Night 2: Warmth

71 11 35
                                    

"Mafu mau ketemu Ama-chan!"

Manik merah Mafu yang memandang Nico—Soraru—berkaca-kaca. Karena tak kunjung mendapat jawaban, beberapa bulir air mata kemudian menuruni pipinya, membuat Nico gelagapan. Ia betul-betul tak tahu harus menjawab apa. Dia sendiri sih ingin menjawab "boleh", tapi apakah itu yang betul-betul terjadi di memori ini? Nico tidak ingin mengacaukannya.

"Mafu kangen! Mafu kangen Ama-chan...."

Mafu kembali dengan tantrumnya. Ia menutup wajah dengan kedua tangan dan menangis sekeras-kerasnya. Nico tidak bisa percaya ini adalah pemuda yang sama dengan yang dilihatnya kemarin.

Karena melamun, Nico dapat merasakan kesadarannya kembali diambil alih oleh 'Soraru'. Lalu, ia mendapat ide gemilang.

Ia berusaha sekeras mungkin untuk tidak memikirkan apa-apa, hanya memandang lurus pada sosok Mafu yang terisak di atas kasur. Lama-lama, akhirnya, 'ia' pun datang.

"Mafu... kamu mau puding? Aku tadi beli. Enak, kok."

Mendengar itu, Mafu menyingkirkan tangan dari wajahnya. "Ha— habis makan itu, apa aku boleh pulang?"

Soraru tidak menjawab dan hanya menawarkan tangannya untuk Mafu raih. Mafu ragu-ragu sejenak, sebelum menggenggam tangan Soraru. Pelan-pelan ia menuruni kasur, kaki gemetaran karena alasan yang tak Nico ketahui.

"Di mana?"

"Di ruang tamu." Soraru menoleh ke arah Mafu yang bersusah payah untuk berjalan, sebelum menawarkan, "Kamu mau kugendong?"

"Eh? Ah... nggak perlu. Aku bisa sendiri."

Bilangnya sih begitu, tapi akhirnya, Soraru memaksa untuk menggendong Mafu setelah si surai putih berkali-kali tersandung. Mafu cemberut, namun mengeratkan tangannya yang melingkari leher Soraru. Mereka menelusuri lorong, hingga sampai di ruang tamu.

Soraru menurunkan Mafu di salah satu kursi, lalu berjalan ke lemari kecil dan mengambil satu bungkus puding. Nico agak deja vu atas kejadian ini. Tapi dia mengenyampingkannya, berpikir bahwa selera manisan Mafu sama dengan sahabatnya.

Duduk di samping Mafu, Soraru kemudian membuka bungkus puding. Mafu menatap lekat-lekat seraya Soraru menuangkan vla di atasnya. Setelah puding siap dimakan, Soraru memberikan sendok kecil. Mafu mencoba menggenggamnya, namun gagal. Tangannya tidak mampu menjaga keseimbangan sendok. Berkali-kali ia mencoba untuk menyuapkan puding tersebut, tapi akhirnya ia menyerah.

Ia menghela napas, "Maaf...."

Soraru tersenyum tipis. "Tidak apa-apa. Hora, buka mulutmu." Mafu menuruti perintah Soraru. "Hap...! Nah, kunyah."

Nico yang menyaksikan dari kacamata Soraru merasa menjadi nyamuk atas aksi suap-menyuap di hadapannya. Meskipun ia dapat merasakan tangannya membelai rambut putih Mafu, di saat yang bersamaan ia tahu ini bukan indera peraba miliknya sendiri.

Soraru lanjut menyuapi Mafu dan menyemangatinya untuk mengunyah. Satu suapan, dua suapan, hingga lima suapan, sebelum Mafu menggeleng lemah saat Soraru menawarkan yang keenam. "Kenyang," ucapnya. Soraru meletakkan puding yang tersisa setengah beserta sendoknya di atas meja, lalu membawakan mulut gelas ke bibir Mafu. Mafu meminum air di dalamnya dengan pelan.

Setelah Soraru yakin mood Mafu sudah membaik, ia pun menjawab pertanyaan Mafu tadi. "Tidak boleh, Mafu."

Nico langsung menaruh kecurigaan atas jawaban tersebut. Pasti ada alasannya.

"Kenapa?" tanya Mafu, mewakilkan rasa penasaran Nico.

"Pokoknya tidak boleh. Ini sudah janji kita, 'kan?"

087 InvestigationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang