ke rumah. Naila takut mendengar orang tuanya yang bertengkar. Naila lelah melihat ibunya yang terus di pukuli ayahnya. Naila ingin menyudahi semua tapi ia terlalu lemah untuk melakukannya.

"Cepat ganti baju, ikut ayah!" perintah Edo yang tampak sudah rapi dan siap membawa Naila pergi.

"Mau kemana?" tanya Naila takut.

"Daripada kamu banyak tanya mending kamu cepet pergi ke kamarmu, ganti baju, terus pergi ikut ayah!" bentak Edo yang jadi emosi karena pertanyaan sederhana Naila.

Naila menahan tangis dan rasa takut juga laparnya lalu menuruti ayahnya untuk ganti baju dan mengikutinya pergi. Tak jelas Naila di bawa kemana, Naila juga tak berani bertanya lagi. Ia melihat rumah besar yang begitu megah, suara gong-gongan anjing penjaga menyambut kedatangannya yang datang menaiki mobil pickup yang biasa di gunakan mengangkut mebel dari pabrik. Pemeriksaan oleh petugas keamanan berlangsung singkat.

Naila menatap langit-langit rumah yang begitu mewah, lampu kristal yang digantung menjuntai dengan indah dan mewah, interior berwarna putih dengan detail berwarna emas, lantai marmer yang bersih mengkilap, dan lukisan-lukisan yang tergantung di temboknya. Jelas empunya rumah bukan orang sembarangan.

"Ini anak saya Naila, masih gadis, beberapa hari lagi lulus SMA..."

"Bawa dia waktu sudah lulus, baru ku beri uangnya," ucap seorang pria bertubuh atletis, dengan paras yang tampan dan menggunakan kaca mata mengibaskan tangannya dengan angkuh mengusir Edo dan Naila.

"Ayah, apa maksudnya ini?" tanya Naila panik.

Pria itu tertawa sinis menatap Naila yang kebingungan. "Bapakmu jual kamu," ucapnya sambil berjalan menuruni tangga.

"Ayah?!" bentak Naila tak terima. "Bilang kalo dia bohong! Ayah gak mungkin kan jual aku?!"

Plak! Edo menampar Naila hingga ia tersungkur di lantai.

"Stop!" tahan pria itu begitu Edo siap menghajar Naila lagi. "Kamu pukul dia lagi, tanganmu buntung..."

Edo mengangguk paham dengan ketakutan mendengar ancaman pria itu lalu menggandeng Naila kembali ke mobil untuk pulang. Naila hanya bisa menangis kecewa karena ia di jual oleh ayahnya. Witri yang tau suaminya benar-benar menjalankan niatannya untuk menjual Naila demi uang tak bisa menyembunyikan kemarahannya lagi.

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Naila tetap di jual pada Robi Suandakni, pewaris tunggal FS Group yang sudah membeli Naila dengan mahar lima ratus juta. Edo juga sudah menandatangani kontrak dan bersepakat. Demi mempertahankan usahanya dan melunasi hutangnya Edo tega menjual putrinya, putri semata wayangnya.

.

.

.

Kalo pengen cerita ini di lanjutin komen "Next" ya.

29 Agustus 2022

Heir Baby [Tamat] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang