The Shadow [1]

322 107 0
                                    

Di antara anggota tubuh milik Mujin yang sempurna, entah kenapa yang menjadi kesukaannya adalah mata hitam milik pria itu. Mata itu begitu hitam legam bak batu onyx, terlihat berkilau meski irisnya hitam sekelam jelaga. 

Jiwoo sangat suka memandangnya, ia akan berkali lipat mencintai pria itu ketika menatap matanya. 

"Berhenti menatapku seperti itu, sayang."
Mujin berucap rendah, ia mengecup hidung mungil gadisnya dengan gemas. 
Jiwoo tersenyum manis, ia mengalungkan kedua lengannya pada leher pria itu. Mujin menerima tubuh itu dengan senang hati, ia mengangkat Jiwoo dalam pelukannya dan membawa gadis itu memasuki bagian dalam apartemen sang jelita. 

"Bagaimana kuliahmu?"
Tanya Mujin, ia menatap wajah Jiwoo dengan teduh. 
"Biasa saja, tidak ada yang spesial."
Sahutnya datar. Mujin mengacak rambut Jiwoo dengan asal. 
"Benar, Karena yang spesial cuma gadis ku seorang." Balas nya. Jiwoo terkikik geli mendengarnya, Mujin memang selalu pandai membuat hatinya berbunga-bunga meski hanya dengan sesuatu yang remeh. 

"Apa Sih?" Balas Jiwoo dengan senyum lebarnya. Pria itu menarik hidung Jiwoo yang begitu mungil saat dipegang. Mujin juga mengecup dahi kekasihnya dengan lembut yang sensasinya mampu menghantarkan getaran hebat pada bagian dalam perut dan jantungnya. 

Pria itu merangsek pada perpotongan leher Jiwoo, ia mengecup pelan kulit halus milik sang gadis, juga menekan tubuhnya agar lebih merapat pada tubuh Jiwoo. Gadis itu balas memeluknya, ia menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. 

Mujin menatapnya dengan dalam dan penuh damba, tidak lupa senyum culas ia ukir untuk menggoda kekasihnya. Jiwoo tidak tahan jika ditatap seperti itu dalam waktu yang lama, wajahnya saat ini telah merona dengan hebatnya.

"Mau tidak jika bulan depan aku lamar?"

Jiwoo terhenyak dalam khayalannya, ia mendongak ke atas menatap langit senja yang berwarna orange. Hanya beberapa detik sebelum dirinya kembali menundukkan wajahnya menatap sungai Han.

Tatapan nanar kembali ia perlihatkan, menatap sungai Han yang tengah meluap hampir mencapai daratan.
Sungai ini adalah bagian dari rasa sakitnya, bagian dari kerinduan yang tak berujung hingga berakhir dengan penderitaan.

Sungai Han, adalah tempat yang telah merenggut bagian dari jiwanya yang hampa, tempat terakhir bagi cintanya yang hilang.

Jiwoo berjongkok sambil memegangi dada sebelah kirinya yang kembali berdenyut nyeri. Sebelah tangannya yang lain menggenggang sebuah liontin sayap Devil&Angel, sebuah benda yang menjadi simbol cinta antara dirinya dan pria itu.
Pria yang mati ditelan sungai Han.

Tiga tahun telah berlalu, dunia telah banyak yang berubah, begitu pula dengan kota Seoul. Dirinya berubah secara fisik, namun perasaan rindu yang menyiksa batin ini tidak berubah sedikitpun, hingga saat ini.

Ia hidup dalam bayang-bayang kerinduan akan sosok itu, pria tambatan hatinya, belahan jiwa dan separuh dari hidupnya.

Geu Namja, Choi Mujin.
Pria yang mati ditelan sungai Han tiga tahun yang lalu.

.

Jiwoo menyeka air matanya yang tumpah dan jatuh menimpa bumi yang ia pijak, ia berdiri dengan susah payah untuk mencapai salah satu bangku yang memang sudah disediakan di luar pagar pembatas antara bibir sungai dan daratan.

Jiwoo memakai kacamata hitamnya dengan tujuan menyamarkan kedua mata yang telah membengkak. Ia memberi ruang kosong di sampingnya untuk meletakan satu kaleng bir kesukaan Mujin dan sebuah bunga krisan.

Wanita itu menyenderkan kepalanya ke samping, berlakon seolah-olah ada bahu milik Mujin di sampingnya. Ia kembali menitikan air mata dan kali ini dirinya tidak perlu kepayahan untuk menutupinya. Karena kacamata hitam miliknya telah melakukan peran itu untuk dirinya.

"Selamat hari jadi kita yang ke-5, Love." Bisik Jiwoo pelan. Ia tersenyum getir lalu memakan satu butir kembang gula rasa karamel, makanan yang paling Mujin benci.
"Tiga tahun terlewati, namun kamu masih enggan untuk menemuiku disini."
"Selama waktu yang telah terlewati, aku menghabiskannya dengan berharap tanpa henti," Ia terisak pelan sebelum kembali melanjutkan ucapannya, "Meski aku tahu jika pengharapan ini selalu berujung kekosongan."
"Karena nyatanya kamu tidak pernah kembali padaku, seperti hari ini."

Jiwoo tergugu, dadanya benar-benar sesak setiap kali harus mengingat semua itu. Ia berusaha meyakinkan diri jika Mujin memang tidak akan kembali, namun entah kenapa bagian lain dari hatinya berkata sebaliknya.

Dirinya terus berharap untuk sesuatu yang tidak akan pernah terjadi. Layaknya manusia bodoh, naif dan bebal.
Dimana Jiwoo masih mengharapkan Mujin hidup kembali setelah pria itu benar-benar dinyatakan meninggal karena tenggelam.

**

Tanpa terasa siang telah berganti malam,  tidak ada lagi cahaya jingga di langit barat, dan kini hanya ada kegelapan yang menyebar di langit tanpa adanya Bintang sebagai pelengkap.

Yoon Jiwoo, wanita patah hati itu mengemudi Lexus nya dengan kecepatan sedang. Setelah melepas rindu dengan menatap matahari terbenam di tepi sungai Han, Jiwoo kembali merangkak ke peraduannya yang selalu diselimuti rasa sepi.

Jalanan menuju gedung apartemen miliknya sangat lenggang, dan hal itu cukup membuat Jiwoo heran karena tidak biasa. Malam-malam biasanya di jam seperti ini masih ada beberapa kendaraan yang melintas di sekitar sini, namun entah kenapa malam ini begitu sunyi dan sepi. Jalanan yang begitu lenggang dan gelap ini menjadikan Jiwoo satu-satunya manusia yang berkendara saat ini.

Jiwoo melihat jam yang masih menunjukan pukul sembilan, dan ia menguap karena rasa kantuk yang tidak diharapkan justru hadir saat ini.

Ia kembali mengambil satu butir permen karamel dan memasukkan nya pada mulut. Saat ia hendak meningkatkan kecepatan mobilnya, Jiwoo dikagetkan dengan sebuah penampakan seseorang yang tergeletak di depan sana.
Mau tidak mau dirinya menginjak rem, dan berhenti sejenak tanpa keluar dari mobil. Kedua iris matanya menatap dengan tajam pada sosok itu, lalu ia menoleh ke samping kiri dan kanan, mengawasi keadaan sekitar karena ditakutkan jika semua ini hanyalah trik para penjahat.

Jiwoo masih berdiam diri dengan hati yang gamang, ragu untuk keluar namun hati nurani miliknya menangis tatkala ia melihat orang itu telah berlumuran dengan darah.

Ia menggigit bibir bawahnya dengan cemas, "Haruskah aku melihatnya?" Tanya nya pada diri sendiri.

Jiwoo masih bertahan di posisinya sejak lima menit yang lalu, dan karena rasa kasihan dan tidak tega lebih dominan dari rasa waspada miliknya. Maka Jiwoo pun memutuskan untuk keluar dari mobil dan menghampiri orang itu.

Langkah kakinya bergerak cepat, ia mendekati sosok pria yang tergeletak tidak jauh di depannya. Jiwoo berjongkok di depan tubuh lemah itu, dan dirinya kini dibuat tertegun saat melihat wajah orang itu.

Ia mengucek kedua kelopak matanya secara kasar, mencoba meyakinkan diri akan penglihatannya yang dirasa telah terjebak dalam halusinasi. Namun semakin ia mencoba, wajah pucat milik orang itu makin terlihat jelas.

Dia, pria asing yang tergeletak di depannya itu memiliki wajah yang mirip dengan kekasihnya.
Choi Mujin, pria yang dinyatakan meninggal tiga tahun yang lalu.

**

The ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang