Tiga hari sudah Kirana hanya berdiam diri di rumah dengan segala rasa tidak nyaman yang dideritanya, beruntung setiap morning sick neneknya sudah turun untuk berjualan, dan hal tersebut membuat Kirana masih aman dari masalah yang akan bertambah; kalau sampai Nenek Park mengetahui kehamilannya tersebut. Hari ini dia sudah merasa jauh lebih baik dari hari-hari sebelumnya, tanpa sadar ingatan Kirana tertuju pada Aidan, setelah berpikir sejenak, akhirnya dia memutuskan untuk menghubungi atasannya itu dan meminta bertemu.
Kirana terus berjalan di seluruh ruangan, dia terus mencari ponsel yang selama tiga hari entah dia tinggalkan di mana. Saat matanya tertuju pada tas yang dibawanya—saat hari di mana dia tidak sadarkan diri—tangannya segera mencari benda segi empat tersebut. Hatinya mencelos saat mendapati ponsel itu telah mati karena kehabisan baterai, Kirana benci jika harus menunggu di saat suasana hatinya untuk menghubungi Aidan sedang dalam keadaan bersemangat.
Dia tidak mempunyai pilihan lain selain mengisi baterai ponselnya hingga bisa menyala kembali, sambil menunggu dia berjalan keluar kamar untuk mencari sarapan. Neneknya tidak mengijinkan Kirana untuk keluar kamar saat dia sakit beberapa hari terakhir, terlebih ini adalah kali pertama Kirana sakit seperti itu semenjak dia hidup bersama Nenek Park, wanita itu pasti sangat khawatir, dan Kirana merasa sedih setiap kali melihat raut wajahnya yang tampak khawatir saat mengantarkan makanan untuknya.
Sebelumnya dia tidak pernah sakit lebih dari sehari semalam, biasa cukup hanya dengan istirahat dan tidur, maka keesokan harinya dia pasti akan sehat kembali, Kirana duduk di meja makan, dia sarapan roti tawar yang dilapisi telor mata sapi, selada, bawang bombay serta tomat yang telah di oseng sebentar. Sandwich dadakan yang cukup dia sukai, setidaknya menu itu cukup membuat kenyang meski itu bukanlah menu sarapan orang Korea—lagi pula Kirana juga memang bukan terlahir di negara tersebut.
Setelah semua sarapan itu berpindah ke dalam perutnya, dia kembali ke kamar dan menghampiri ponselnya yang sudah dapat dinyalakan. Ada rasa bersalah saat mendapati tiga puluh panggilan tidak terjawab, menurut sepengetahuan Kirana nomor tersebut adalah milik Nathan. Tidak ada pesan yang kirimkan oleh pria itu, entah apa yang dicari pria itu sehingga dia menghubungi Kirana sebanyak itu.
Pandangan Kirana terhenti saat nomor pria itu berada dalam daftar panggilan masuk, seingatnya dia tidak pernah mengangkat telpon dari solois terkenal itu, atau mungkin dia mulai lupa karena terlalu banyak pikiran? Hingga lupa bahwa pria itu pernah menelpon? Entahlah, yang jelas Kirana tidak terlalu memperdulikan kejanggalan tersebut, saat ini dia sedang mengetik pesan singkat untuk Aidan yang notabene adalah pemilik cafe tempatnya bekerja.
Aku sudah merasa lebih baik, jika ingin bertemu biarkan aku yang datang ke sana, Oppa tolong kirimkan saja alamatnya .
Kirana menunggu dengan cemas balasan dari Aidan, atasannya itu memang selalu membuatnya terpesona. Tapi Kirana tidak sekalipun berani untuk berharap, meski pria itu sangat baik dan perhatian, tapi status sosial mereka yang berbeda sudah cukup untuk mengukur kesenjangan yang terlihat.
Seorang pangeran tidak mungkin dapat bersatu dengan upik abu seperti dirinya, hal seperti itulah yang selalu ada benak Kirana tentang dirinya dan Aidan. Bunyi berdenting dari ponsel membuatnya bergerak denga cepat, dia meraih benda persegi tersebut lantas membuka kotak masuk dengan segera.
Sebaiknya kamu bersiap-siap, nanti aku akan menjemputmu ke rumah, lalu kita pergi untuk makan siang bersama.Kirana hanya tersenyum membaca pesan balasan dari pria itu, Aidan memang pria yang baik, tapi Kirana selalu merasa takut jika dia benar-benar serius dengan ucapannya waktu itu, ingin dengannya dan mengorbankan masa lajang, serta kesempatan besar untuk mendapatkan wanita yang jauh lebih baik darinya.
Memikirkan hal tersebut membuat hati Kirana berubah sendu, meski Kirana berusaha untuk tetap tegar, tapi guratan takdir yang Tuhan gariskan membuatku harus berusaha untuk semakin kuat.
Tumpuan hidupnya hanya nenek Park, dalam hidup ini tidak ada hal yang ingin dia lakukan selain membahagiakan wanita paruh baya itu, tapi kni semua asa itu pupuslah sudah, berganti rasa pedih yang menikam hati, Kirana hanya menjadi seorang anak yang akan membuat nenek Park menanggung malu. Dia tidak mungkin membunuh nyawa yang tidak berdosa—yang tengah berkembang dalam perutnya—demi mempertahankan agar senyum di wajah renta itu tetap terlihat.
Kirana merasa seperti tengah berjalan di atas bara, dia merasakan panas dan kesakitan. Nenek Park adalah pusaran hidupnya, tapi janin itu memberi semangat dan rasa kasih yang tidak sanggup untuk dia tepis. Bayangan akan seorang bayi yang tengah bermain dalam pelukan, itu selalu menjadi hal yang membuatnya sanggup untuk tetap mempertahankan nyawa tidak berdosa itu, Tuhan telah mengijinkan dirinya untuk dapat merasakan indahnya menjadi seorang calon ibu.
Kirana pasti akan merasa sangat berdosa jika memutus kesempatan yang telah Tuhan berikan. Meski harus tertatih dia tetap harus menjalani semuanya, bahkan tidak semua orang dapat menjadi seorang ibu, pemikiran tersebut sedikit banyak membuat batin Kirana merasa bisa lebih kuat, dia pasti mampu untuk menghadapi semuanya, karena Sang Pencipta tidak akan pernah memberikan cobaan di luar batas kemampuan umatnya.
Kirana melirik ke arah jam di dinding yang sudah menunjukkan hampir pukul sebelas, dia harus bersiap sebelum Aidan datang. Pasti akan sangat memalukan jika membuat pria itu menunggu, Aidan pasti sudah sangat lelah dengan pekerjaannya, dan sekarang pria itu memilih ikut terlibat dalam masalah yang tengah menimpa Kirana. Jika boleh jujur dan mempunyai keberanian lebih, Kirana ingin sekali meminta Aidan agar tetap menutup mata, dan berpura-pura tidak mengetahui apapun. Namun segala daya yang dia miliki hanya sebatas dalam hati.
Kirana tidak akan sanggup jika harus membuat wajah ceria pria itu berganti menjadi duka, dia tdak akan pernah sanggup jika mengeluarkan perkataan yang dapat melukai hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Winter Flower [Flower Series #1]
Romance"Ini tentang memilih orang yang harus bertanggung jawab, atau orang yang ingin mempertanggung jawabkan kesalahan orang lain." -Winter Flower-