Ch. 4: Raja Kegelapan Baru (Ⅳ)

6 2 0
                                    

Setelah selesai berlatih, Sting kembali ke dalam istana. Ia terpikirkan untuk menemui ayahnya yang terbaring sekarat, ditemani oleh Bouny yang di berikan jubah oleh Sting untuk menutupi identitasnya.

Ia berjalan melewati lorong-lorong di istana yang di hiasi dengan lampu tempel dan mewahnya emas yang membuat istana ini sungguh megah di dalamnya.

Sesampainya di depan pintu kamar ayahnya, Sting mulai mengetuk pintu dan berkata, "Ayah, ini aku Sting, aku masuk." Sting membuka pintu kamar tersebut dan berjalan masuk dengan Bouny yang menunggu di luar kamar untuk mengawasi sekitar.

"Uhukk uhuk...." Batuk yang semakin menjadi-jadi hingga mengeluarkan darah dari mulut Sang Raja Agung.

"Kondisimu semakin memburuk ayah." Sting kemudian duduk di sebelah kasur ayahnya dan membersihkan darah yang keluar.

"Ayah, aku sudah mendapatkan teman baru... Bouny, pribadi yang lucu dan berhasil membuatku kesal, dia berada di luar kamar sekarang, ayah harus sembuh agar bisa melihat dia, tidak mungkin kan kalau dia yang masuk ke dalam sini, itu melanggar hukum...." Sting bercerita yang kemudian menunduk dan mulai meneteskan air mata.

(Orang-orang yang bisa masuk ke dalam kamar ayahnya hanya orang tertentu seperti Sting, Penasehat raja, Pelayan pribadi raja, dan panglima perang).

"Bagaimana seorang remaja berumur 15 tahun ini mampu memimpin kerajaan besar sepertimu, aku bahkan belum bisa memimpin diriku sendiri, emosi yang masih belum stabil, kekuatanku masih belum cukup, dan juga aku tidak pandai berkomunikasi layaknya seorang raja,... yaaa mungkin aku bisa belajar dari beberapa teman kecil ku, Gazzotta dia pandai berkomunikasi dan orang yang ceria, Kile sangat pintar dalam berpikir dan dewasa dalam bertindak mengambil keputusan, Daraka dia mirip sepertiku, hanya saja aku tertinggal satu langkah darinya," ungkap Sting.

"Kkkk...." Raja Agung Garileon mengeluarkan suara seperti berusaha untuk berbicara.

"Ayah?"

Aku selalu penasaran sebenarnya apa yang ingin kau katakan dari dulu. Batin Sting.

"Tok tok tok" Suara ketukan pintu.

Sting langsung beralih pandangan ke pintu kamar yang kemudian melihat tubuh gelap seseorang yang kemudian berjalan ke dalam. Orang tersebut adalah paman Sting yang merupakan adik dari mendiang ibu Sting. "Yoh, bagaimana kabarmu nak?"

Huh paman?, lalu kemana Bouny?. Sting menatap ke arah pintu kamar.

"Ah kau mencari skeleton itu? Dia tertidur pulas di balik tembok itu," ucap paman Sting.

Astaga Bouny. Sting menepuk dahinya.

"Yah, kabarku baik-baik saja, bagaimana denganmu paman? Sangat melelahkan ya mengurus tugas yang seharusnya menjadi tugasku?" tanya Sting.

"Tidak tidak, tugas itu sudah selesai makanya aku bisa mampir kesini sebentar," jawab paman Sting.

"Kau jadi sering kesini sejak kamar ini sudah tidak terkunci lagi ya, nak."

"Ya, terima kasih paman, hanya kau orang baik yang tersisa di kerajaan ini," ucap Sting.

"Ah, aku sampai lupa kalau kau sekarang sudah menjadi raja, maafkan kelancanganku Yang Mulia." Paman Sting kemudian berlutut di depan Sting.

"Berhentilah paman, aku senang kau masih menganggapku seperti biasa, bersikaplah seperti biasa jika hanya kita berdua,"

"Kita bertiga," balas paman Sting.

"Berempat," lanjut Sting setelah menyadari sesuatu.

"Klek, klek, klek" Suara langkah kaki seseorang yang ternyata itu adalah Bouny.

PerscativeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang