14.

178 19 0
                                    

.


.


.

Chapter 14

"Dharma belum sembuh?"

"Nah itu yang mau gue bahas"

_______

"Kusut bener tuh muka, kenapa lo?" tanya Aksa ketika ia melihat muka murung Ditya, pasalnya sewaktu mereka bersama semuanya baik baik saja. Tapi setelah Ditya memutuskan untuk pergi bareng kawan kawannya, ekspresinya menjadi berubah tak seperti pada mula-nya.

"Gak ada apa apa yang" jawab Ditya, badannya terhuyung begitu saja, menabrakkan diri ke sofa empuk yang berada tak jauh di hadapan-nya.

"Yakin?"

"Ada apa? mau cerita gak?" Ditya menggeleng, urusan dalam ya? makanya Aksa tidak diperbolehkan tahu. Yah, jika itu menyangkut privasi Aksa juga bisa apa.

"Lebih butuh pelukan aja sih" Aksa menggelengkan kepalanya, heran melihat kelakuan Ditya yang bagaimanapun kondisinya, modus harus tetap berjalan.

"Sini deh" tak tega, Aksa kini mulai menghampiri pemuda satunya. Ia berdiri di dekat Ditya yang tengah terduduk di sofa.

Ditya membiarkan Aksa berdiri, lantas ia melingkarkan tangannya di pinggang ramping Aksa, tak lupa dengan kepala yang ia tempelkan pada perut rata pemuda manis di hadapan-nya.

"Nyaman banget, tau gini gue tiap hari murung aja"

"Cih kesempatan lo mah"

"Ya hati lo luluhnya pas gini doang sih" Aksa menatap ke arah bawah, menatap pemuda yang kini tengah manja padanya sembari tersenyum tipis tanpa diketahui oleh oknum-nya.

"Sa" panggil Ditya sembari menoleh menatap si manis.

"Paan?"

"Gue kayanya beneran jadi sayang lo deh"

"Ohh jadi yang kemarin kemarin cuma omong doang?"

"Bukan gitu yang, di awal udah sayang sekarang makin makin dah"

"Cih bisaan aja"

"Jangan pergi ya, tempat gue nyandar selain lo juga siapa, gue manja gini selain ke lo juga siapa"

"Kenapa arah pembahasan jadi kesitu, Lo mikirin apa si sebenernya?" heran saja, kenapa pikiran Ditya jadi kesana? Sebenarnya se fatal apa masalah yang sedang dia tanggung?.

"Gak ada, cuma wanti wanti aja barang kali lo bosen terus main tinggal gitu aja"

"Mau makan gak? jangan gini, lo gaasik kalo gini, lo dari tadi cuma makan mie ayam kan?" tawar Adhiyaksa sembari memainkan Surai hitam legam milik Aditya.

"Gak, belum laper"

"Gue ambilin deh" bujuknya, barang kali Ditya mau. Siapa tahu juga di warung Pak Handoko tadi ia belum makan sesuap pun nasi.

"Terserah"

"Tunggu" mumpung tengah berbaik hati, Aksa melepaskan tangan Ditya dari pinggangnya. Lantas ia beralih menuju dapur untuk mengambilkan makan pemuda satunya.

"Gue gatau apa yang lo pikirin, tapi jangan dibawa beban bener, tapi jujur deh emang otak lo isinya apa si anjir" tanya Aksa sembari berjalan mendekat ke arah Ditya, tak lupa juga dengan piring yang ia pegang di tangan kanan-nya.

"Cara mendapatkan kamu"

"Gue serius" Aksa mendengus jengah, ini waktunya serius.

"Iya dua rius"

(ʙᴏʏ)ғʀɪᴇɴᴅ?《ɴᴏᴍɪɴ》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang