"Hey, sudah dengar rumor tentang rumah itu?"
Nico menguap di depan muka rekan kerjanya, membuatnya kesal sembari memasang wajah cemberut. "Nico-san dengerin gak sih?"
"Denger kok denger, cuma emang aku rada ngantuk aja," jawab Nico, kembali mengucek-ngucek mata dengan punggung tangan sembari beranjak ke meja kantin, masih dibuntuti si rekan kerja bersurai putih itu. "Belum ada yang nyoba masuk ke sana?" tanyanya, menuangkan secangkir kopi dari teko listrik yang sudah disediakan.
Orang di depannya menggeleng. "Masih belum sih, tapi katanya banyak yang ngelihat penampakan di sana! Bajunya putih, mukanya pucat, melayang-layang, tipikal hantu lah." Ia ikut mengisi gelasnya dengan kopi lalu meniupnya pelan. "Toh rumahnya udah ditinggalin bertahun-tahun. Mungkin aja emang bener ada arwah gentayangan."
Nico manggut-manggut. Memang benar aura di tempat yang sudah lama tidak terawat lebih pekat dan mengundang keberadaan makhluk halus. Hm... mungkin ia akan mencoba menginvestigasinya untuk dimasukkan ke acaranya. Hehe, biar naik rating, batinnya mengangguk mantap.
"Okeh, hari Minggu kucoba ke sana," putus Nico.
"Yosh! Gak mau ditemenin?" tawarnya sembari meniti jari. Nico menggeleng, dan secara instan wajah rekannya itu penuh kekecewaan.
Nico menghela napas. "Silvana, aku tahu kamu ingin sekali pergi bersamaku, tapi lebih efektif jika aku sendiri. Kalau aku sendiri, aku tidak perlu menunggu yang lain untuk keluar jika terjadi apa-apa. Tolong mengerti, ya."
Silvana menundukkan kepalanya. "Kalau begitu... Nico-san janji bakal teleponan sama aku pas ke sana ya! Sekalian aku tuntun, aku udah nyari informasi bentuk rumahnya." Ia berkacak pinggang dengan wajah bangga.
Dengan senyum simpul Nico mengacungkan jempolnya. "Okay! Aku bergantung padamu!" Pembicaraan mereka terhenti selama beberapa saat karena keduanya sama-sama menyeruput kopi dari gelas masing-masing. "Eh, kamu dapet info kayak gitu dari mana? Bukannya kudenger rumah itu bekas artis terkenal, ya? Harusnya kalau gitu susah dong nyari infonya."
"Hehe! Bisa aja dong. Kapan-kapan aku ajarin Nico-san cara ngegunain deep web deh—"
"Silvana, jangan males-malesan! Bantuin kami gih! Orang itu datang lagi."
Yang dipanggil dari speaker meringis pada Nico. Nico menawarkannya tatapan bela sungkawa. "Aku anter deh sampai depan, sekalian aku mau pulang. Siap-siap peralatan di rumah."
Silvana mengutarakan "terima kasih" kecil sebelum bersama-sama pergi ke area serambi kantor. Memang, di pintu kaca yang lumayan besar itu terdapat sekumpulan kawan kerjanya seperti mengerubungi seseorang dengan rambut bercorak coklat. Tanpa berbicara apa-apa Nico mengarungi lautan orang tersebut, tak mengindahkan perkataan "tolong, saya mohon siarkan berita ini." Setelah berhasil keluar, ia berbalik badan mencari Silvana, memberikannya senyum tampak gigi yang kembali dibalas ringisan.
Nico menaiki taksi yang sudah dipesan. Ia membiarkan kepalanya menyender ke jendela, mengamati kantor siaran yang semakin menjauh. Saat ini, gerombolan orang di depan serambi sudah bubar, menyisakan Silvana yang terlihat sedang menenangkan pembuat kegaduhan tadi.
Meregangkan tangan lalu menatap kosong langit-langit taksi, Nico fokus pada rintik hujan yang kian deras, seiring dengan irama ban mobil yang ia tumpangi. Ia tak sabar menunggu hari Minggu.
.
.
.Senter? Cek.
Kamera beserta filmnya? Cek.
Alat komunikasi? Cek.
"Silvana?" Nico mencoba mengetuk-ngetuk benda di telinganya yang tersambung dengan mikrofon di samping bibirnya. Terdengar kegaduhan di sisi seberang telepon sebelum suara yang familiar menyambut telinga Nico.
KAMU SEDANG MEMBACA
087 Investigation
Fanfiction"Hey, sudah dengar rumor tentang rumah itu?" Mengikuti rumor yang dibicarakan orang-orang, Yorozuya Nico datang ke sebuah rumah yang dikabarkan angker sebagai reporter acara supernaturalnya. Apa yang tak ia ketahui adalah bahwa dirinya telah menjeja...