Akhirnya setelah seminggu merombak kamarnya, hari ini Mora sudah bisa kembali menggunakan kamarnya. Pas sesuai dengan apa yang Mora mau, warnanya kalem dan enak di pandang.
"Nah, gini kan enak gak harus sakit mata lagi kalau lihat dinding. Beli baju baru juga udah sama mommy dari minggu lalu, baju bekas si Mora udah pada di kasih ke orang lain. Berarti gue tinggal apa nih?"
"Oh iya, sekarang tinggal rebahan. Enak banget kalau anak orang kaya, duit ngalir terus dari sumbernya tanpa harus cape-cape kerja."
Mora bangkit dari kasurnya dan berjalan menuju meja belajarnya, "mau chat daddy, ah. Minta di beliin seblak pas pulang nanti."
Sumber duit💸💸
OnlineDad, pulang nanti
beliin seblak!Level berapa?
Sepuluh.
Tiga? Okey.
Daddy, sepuluh.
S-E-P-U-L-U-H
Bukan tiga, daddy gak bisa
baca ya?!Dad?
Daddy?
DADDYYYY, sepuluh.
Sepuluh, please....
😒😒 ya udah, Mora tungguin
jangan lama lama-lama.Mora melempar ponselnya, "tuh aki-aki bisa baca gak sih? Katanya CEO, masa baca sepuluh aja dia gak bisa, sebel!!"
Sedangkan di seberang sana, Samuel terkekeh kecil. Dia tahu pasti sekarang anaknya itu sedang menggerutu, bahkan mungkin mengatai dirinya. Ternyata mengerjai anaknya menyenangkan juga, lain kali akan Samuel lakukan kembali.
"Permisi pak, sebentar lagi kita ada rapat dengan kolega dari Rusia." kata sekretaris Samuel.
Samuel hanya mengangguk, tanpa menjawab dia langsung beranjak untuk ke ruang rapat.
"Untung aja lo bos gue, kalau bukan udah gue kelelepin lo di emperan" batin sekretaris sekaligus sahabat Samuel.
Kembali ke Mora, saat ini dia sedang berada di dapur. Setelah marah-marah tadi, Mora merasa lapar. "Bi ada makanan gak?"
"Aduh maaf non, kita belum masak. Non mau makan apa? Biar bibi siapin sekarang."
Mora menggeleng, "kalau gitu biar Mora aja yang masak bi, bibi istirahat atau urusin yang lain aja."
"Jangan non, biar bibi aja. Non tungguin aja, gak akan lama kok."
Mora menggeleng tegas, "enggak! Pokoknya Mora mau masak! Bibi gak ada hak ya buat larang Mora, ini kan rumah Mora bukan rumah bibi."
Bi Inah mengangguk lesu, ini memang rumah majikannya. Tapi kan tugas di dapur itu urusannya, namun bi Inah tetap mengiyakan perintah nonanya itu. "Kalau gitu bibi mau ke belakang dulu non, nanti kalau non butuh sesuatu bisa panggil bibi."
Mora mengangguk, maafin Mora ya bi, Mora barusan ngomong kaya gitu. Salah bibi juga sih gak ngasih izin, jadinya Mora mengeluarkan jurus terakhir deh.
Mora memasak dengan cekatan, setelah setengah jam, akhirnya masakan Mora sudah selesai. "Duh, gue kalau masak jago bener deh. Sabi lah ikut Master chef, pasti langsung juara pertama."
"Widih, roman-romannya ada yang baru selesai masak nih. Jadi laper lagi abang." entah kenapa abangnya ini suka ada dimana pun Mora berada. Yang satu lagi, kakaknya. Sampai sekarang Mora belum melihat batang hidungnya, sepertinya urusan negaranya benar-benar penting.
"Abang itu pengangguran ya? Dimana-mana ada perasaan."
"Enak aja, abang itu pekerja keras. Cuman hari ini emang lagi senggang aja" ucap Marcel ngegas.
Mora menatap remeh abangnya itu, "pekerja keras? Kemaren-kemaren abang diem di rumah aja tuh, masa pekerja keras begitu."
Marcel menatap datar adiknya itu, Marcel kan berniat baik dengan menemani adiknya yang sendirian di rumah. Tapi ternyata usaha Marcel tidak dihargai, sakit heart banget.
"Udahlah, abang kalau lagi debat sama kamu gak akan pernah menang. Mending makan, jelas bikin sehat."
"Abang lama-lama gaje banget" Mora sudah jengah dengan abangnya itu, setiap hari selalu membuat Mora menahan diri supaya tidak menerjangnya. Padahal kalau di dalam novel yang Mora baca kemarin, abangnya ini termasuk orang yang gak terlalu suka dengan Mora. Tapi ini apa? Malah nempel kaya perangko.
"Bang, Mora kan udah agak mendingan nih. Jadi kapan Mora bisa berangkat sekolah lagi?" tanya Mora di sela-sela makan mereka.
Marcel menelan makanan yang ada di mulutnya, "yakin emang udah sembuh? Takutnya nanti pas di sekolah malah drop lagi."
Mora mengangguk, "aku udah sehat kok bang, jadi gak perlu diem di rumah kayak gini. Bosen juga lama-lama diem di rumah."
"Kalau emang udah ngerasa sehat, nanti kamu ngomong sama daddy. Tapi kalau keputusan daddy kamu masih harus tetap stay di rumah, harus diterima. Gimana?"
"Tapi abang bantuin ngomongnya."
Marcel mengangguk, kasihan juga adiknya dikurung di rumah selama hampir dua minggu. Takutnya nanti setres lagi. "Hm."
°°°°
Mendengar suara mobil yang memasuki pekarangan rumahnya, Mora langsung berlari keluar. Sedangkan Freya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putrinya itu.
Samuel keluar dari mobilnya dan berjalan menghampiri Mora, "kenapa nih? Tumbenan nyambut kepulangan daddy, biasanya juga gak peduli. Apa mungkin karena pesanan kamu tadi yah?"
Mora mengangguk kemudian menggeleng, "iya, tapi ada hal penting yang harus Mora bicarain sama daddy. Ini penting, urgent!"
Samuel tertawa kecil, kemudian merangkul bahu Mora dan berjalan memasuki rumah. Samuel menyodorkan seblak pesanan putrinya, "level sepuluh kan?"
Mora mengambil seblaknya dengan semangat, "serius, level sepuluh dad?" tanya Mora berbinar.
Samuel mengangguk, "cuman untuk kali ini."
"Aaa, thank you daddy. Terbaik deh."
Setelah mengucapkan itu, Mora langsung berlari ke dapur meninggalkan daddynya yang baru masuk ke dalam rumah.
Samuel sendiri hanya membiarkan Mora, selagi tidak membahayakan dirinya sendiri.
Freya menghampiri suaminya dan mengambil alih tas kerjanya dan juga jas Samuel. Samuel merengkuh pinggang Freya dan menghampiri Marcel yang sedang asik menonton sambil memakan cemilan.
"Dad, Mora mau bicara sesuatu."
Samuel menatap Mora yang kembali dari dapur sambil membawa satu mangkuk. "Mau bicara apa?"
Mora duduk di samping Marcel, kemudian mendekatkan bibirnya pada telinga abangnya itu. "Bantuin ya?!" dan diangguki oleh Marcel.
"Mm, Mora kan udah sembuh dad. Jadi Mora besok sekolah ya?"
"Emang udah sembuh?"
Mora mengangguk dengan semangat, moga aja daddynya lihat seberapa semangatnya dia untuk kembali sekolah.
"Yaudah."
"Serius dad?"
Dan saat Mora melihat Samuel mengangguk, dia langsung menerjang daddynya dengan pelukan. "Thank you dad."
____
KAMU SEDANG MEMBACA
Extra Love Story
Historische RomaneTransmigrasi series ~ 2 •••••• Zea Andara Alexander, putri bungsu keluarga Alexander yang tidak pernah di anggap. Zea berpura-pura lemah di depan keluarganya hanya karena ingin di perhatikan, tapi mereka semua malah semakin membencinya. Sampai kejad...