"Apa dia baik-baik aja?"
Nathan bertanya-tanya di perjalanannya menuju kerja paruh waktu. Berdiri di depan gedung apartemen sweet heart, rumah impian sekaligus tempat tinggal Ayano.
Wanita yang baru ia kenal kemarin, hanya tinggal sendiri. Saat sakit, ke mana dia bisa bergantung? Nathan cemas dan resah. Namun dia menyadari, itu bukan urusannya.
Nathan melangkah pergi sebelum terlambat kerja. Lagi-lagi, dia malah kepikiran dan balik badan. Menerobos plang pintu masuk yang hanya bisa dilewati penghuni apartemen.
"Eh, dek! Mau ke mana?!!" Satpam mengejarnya.
Nathan gugup. Dia jelas tahu tak sembarang orang bisa berkunjung. Nathan menelan ludah, mulai mencari alasan. “Saya waktu itu nganterin temen saya dari rumah sakit ke sini. Saya mau mastiin dia baik-baik saja.”
“Sudah punya janji temu?”
“Hah?” Emang ini kantor CEO? Nathan bahkan tak punya nomor Ayano.
“Kamu harus punya janji. Supata tahu orangnya di rumah atau tidak” jelas Pak Satpam.
“Justru itu, Pak. Orangnya … gak bisa dihubungi.”
“Siapa nama pemilik unitnya? Dia tinggal di lantai berapa?”
“Lantai 10. Namanya Uramichi Ayano. Orang jepang!” jelas Nathan. "Atau bapak cek aja CCTV. Selasa lalu saya nganterin dia ke sini. Malahan sampai masuk rumahnya."
"Ah, dia rupanya. Saya pikir dia gak punya temen. Pergi ke resepsionis. Nanti mereka bantu hubungkan kamu ke Ayano."
Nathan mengangguk. Matanya berbinar saat memasuki gedung itu untuk kedua kali. Kunjungannya dipersulit karena wajah Nathan masih sangat asing untuk dikatakan teman Ayano. Setahu orang-orang sana, Ayano jarang mau diganggu. Bahkan paket yang berdatangan pun selalu dititip berbulan-bulan sampai Ayano punya waktu untuk mengambilnya.
Mereka tak gampang percaya dan mencurigai Nathan. Namun setelah menghubungi Ayano berkali-kali dan tidak dapat jawaban, Nathan akhirnya mendapatkan kartu akses sebagai tamu. Mereka khawatir dugaan Nathan benar. Toh, ini bukan kali pertama ada yang datang dan mengatakan Ayano sekarat di unitnya.
Nathan bergegas naik ke lantai 10. Dia gemetar. Entah karena gembira berhasil memasuki gedung impiannya, atau khawatir terjadi sesuatu pada Ayano sebagaimana yang dia takutkan. Semua itu campur aduk di dalam dada.
Nathan membuka pin kunci otomatis unit Ayano. Dia kebetulan melihatnya kemarin. Tertempel di atas kertas note depan kulkas. Nampaknya, Ayano bahkan sering lupa bawa kunci akses.
Nathan menekan bel berkali-kali dan tak ada jawaban dari dalam. Dia mulai memberanikan diri untuk masuk. Ruangan amat sepi dan bersih. Nathan menerawang ke segala sisi dan menemukan hal janggal di kamar mandi.
“Mbak!” pekik Nathan saat menemukan Ayano tertidur di depan toilet. Banyak cairan berbau di sekitarnya. Tanpa jijik, Nathan mengambil tisu dan membersihkan bibir Ayano terlebih dahulu. Kemudian membawa wanita itu ke atas kasur. “Mbak, sadar, Mbak! Kenapa Mbak doyan tidur di sembarang tempat?” tanyanya.
Ayano mengerjap. Pandangan mulai buram. Lagi-lagi, Ayano hanya melihat siluet Rayden di tubuh Nathan. Seolah pria itulah yang sedang menjaganya.
Dia tersenyum.
“Mbak, saya ambilkan minum, ya?” tawar Nathan. Pria itu berlari ke dapur, menyeduh secangkir air tawar hangat ke dalam gelas keramik. Nathan membantu Ayano duduk. Memaksanya minum selagi masih tersadar. “Mbak, kita ke dokter, yuk!”
Nathan pikir, tangannya gemetar. Ternyata jemari Ayano tertaut di kelingkingnya. Lemah dan mungil seperti bayi. Dia menggigil, namun keringat membanjiri tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Pet [21+]
Romance"Gue sumpahin lo pacaran sama brondong!" Sepintas, Uramichi Ayano adalah wanita yang sempurna. Dia cantik, kaya, punya pacar, dan pekerjaan tetap. Namun semenjak adanya tragedi panas bersama Rayden, emosi di wajah wanita itu menghilang. Dia bagai p...