[04] Terbongkar?

204 5 0
                                    

Kurang-lebih sudah satu minggu terlewat sejak pesta di villa Kenan serta kejadian tidak terduga yang Marcella alami. Selama itu pula dia terus mensugesti diri untuk tidak berpikir ke hal-hal negatif. Terhitung sudah hari ke-lima setelah cewek itu memutuskan untuk meminum obat kontrasepsi. Ia hanya berdoa semoga kejadian itu tidak membuahkan hasil. Karena jujur, Marcella belum siap menjadi ibu, juga belum siap jika harus diusir atau menerima cacian dari keluarganya.

Sejak kejadian itu pula, Marcella tidak bertemu dengan si brengsek yang telah menghancurkannya. Dan ia berharap untuk tidak pernah bertemu dengan orang itu. Bahkan, Marcella rela tidak bertemu dengan Kenan terlalu sering. Selain untuk menutupi hal memalukan itu, ia juga tidak mau jika harus berada di ruangan dan satu oksigen dengan si brengsek itu. Menjijikkan sekali.

Setidaknya, hidup Marcella aman-aman saja sampai saat ini. Pun, dengan keluarga dan teman sekolahnya yang tidak menaruh curiga sama sekali. Cewek ini pandai sekali berakting dan menutupi hal besar seperti ini. Tapi, sampai kapan Marcella bisa menutupi hal ini? Sepintar-pintarnya orang menyembunyikan bangkai, pasti akan tercium juga.

“Cell!” itu suara teman sekelas Marcella.

Cewek itu mengangkat kepalanya yang sedikit pusing karena tidur dengan meletakkan kepala di meja. Ia hanya bergumam pelan. Menunjukkan ketidakminatannya pada teman cewek yang memanggilnya.

Teman Marcella itu mendekat. Ia memukul bahu Marcella cukup keras—berniat menyadarkannya—membuat Marcella berdecak keras. “Apa, sih?!”

“Lo budek?” tanya cewek dengan name tag Silva Queenie . Jangan salah fokus dengan namanya, karena itu pemberian dari mendiang sang Ibu yang 'katanya' terobsesi dengan cokelat silverqueen.

“Apa maksud lo?”

“Lo dipanggil ke ruang guru,” balas Queen dengan malas. Lalu meninggalkan tempat Marcella.

Sedangkan Marcella sudah menegang. Ia sudah berpikir kemana-mana. Apa … kebusukan yang ia simpan selama satu minggu yang lalu, sudah tercium?

Tapi kenapa begitu cepat? Ia bahkan belum mempersiapkan apapun jika itu memang benar terjadi.

“Cell, buruan! Udah ditunggu!” teriak satu teman Marcella dari luar kelas.

Marcella berdecak. Lalu keluar dari kelasnya dengan perasaan campur aduk. Sumpah demi apapun. Baru Kali ini Marcella merasa panik ketika dipanggil ke ruang guru. Karena sebelum-sebelumnya ia tidak pernah menginjakkan kaki ke ruang guru—kecuali jika ada urusan dengan wali kelas mengingat ia sebagai bendahara kelas, itupun selalu bersama bendahara 2 dan wakil kelas—sekalipun disuruh untuk mengumpulkan tugas, ia lebih memilih menitip daripada ke tempat itu.

Ruang guru berada di gedung lain. Yang ditempati oleh ruang kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ruang BK, ruang Pokja, dan ruang komite lainnya. Gedung itu juga menyatu dengan perpustakaan sekolah yang bertingkat dua. Perpustakaan yang luas dan menyimpan banyak buku. Entah buku fiksi, non-fiksi, ensiklopedia, makalah atau lainnya.

Bel pulang masih kurang dua jam lagi. Dan mungkin selama itu pula Marcella harus terjebak di ruang guru—yang entah disuruh apa.

Marcella memilih melewati lapangan tengah, kemudian berbelok melewati gedung Social yang sedikit ramai. Setiap gedung jurusan memiliki tiga lantai—dengan lab masing-masing jurusan yang berada di lantai satu.

Di dekat lab, cewek itu sayup-sayup mendengar guru yang berteriak kesal. Dengan sekali dengar pun para siswa langsung mengenali guru yang suaranya melengking dan sangat khas itu.

Marcella hanya melirik sekilas, sebelum melanjutkan perjalanan menuju ruang guru—yang terasa sangat lama—dengan langkah yang ia percepat. Dan ruang guru berada sekitar lima meter dari tempatnya saat ini. Cewek itu otomatis memberhentikan langkahnya. Ia jadi ragu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 10, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

UNEXPECTED Where stories live. Discover now