bab 1

17.7K 753 6
                                    

Secara berkala tiap dua hari sekali Naila selalu di datangi orang suruhan Robi. Entah untuk ke dokter atau perawatan tubuh. Kadang Naila juga di antar jemput ke sekolah karena beberapa orang yang di tugasi Robi untuk mengawasinya di kejauhan khawatir akan keselamatan Naila. Terus begitu hingga Naila lulus dan harus menghadiri pernikahannya yang sama sekali tidak ia inginkan apa lagi rencanakan itu.

"Kamu tidak suka?" tanya Robi yang menghampiri Naila di kamar riasnya.

Naila memalingkan wajahnya begitu melihat pria yang sudah membelinya itu. Naila ingin menangis dan memarahinya kalau saja ia tidak sedang dalam kondisi seperti ini.

Robi tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Naila yang di artikan sebaga ejekan bagi Naila. Padahal Robi sudah berbaik hati dan berusaha menurunkan sedikit egonya untuk Naila tapi tanggapan Naila begitu dingin padanya. Entah siapa yang malang di sini.

"Permisi... " ucap seorang pria yang datang menghampiri Robi sambil menunjuk jam tangannya menunjukkan sudah waktunya Robi mengucap ijab qobul pernikahannya dengan Naila.

Naila mengintip dari balik jendela. Ia tak melihat ibunya, ia hanya melihat ayahnya bersama wanita muda yang begitu mesra menemaninya. Suara saksi berseru "Sah! " dengan semangat seiring selesainya ijab qobul yang di lafalkan Robi dengan lancar. Seketika airmata Naila mengalir tanpa dapat ia tahan lagi. Ia sudah resmi menjadi seorang istri dari pria yang belum ia kenal sedikitpun.

"Cup... Cup... Cup... Jangan nangis cantik, nanti make upnya berantakan lagi... " ucap make up artis yang menemani Naila yang panik dan berusaha menenangkannya.

Mati-matian Naila berusaha menahan airmatanya sambil sesekali menyekanya dengan tisu. Tak lama seorang wanita datang menjemput Naila untuk keluar menemui Robi dan tamu yang lain. Robi tampak begitu senang melihat Naila yang masih menangis berjalan ke arahnya.

"Salim! Cium tangan! " geram Edo pelan karena Naila hanya duduk diam menatap Robi.

Naila menjabat tangan Robi lalu menciumnya, tangisnya kali ini benar-benar tak bisa ia tahan karena ibunya benar-benar tidak hadir di pernikahannya kali ini. Padahal ia sudah sama-sama menyiapkan baju dan membayangkan hal indah bersama dalam...entah kejadian ini berkah atau musibah.

Robi mengecup kening lalu bibirnya cukup lama, bahkan Robi tidak malu-malu untuk memagut bibir Naila yang hanya diam saja dari tadi. Kalau saja tidak di ingatkan oleh naib yang menikahkannya tadi mungkin Robi sudah mengawini Naila di depan umum juga.

"Ayah, ibu mana?" tanya Naila setelah selesai berdoa sambil berbisik pada Edo.

"Ini ibumu yang baru," jawab Edo sambil menunjuk wanita muda yang duduk di sampingnya.

Naila menggeleng pelan tak percaya dengan apa yang ia dengar, badannya langsung terkulai lemas hingga tersandar pada Robi yang duduk di sebelahnya secara tidak sengaja. "Ibuku, ibu Witri di mana?" tanya Naila lagi dengan suara yang sedikit meninggi.

"Gak di ajak! Udah diem!" Edo berusaha menenangkan Naila. "Ibumu itu dah tua, jelek. Ayah malu ajak kesini jadi ayah ajak istri baru ayah."

Robi melirik Edo tajam lalu merangkul Naila. "Kamu gapapa?" tanya Robi khawatir pada Naila setelah mendengar semua percakapannya dengan Edo.

Naila menatap Robi lalu menggeleng dengan memelas. "Bawa aku pergi dari sini... " lirih Naila memohon pada Robi.

Robi tersenyum senang mendengar permohonan Naila. Semua orang berdiri, beberapa keluarga dekat Robi mendekat hendak menyalami dan berfoto dengan mempelai. Naila sudah tak dapat berdiri lagi setelah mendengar ucapan ayahnya yang sangat memukul perasaannya. Sudah kecewa karena di jual, sekarang Naila tau bila ayahnya nikah lagi. Pantas saja selama ini ia di awasi oleh orang-orang suruhan Robi begitu ketat.

Naila dulu sudah khawatir bila terjadi sesuatu dengan ayahnya. Tapi sekarang ia tau kenapa ayahnya tak pernah ada di rumah. Kenapa ia di awasi dan di antar kesana-kemari. Ternyata ayahnya menikah lagi selama ini. Pandangan Naila perlahan menjadi gelap, pijakannya terasa tak setabil dan bergoyang-goyang seperti gempa, kepalanya terasa begitu berat lalu tiba-tiba ia sudah tak sadarkan diri.

●●●

Witri hanya menangis di rumahnya seorang diri. Ia sudah rapi menggunakan kebaya seragamnya untuk datang menghadiri pernikahan putrinya. Ia sudah dandan ke salon dengan cantik. Bahkan ia sudah mengambil cuti karena ingin datang ke pernikahan Naila.

Witri sudah membayangkan betapa bahagianya putrinya nanti, meskipun ia tak menikahi pria pilihannya yang ia cintai. Paling tidak ia merasakan betapa mewah dan indahnya menjadi ratu sehari. Apa lagi pria yang meminangnya bukan pria main-main. Tapi ia tak bisa apa-apa karena suaminya malah meninggalkannya juga merusak motornya karena ingin datang bersama istri barunya.

Witri sadar ia sudah tidak cantik, sudah kisut. Tapi ia merasa berhak setidaknya melihat secara langsung anaknya menikah. Meskipun ia harus datang naik motor dan melihat dari kejauhan Witri rela. Tapi sekarang ia tak bisa apa-apa. Tak hanya motor yang di rusak tapi dompetnya juga di ambil paksa.

"Assalamualaikum... " ucap Witri yang akhirnya memaksakan dirinya untuk tetap hadir ke pernikahan Naila dengan mencari bantuan ke rumah tetangganya.

Tak satupun tetangganya di kompleks yang menjawab. Semua pergi kerja dan punya kesibukan di pagi hari, maklum tinggal di perumahan PGRI. Witri mengetuk rumah satu persatu hingga sampai rumahnya lagi dan ia akhirnya hanya bisa mengabari Naila saja kalau ia tak bisa hadir.

"Ibu kemana?" tanya Naila yang langsung menelfon dengan ponsel Robi karena ponselnya yang tak ada pulsanya.

"Ibu sakit perut, terus ada rapat nanti siang. Jadi nggak bisa dateng..." dusta Witri sambil berusaha menahan tangisnya dan tetap tegar selama bicara dengan Naila.

.
.
.
Kalo suka dan mau lanjut komen "Next!" & follow author.

Heir Baby [Tamat] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang