R a d i t a

2.1K 83 44
                                    

"Gue berhasil melewati hidup tanpa dia.
Tapi gue gak pernah berhasil mencintai orang setelah dia."


____________________

(Setel lagu di mulmed karena relate sama Shellina)

Shellina mengelus tangan Elen yang bebas infus. Ia menghapus air matanya dan menunduk. "Elen, aku belum nemu pendonor yang cocok buat kamu. Aku lagi ngumpulin uang juga, kalau semisal nanti ada jantung yang cocok. Aku janji bakal langsung minta dokter buat operasi kamu,"

"Egan baik-baik aja, tapi dia terus nanyain kamu,"

Shellina menangis lagi, ia hanya bisa menunjukkan sisi rapuhnya kepada Elen. "Elen aku mohon bertahan sedikit lagi, aku yakin kamu bisa. Tunggu ya." Shellina menggenggam tangan Elen begitu erat.

"Hari ini aku gak bisa jagain kamu, tapi ada orang yang bakal jaga kamu. Aku mau nemenin Egan yang sendirian di rumah, aku pamit ya,"

Setelah itu ia keluar dari ruangan tersebut. Ia harus membiarkan Elen beristirahat. Besok, ia akan mengunjungi rumah sakit kembali. Malam ini, ia harus menemani Reygan, anak dari Elen yang berusia tujuh tahun.

Shellina memeluk tubuhnya sendiri, kebetulan udara malam itu terasa dingin sekali. Belum lagi ia memakai kaos lengan pendek berwarna hitam dan rok jeans diatas dengkul. Sepatu boots besarnya membantu kakinya untuk tidak kedinginan.

Banyak hal yang ia fikirkan di awal tahun ini. Tidak, sebenarnya tahun-tahun sebelumnya sudah banyak hal yang ia fikirkan. Dari study S2nya yang terpaksa ia batalkan karena uangnya dipakai untuk kebutuhan Reygan maupun Elen.

Biaya sekolah Reygan sangat mahal, karena Shellina ingin memberikan yang terbaik untuk bocah laki-laki itu. Reygan juga sangat cerdas, Shellina yakin bocah kecil itu akan menjadi orang sukses di masa depan. Shellina bisa saja meminta uang kepada bos besar, namun misi yang harus ia jalani akan semakin banyak. Cambukan yang harus ia terima juga akan semakin banyak menunggunya.

Ingin rasanya ia mengakhiri hidupnya, namun tidak bisa. Jantungnya berguna sekali untuk Elen. Jadi, daripada ia menyia-nyiakan hidup dengan bunuh diri lebih baik Shellina mendonorkan jantungnya kepada Elen saja. Elen membutuhkan jantung untuk tetap hidup, Elen punya Reygan dan Elen punya mimpi untuk menemui seseorang.

Sedangkan Shellina tidak, ia tidak punya harapan hidup lagi. Tidak ada alasan yang harus ia pertahankan untuk kelangsungan hidupnya yang sedari lama sudah kelabu. Entah apa yang ia harapkan dari hidup sialannya itu? Pangeran berkuda putih yang akan datang suatu saat nanti, mengganti warna kelabu menjadi pelangi untuk hidupnya? Atau sosok yang diharapkannya itu?

Shellina menertawakan hidupnya yang pahit dan berputar seperti kaset rusak. Katanya, sebelum manusia dilahirkan, mereka akan diberi pertanyaan sebanyak 77 kali tentang mau dilahirkan ke dunia atau tidak. Shellina masih tidak habis fikir kenapa ia menjawab mau. Hal indah apa sih yang membuatnya mengatakan mau untuk dilahirkan ke dunia yang menyakitkan ini?

Wanita itu berhenti untuk duduk sejenak di kursi yang menampilkan pemandangan sungai di hadapan sana. Tidak ada yang menarik, namun suasana sungai yang tenang membuat Shellina ikut merasa tenang. Sebab, perasaannya sejak tadi sedang kacau.

Air matanya mengalir begitu deras, sejujurnya ia sudah tidak kuat melanjutkan hidup kelamnya itu. Sampai wanita itu merasa Tuhan sangat tidak adil karena terus-terusan memberinya masalah yang berat dan tidak ada ujungnya. Wanita itu sampai lupa apa itu bahagia?

IRREPLACEABLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang