Bab 14

6.9K 354 2
                                    

Robi hanya diam memandang Bara yang di kerubungi para perempuan sexy yang menjajakan tubuhnya. Beberapa perempuan datang ke mejanya bergelayut manja dan mencoba menggodanya juga. Biasanya Robi senang tapi kali ini ia tak suka sama sekali ketika di goda. Sudah berkali-kali ia menampik tangan lentik kurang ajar milik para wanita malam yang ada di klub. Ada rasa bersalah dalam hati kecil Robi bila ia meladeni perempuan-perempuan itu.

Robi juga mengurungkan niatnya untuk asal membuang spermanya selama istrinya belum hamil. Ia hanya ingin bercinta dengan Naila untuk sementara waktu pikir Robi hanya sampai Naila hamil lalu ia akan bebas kembali.

"Aku mau pulang... " ucap Robi.

"Hah? Pulang? Ini baru jam sembilan... " ucap Bara kaget.

"Ada urusan," dusta Robi lalu keluar dan memilih pulang dengan taxi dari pada bersama Bara atau menunggu supirnya datang menjemput.

Robi ingin cepat pulang dan menghabiskan waktu bersama Naila. Apa lagi ia menyadari pergi ke klub untuk party saat ini bukan pilihan yang baik dan menyenangkan. Mungkin.

"Tuan pulang! " seru kepala pelayan yang membuat semua orang panik lalu segera kembali ke posisi masing-masing.

Naila ikut panik dan bingung harus bagaimana. Ester juga langsung berdiri bersiap di posisinya. Sementara Naila akhirnya memilih duduk berpura-pura santai sambil memakan stroberinya.

"Istriku mana?" tanya Robi begitu pintu di buka.

"Ada Tuan, sedang menonton film... " ucap kepala pelayan sambil mengikuti Robi masuk.

"Kok udah pulang Mas?" tanya Naila begitu Robi mendekat ke arahnya.

"Kenapa tidak di kamar?" tanya Robi begitu melihat Naila yang menonton film di bawah.

"Stroberi... " jawab Naila sambil menunjukkan box plastik berisi stroberi segar yang masih dingin.

Robi menghela nafasnya dalam kesal lalu berjalan ke kamar duluan. Robi merasa bodoh. Ia buru-buru pulang dari klub ke rumahnya meninggalkan party dan segala kesenangan duniawi di sana hanya demi Naila dan saat ia sampai rumah Naila malah asik makan stroberi sendiri.

Bahkan Naila bisa dengan santainya mengatakan "kok udah pulang Mas? " sebagai sambutan pada Robi yang baru pulang. Menyebalkan sekali. Tapi dari itu semua Robi paling kesal karena dirinya kebingungan pada perasaannya yang tak menentu dan Naila malah tak menunjukkan perasaannya sedikitpun.

"Taruh di lemari es lagi, besok ku makan lagi... " ucap Naila lalu berjalan ke kamar menyusul Robi.

●●●

Witri tampak bingung harus pergi kemana setelah ia di usir dari rumahnya sendiri. Rumah yang ia beli secara mencicil sejak menjadi guru itu di gadaikan oleh suaminya sendiri yang sudah menjual putrinya dan menikah lagi. Sekarang selain tak punya rumah Witri juga di gugat cerai oleh suaminya.

Ingin kembali ke rumah orang tuanya ia takut membuat kondisi makin buruk. Ingin pergi tak punya tujuan. Ikut Naila, Naila saja juga tidak dalam kondisi yang baik. Witri tau bila anaknya sedang berusaha menyesuaikan diri bersama suaminya.

Tapi di tengah kebingungannya berkendara tanpa tujuan mencari tempat untuk bermalam, tiba-tiba mantan suaminya lewat di depannya bersama istri mudanya yang tampak begitu sumringah dan bahagia. Keduanya juga tak merasa bersalah sedikitpun setelah membuatnya susah.

Menjelang tengah malam Witri masih belum. Menemukan tempat untuk bermalam, sampai akhirnya ia terhenti di depan rumah Robi yang begitu megah. Ingin mengetuk pintu dan meminta ijin masuk pada penjaga yang ada di gerbang. Tapi ia mengurungkan niatnya dan kembali membawa motornya menjauh.

Kling! Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya dari adiknya yang akhirnya mengizinkannya untuk menginap malam ini. Witri langsung bergegas putar balik menuju rumah adiknya.

●●●

"Tuan, tadi ibu Witri kesini... " ucap kepala pelayan memberi tahu Robi yang ada di ruang kerjanya karena masih bingung dengan perasaannya dan Naila yang tak merayunya.

"Mertuaku?" tanya Robi memastikan.

"Iya tuan... "

"Ada apa?"

"Tidak tau tuan, hanya diam sebentar lalu pergi lagi..."

Robi mengusap wajahnya. "Naila tau?"

"Tidak tuan... "

"Jangan kasih tau. Hubungi mertuaku, bilang aku memintanya kemari... " ucap Robi lalu buru-buru kembali ke kamarnya.

Naila masih menatap ponselnya menunggu balasan dari ibunya karena dapat kabar kalau rumahnya di sita pegadaian.

"Mas, aku pulang boleh gak?" tanya Naila tiba-tiba.

"Hah?! Ini dah pulang, mau pulang kemana lagi?" tanya Robi panik.

"Ayah bilang ibu di usir dari rumah. Rumahku di sita pegadaian. Aku mau tebus rumahku... " jawab Naila dengan mata berkaca-kaca.

Robi menghela nafas. "Besok aku tangani. Kamu ga usah mikir aneh-aneh... " ucap Robi lalu duduk bersandar di tempat tidurnya.

Naila masih murung lalu tiduran sambil menunggu balasan dari ibunya. Robi mengambil ponselnya dan meletakkannya di atas laci lalu ikut tiduran di samping Naila.

"Ibuku tidur dimana ya sekarang? Udah malem gini... Ayah juga di chat ga bales, di telfon ga bisa... " gumam Naila sambil memandangi langit-langit kamarnya yang di hiasi bintang-bintang dari wallpapernya yang berubah saat lampu di matikan.

"Keluargamu itu sebenernya gimana?" tanya Robi penasaran sambil menatap Naila.

Naila menoleh ke arah Robi lalu kembali menatap langit-langit kamar. "Biasa. Aku, ayah, ibu. Ibuku kerja jadi guru BK, ayahku punya usaha konveksi. Waktu aku masuk SMA bisnis ayah mulai berantakan. Ayah mulai sering pergi ga jelas. Terus tiba-tiba pabriknya bangkrut. Di sita bank. Aset tinggal mobil pickup sama rumah yang dulu di kontrakin sama ibu. Kita pindah kesana. Rumah utama di jual. Ayah bilang uang jual rumahnya mau di pakek buat bikin bisnis baru..."

"Terus? Jadi bisnisnya?" tanya Robi penasaran.

Naila menggeleng. "Kalo jadi aku gak di sini... " jawab Naila satir lalu tersenyum menatap Robi. "Ayah sering main, pergi ga jelas. Kadang sampe malem, kadang ga pulang-pulang... Tiba-tiba duitnya habis. Orang-orang bilang ayah punya cewek baru. Janda muda kampung sebelah. Sejak itu ibu sama ayah sering bertengkar. Aku juga sering di marahin. Tiba-tiba aku di jual... " Naila sedih.

Robi memeluk Naila yang tampak sedih.

"Aku dah ga papa di jual, jadi istrimu. Aku senang... Aku cuma kecewa sama ayah. Itu aja... " ucap Naila lalu membalas pelukan Robi.

Robi merasa senang, sedih dan menyesal secara bersamaan. Senang Naila bisa menerima dirinya dan statusnya sekarang, sedih karena Naila di buat sedih, dan menyesal karena ia membeli Naila secara paksa. Tapi mungkin juga kalau bukan ia yang membelinya Naila akan hidup lebih susah lagi sekarang.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Heir Baby [Tamat] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang