-Empat-

1.6K 6 0
                                    


Riendra Alvianto Giof

____

Sania membuka matanya saat sinar matahari menerpa wajah cantik wanita itu. Menyipitkan mata, Sania mendapati pria dengan rambut yang kali ini berwarna Brown itu mengulas senyum dengan usapan yang pria itu tinggalkan pada pipinya.

"Bangun Hanny. Ini udah jam 10. Ayo mandi, abis itu ikut aku"  Sania dengan nyawa yang masih belum terkumpul sempurna menatap pria itu penuh tanya.

"Kemana?"

"Gereja" kembali menutupi wajahnya dengan selimut, Sania harus rela mendapat kecupan singkat saat pria disampingnya itu menarik selimut nya.

"Ayo dong Hanny"

"Rie, aku males ah. Kamu aja gih. Lagian ini udah jam 10, kita nyampe sana mungkin jam 12. Mana ada yang dateng ke Gereja jam 12 Rie? Udah ah aku mau tidur lagi"

"No no no Hanny. Kamu harus temenin aku. Gak perduli jam 10, 12 atau jam 5 sore sekali pun. Udah ayo cepet mandi! Atau kamu mau aku mandiin?" Dengan gerakan cepat Sania beranjak turun, bahkan wanita itu sampai berlari. Sungguh dia tak ingin mandi bersama dengan Riendra.   Apa lagi di mandi kan oleh pria itu. Dia tentu saja masih punya malu untuk itu. Walau sebenarnya tak ada ruginya namun tetap saja.

Keluar dari kamar mandi dengan keadaan segar juga kimono yang membungkus tubuhnya dengan sempurna, Sania menatap berbinar makanan yang tersaji indah di atas meja makan. Dengan Riendra yang sudah berada disana duduk anteng menunggu.

"Kamu nungguin aku?" Pria itu menangguk, lagi lagi dengan senyum yang seolah menghipnotisnya untuk ikut tersenyum.

"Makasih. Ini kamu yang masak?" Menangguk Sania seperti mendapat keberuntungan hari ini.

"Minum dulu Hanny." Sania menangguk. Meletakan kembali sendoknya sebelum kemudian mengambil gelas berisi air putih dan meminumnya, hal yang sama seperti pria didepannya lakukan.

"Kamu dateng jam berapa?" Riendra menggeleng. Menelan makanannya sebelum menjawab pertanyaan Sania yang asik mengunyah.

"Jam 5 kayaknya" Sania membulatkan matanya tak percaya namun sedetik kemudian mengangguk mengingat kalau cowok didepannya ini adalah Riendra Alvianto Giof, pria yang tak perduli sekitar namun sangat tepat waktu juga tertata. Sania sedikit tak mengerti.

_____

Sampai di pelataran Gereja Sania menghentikan langkahnya, menatap Riendra dari samping, wanita itu menunduk sebentar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sampai di pelataran Gereja Sania menghentikan langkahnya, menatap Riendra dari samping, wanita itu menunduk sebentar. Dia tak biasa datang ke tempat ini, bahkan bisa di hitung jari berapa kali dia datang ke tempat ini. Dia bukan umat yang taat, bahkan bisa di bilang dia lebih sering mengumpat di banding berdoa. Dan datang ke sini bersama pria yang menatapnya tanya itu sedikit membuatnya merasa Umm berdosa mungkin?

"Rie, gimana kalo kamu aja yang masuk? Aku tunggu di sini aja ya?" Mengusap tangan Sania, pria itu menatap lembut.

"Kenapa sih Hanny? Kita cuma masuk dan gak ada apa apa di sana. Ini cuma sebentar kok" ucapan meyakinkan pria itu sedikit membuat Sania yakin memang, namun tetap saja. Dia merasa bersalah.

"Rie aku ngerasa berdosa banget. Mending aku disini aja deh." Menggeleng, pria itu membuat Sania gusar dengan tarikan pelan yang pria itu lakukan.

Pasrah, Sania akhirnya memasuki Gereja dengan Riendra yang masih menggenggam tangannya. Sebelum berhenti tepat di salah satu bangku.
Mempersilahkan Sania duduk terlebih dahulu, pria itu kemudian berlalu. Mendekat pada lilin besar yang menyala sebelum kemudian mengambil lilin kecil dan menjalankannya, setelahnya menaruh lilin kecil yang menyala itu pada tempat lilin yang ada, berkumpul bersama lilin yang menyala lainnya.

Kembali, Riendra mendudukan diri di samping Sania yang menatapnya dengan tatapan tak bisa di artikan yang dibalas senyum tanya cowok itu. Membuat secara tak sadar senyum terlukis di kedua sudut bibir Sania yang sekarang ikut menggenggam kedua tangan juga memejamkan mata, memulai berdoa.

"Tuhan, maaf baru datang. Saya sebenarnya tak ingin. Hanya saja pria menyebalkan di samping saya ini memaksa saya untuk datang. Jadi maaf kalau terkesan terpaksa" Sania berkata, membuat Riendra menggeleng dengan senyum tertahan masih dengan memejamkan mata.

Keduanya terdiam, lebih tepatnya khusu dalam berdoa, Sania sadar dia jarang berada di sini, dan sadar tak mau menganggu pria disampingnya yang sangat serius entah meminta apa itu, setidaknya dia masih tau sopan santun dalam menjaga privasi.

Membuka mata, Sania beranjak tanpa suara, mencoba berjalan tanpa mengusik Riendra yang masih khusu berdoa. Dia bukannya ingin lari, atau keluar dari Gereja. Dia hanya ingin lebih dekat dengan Tuhan. Hingga kini dia sudah berada di undakan pertama tangga menunggu Tuhan.

Mendudukan diri, Sania kembali memejamkan mata. Kali ini dia akan berdoa dengan khusyu. Dia tak yakin kalau doanya akan di kabulkan tapi setidaknya dia pernah menjadi umat Tuhan yang taat walau sehari.

Sania membuka mata, saat sebuah kecupan singkat mendarat di pipinya. Menoleh, wanita itu mendapati Riendra yang tersenyum jangan lupakan tangan pria itu yang mengusap kepalanya pelan.

_____

Mendudukan diri dibangku taman masih di sekitar area Gereja, Sania menerima uluran sebotol air mineral dari Riendra yang ikut mendudukan diri di samping wanita itu.

Menoleh, Sania menatap Riendra dengan senyum manis. Ini pertama kalinya ada pria yang mengajaknya untuk berdoa bahkan mengelilingi area Gereja seolah mengelilingi area Taman. Memang tak ada salahnya sih hanya saja dia sedikit tersentuh karena itu.

"Kenapa?" Sania menggeleng, dengan tundukan kecil menyembunyikan air mata yang keluar dari sudut matanya.

"Tadi Aku liat gitar di Appartemen. Kamu beli?" Sania menggeleng, dia tak perlu menyembunyikan tentang hal ini pada Riendra.

"Enggak, itu dari Abi. Dia ngasih kemarin" Riendra menangguk, Sania tau raut kesal terdapat disana, namun enggan wanita itu menyampaikan.

"Dia dateng? Cuma buat ngasih gitar?" Sania menggeleng, membuat Riendra semakin bertanya.

"Aku sempet marah sama dia. Dan dia ngasih gitar. Kita baikan setalah itu" Riendra bukan pria bodoh yang tak mengerti arti 'itu' dalam hidup Sania. Walau dia juga menjadikan wanita itu sebagai selingkuhan namun mendengar wanita itu melakukan hubungan dengan pria lain, tak dapat dipungkiri dia cemburu.

Dan karena cemburu itu, Riendra mencium Sania rakus, perduli setan dengan tempat ini. Riendra cemburu dan dia tak ambil pusing soal mungkin orang Orang yang akan melihat mereka dan menatap mereka aneh. Dia enggan perduli itu, sebelum Sania mendorongnya menjauh, memaksanya menghentikan ciumannya.

"Hanny?"

Dan akhirnya Sania kembali ikut tak perduli pada keadaan sekitar juga tempat dimana mereka berada, saat tatapan memohon juga cemburu yang berada di mata Riendra meluluhkan dirinya.

_____

Aku agak canggung sebenarnya. Jadi mohon maklumi ya!

See you!

MiftaXeimora

Having An AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang