SYRA POV
"Lho? Bunda? Ayah? Kok kalian bisa disini?"
Aku baru saja pulang dari kantor dan sekarang aku dikejutkan dengan kedatangan kedua orang tuaku di apartemenku. Setelah mencium tangan kedua orang tuaku, aku mempersilakan mereka masuk. Melihat ekspresi wajah mereka yang serius, sepertinya ada yang tidak beres.
"Bunda sama Ayah ada janji dengan seseorang," jawab Bundaku. "Siapa? Teman sekolah Bunda sama Ayah?" tanyaku seraya duduk di sebelah bunda. "Syra." Aku menoleh ke Ayah yang memanggilku. "Ada apa, yah?" tanyaku. "Kapan ka..."
Ting tong!
Ucapan Ayah terpotong oleh bunyi bel, aku berdiri dan izin untuk membukakan pintu.
Cklek!
Mataku sukses terbelalak kaget melihat siapa yang bertamu. "Gerrald? Ngapain kamu kesini?" tanyaku. Bukannya menjawab, dia justru tersenyum. Yah! Sejenis senyum misterius dan penuh arti.
"Waah, Nak Gerrald ternyata sudah datang. Syra! Kenapa Gerrald nggak disuruh masuk?" Aku terkejut mendengar suara Ayah yang kini sudah berdiri dibelakangku. Aku pun terpaksa mempersilakan Gerrald masuk.
Disinilah aku sekarang. Duduk di sofa yang ada ruang santai. Orang tuaku duduk di sofa seberang, sedangkan Gerrald duduk di sebelahku (jadi posisiku & Gerald berhadapan dengan orangtuaku). Sedari tadi aku hanya diam. Gerrald sibuk berbincang dengan Ayahku yang kudengar isi pembicaraan mereka adalah tentang bisnis dan bundaku sesekali menimpali.
Huh! Kenapa dia bisa merebut hati orangtuaku dengan mudah sih?! Padahal seingatku, Ayah tidak mudah akrab dengan orang asing. Well, bisa dibilang Gerrald tidaklah asing, Dulu Gerrald dan aku teman SMA, hanya sekedar teman sekelas. Dan dulu kami sering kerja kelompok bersama, jadi Gerrald sering datang kerumahku.
"Jadi kapan kalian menikah?" suara bariton khas ayahku membuatku kembali ke kenyataan.
"Eh? Siapa yang menikah?" tanyaku cengo. Aku memandang Bunda dan Ayah bergantian, lalu tatapanku beralih ke Gerrald. Pria itu terlihat acuh. "Tentu saja kalian. Kamu sama Gerrald,"jawab Bunda.
"A..aku?" Aku menunjuk diriku sendiri. Setelah itu aku menoleh kearah Gerrald. "Apa maksudnya ini?" tanyaku padanya. "Maaf, aku lupa memberitahumu," ucapnya lalu tiba-tiba saja dia berdiri lalu berlutut dihadapanku. Nafasku terasa berhenti.
"Maaf jika aku terlambat mengatakan. Syra, will you marry me?" Aku membekap mulutku menahan pekikan saat mendengar kalimat itu terucap dari mulut Gerrald. Dia melamarku 2 kali. Namun kali ini ia mengucapkannya di hadapan orang tuaku. Apa yang di pikirkan olehnya? Memangnya perkataanku semalam tidak jelas? Pria ini benar-benar gila!
Aku masih terdiam, tak sepatah katapun keluar dari mulutku. Kalau boleh jujur, aku masih terkejut dengan lamarannya semalam. Dan sekarang dia melamarku 'lagi' dihadapan orang tuaku. Aku memang sempat mencintai Gerrald saat SMA dulu. Namun itu sudah hilang setelah kejadian yang menciptakan jurang pemisah yang dalam dan luas antara aku dan Gerrald. Tak bisa kutampik kalau hati kecilku berseru bahagia. Tetapi aku tahu, ada sesuatu yang disembunyikan olehnya. Lantas apa yang harus aku lakukan? Aku masih ragu dengan lamaran Gerrald. Aku ingat betul tatapannya saat terakhir kami bertemu saat kelulusan dulu, ia memandangku penuh benci dan amarah yang tak kuketahui apa sebabnya. Yang jelas, mustahil bagi orang yang membencimu, yang hilang lalu kini datang dan melamarmu?! Terlalu konyol.
Aku menatap kedua orang tuaku sebentar. Lalu beralih ke Gerrald. "Uum...jujur, aku masih sedikit bingung. Bisakah kita bicara berdua sebentar?"
Gerrald mengangguk. Kubawa dia ke balkon yang letaknya cukup jauh dari ruang santai. Setidaknya orang tuaku tidak akan mendengar pembicaraan kami.
"Apa kau gila? Sudah kubilang aku menolak. Dan sekarang kau melamarku di depan orang tuaku?"
Lelaki itu hanya tersenyum. "Dan aku pun sudah bilang, tidak ada penolakan."
Aku mengusap wajahku gusar. Kenapa semuanya begitu tepat?
"Oh! jangan-jangan kau yang membuat janji temu dengan orang tuaku?" desisku. Gerrald menunjukkan seringainya. "Bingo!"
Ingin rasanya aku melempar pria ini dari balkonku. Aku melirik orang tuaku yang terlihat berbincang di sofa. Aku tidak buta untuk melihat wajah penuh harap mereka saat Gerrald melamarku tadi. Aku sangat ingin menolak lamaran itu, tapi aku tidak tega melihat wajah kecewa mereka. Hal yang paling kuhindari adalah membuat orang tuaku sedih.
Aku menghela nafas panjang. Semoga pilihanku ini tidak salah.
"Baiklah. Sepertinya aku tidak punya pilihan. Sekarang kita kembali ke dalam dan bicara pada orang tuaku."
Kami kembali ke dalam. Ayah dan Bunda langsung menatap kami dengan senyum berharap di wajah mereka.
"Yes, i do. Aku mau nikah sama kamu."
Akhirnya kalimat itu lepas dari mulutku dengan berat hati. Kulihat orang tuaku yang tersenyum bahagia. Bahkan bunda meneteskan air mata terharu. Ayah terlihat senang dan memeluk Gerrald.
Ya Tuhan, kumohon...jangan buat aku menyesali keputusan ini.
***
GERRALD POV
"Cheers!"
Suara dentingan gelas yang beradu terdengar memekakkan telinga, belum lagi tawa mereka yang menggelegar. Ah! Aku lupa. Saat ini aku berada di salah satu klub malam langgananku dan merayakan pesta lajangku bersama tiga sahabatku. Sebenarnya aku tidak ada niatan untuk melakukan pesta lajang ini, tapi salah satu patner in crime ku, Morris, dia yang mengundangku.
"Wohoo..akhirnya kau menikah juga dude!" ucap Daren sambil merangkul pundakku, pria ini adalah playboy sejati. "Kalau boleh tahu, siapa wanita malang yang terperangkap pesonamu?" tanya Theo sambil meneguk sebotol whiskey. "Dia," jawabku tanpa menyebutkan nama. Dan kurasa mereka juga bisa menebak siapa yang kumaksud. "Oh! Damn! Bagaimana bisa kau menaklukannya?" Aku menutup telingaku karena Daren bertanya dengan suara lantang tepat ditelingaku. "Kalian tidak perlu tahu, yang pasti dia sudah masuk perangkapku." ujarku seraya meminum vodka-ku. "You're a monster!" seru Theo. Aku menyeringai. "Aku sangat penasaran sekarang dia seperti apa. Terakhir bertemu adalah saat kelulusan dulu. Aku masih ingat dulu dia sangat cupu dengan kacamatanya yang jadul. Aku tidak bisa membayangkan dia yang akan menjadi istri pangeran kita," Aku tersenyum miring mendengar pernyataan Daren tentang Syra. "Aku berani bertaruh Syra akan terlihat menjijikkan saat pernikahan nanti," seru Daren dengan yakinnya. "Baiklah! Jika kau benar, kau bisa datang ke klub ini gratis beserta fasilitas VIP. Jika kau salah, berikan Ferrari enzo mu padaku," tantang Theo yang disambut dengan seruan 'deal' oleh Daren. Kali ini aku tertawa kecil, kurasa kau harus merelakan mobil ferrari enzo kesayanganmu Daren.
---keesokan harinya---
"RAMA! DIMANA BERKAS YANG HARUS AKU TANDA TANGANI!" teriakku dari dalam ruanganku. Pagi ini semuanya menjadi kacau karena semalam aku hangover. Jadilah aku kesiangan dan terpaksa menunda meeting dengan klien. "Ini sir." Aku menerima dengan kasar berkas yang disodorkan Rama, kubaca sekilas lalu kutanda tangani. "Batalkan semua janji hari ini. Setelah ini aku harus pergi," ucapku seraya berdiri lalu berjalan pergi.
Begitu sampai di basement, aku segera memasuki Lamborghini Aventador hitamku lalu mengambil ponselku untuk menelpon Syra.
"Kau dimana?" tanyaku to the point.
"......."
"Sudahlah! Jawab pertanyaanku. Kau dimana?"
"Baiklah! Tunggu disana dan jangan berani-beraninya kau pergi." Setelah itu aku menyalakan mobilku dan melajukannya menuju tempat Syra berada.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'M STILL LOVE YOU
RomanceSyra terkejut bukan main saat tiba-tiba dirinya dilamar oleh Gerrald. Tidak ada angin,tidak ada hujan. Gerrald mendatangi kedua orang tuanya dan melamar Syra. Bahkan kedua orang tuanya langsung setuju. Memang diawal Syra sempat merasa bahagia, nam...