Night 1: Coldness

81 11 12
                                    

Tidak seperti manik merah kosong yang sedari tadi mengawasinya, pecahan memori Mafu kali ini memandangnya dengan teduh. Bajunya pun jauh lebih sederhana dari yang tadi. Hanya baju dan celana panjang putih, dilengkapi dengan rompi berwarna pink. Pita hitam yang menghiasi lehernya bergoyang-goyang seraya ia dengan semangat berkata, "Neru-san sudah menyiapkan permainan untuk kita!"

Nico mengerutkan kening. "Neru?"

...bukannya kata itu, kalau tidak salah, artinya 'tidur'?

Gantian Mafu yang bingung. "Soraru-san lagi sakit? Amnesia dadakan?" Ia menempelkan tempurung tangan ke dahi Nico. "Masa lupa? Neru-san kan sepupumu sendiri. Yang kerjaannya diem di basement mulu."

Aduh. Nico hendak menepuk jidatnya. Dia kan sedang berperan menjadi Soraru di dimensi ini. Maka, harusnya ia bertindak seperti si penyanyi terkenal-dermawan-seperti malaikat itu.

"Ahaha... bercanda kok," tawa Nico kikuk. Ia mencoba tersenyum, meski otot-otot wajah juga suaranya terasa sangat asing. "Lalu, permainan apa yang disiapkan olehnya?"

Tunggu... 'permainan'? Tentunya bukan ke ranah yang 'itu'... 'kan? Kan? Nico mohon?

"Jadi kan hari ini ulang tahunku. Katanya, dia sudah menata kejutan di ruang musik! Tapi, kita harus mencari kuncinya dulu," jelas Mafu. Nico menghela napas lega. Kirain. "Dan kita cuma punya petunjuk ini!"

Mafu memberikan selembar kertas pada Nico, membuat Nico merasakan deja vu yang amat sangat karena tulisan "Lihat ke atas". Lantas ia langsung mendongak, membuahkan tawa dari Mafu. "Mana mungkin maksudnya secara harfiah. Pasti ini teka-teki."

Mafu duduk menyender pada dinding. Nico ikut duduk di sampingnya, mengamati kertas tersebut. Mungkin, di dalam ruang musik itu, akan ada memento-nya? Nico mencoba menerka-nerka apa yang akan menjadi memento dari lantai pertama ini.

Pandangannya pada kertas di tangan Mafu berbelok, menjadi pada gelang yang melingkari pergelangan tangannya. Gelang emas itu bersinar di bawah cahaya matahari, dan Nico akan berbohong kalau dia berkata dia tidak mengenali gelang tersebut. "Itu, gelang kamu? Dari siapa?"

"Ah? Ini?" Nico mengangguk. "Tentu saja dari Ama-chan. Dari siapa lagi?"

Nico mencatat nama itu. Ama-chan.

"Mungkin maksud atas itu... langit?" Mafu mengetuk-ngetuk dagu. "Apa kita harus melihat dari kebun?"

Mengangguk-angguk, Nico mengiyakan. "Bisa jadi." Ia segera berdiri, ingin cepat-cepat menyelesaikan teka-teki ini dan membawa memento itu pulang. Nico mengulurkan tangannya pada Mafu yang masih belum saja bangun. "Ayo?"

Mafu meringis. "Sebentar." Ia dengan susah payah berdiri sembari menggenggam tangan Nico erat, lalu dengan satu tarikan dari Nico, ia pun akhirnya berhasil berdiri. "Kakiku agak mati rasa tadi."

Lalu, suatu keanehan terjadi.

"Kamu belum minum obat?"

Mafu terkejut. Nico, apalagi. Masalahnya, yang tadi berkata seperti itu bukan Nico sendiri. Mungkinkah ini rasanya kerasukan?

Mencoba berpikir jernih, ia mengingat fakta bahwa semua ini adalah pecahan memori Mafu. Jadi, ada kemungkinan bahwa Nico lepas kendali dari "Soraru" ini karena ingatan aslinya mulai bangkit. Nico hanya dapat mengikuti alur cerita yang sudah ditentukan.

Menggaruk-garuk kepala, Mafu meringis. "Hehe. Habisnya, obat dari Neru-san rasanya aneh!"

"Tapi kamu tetap harus meminumnya, loh. Buat kesehatanmu sendiri."

Nah, kalau itu, Nico sendiri yang bilang. Mungkin saja rumor para penggemar kalau kekasih Soraru orangnya sakit-sakitan benar adanya. Tapi, yah, Mafu di dimensi ini tidak terlalu terlihat seperti orang sakit.

087 InvestigationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang