“Selesai!”
Kontrak jual beli yang Ayano buat telah siap dan ditanda tangani kedua pihak. Wanita itu berseru senang di atas penderitaan Nathan yang tengah hilang pengharapan. Mau bagaimana lagi? Yang terpenting bagi Ayano saat ini, adalah tujuannya.
“Setelah ini, Anda gak boleh ketemu Nathan lagi. Udah tau, kan?” ucap pengacara Ayano.
Wanita paruh baya yang tengah berbunga-bunga di depan tumpukan uang ratusan juta mengangguk tanpa benar-benar mempedulikannya. Akal sehat seperti sudah dibeli dan tak bisa diperbaiki. Ayano rasa, keputusan yang tepat untuk menjauhkan mereka berdua dari hubungan beracun ini.
“Semua hal yang berhubungan dengan pelanggaran kontrak akan menyeret Anda ke penjara. Jadi harap berhati-hati.”
“Iya, iya! Berisik amat lu! Yang gue butuhin sekarang tuh cuma duit! Gue udah gak peduli sama anak durhaka itu.”
“Baguslah. Bisa kita bubar sekarang?” ucap Ayano sambil menahan napas. Nada menyentak barusan sangat mengganggunya. Kenapa tidak bisa berlemah lembut untuk terakhir kali saja? Ayano yakin, Nathan pun sangat tak senang mendengarnya.
Tatapan sinis menyapa setelah nada mengusir keluar. Wanita paruh baya itu menghentak kaki dan pergi tanpa melirik ke belakang. Dia memeluk uang di tangan, menyembunyikan dengan wajah was-was. Seolah tak ada yang lebih penting darinya.
“Sore dame da yo, Uramichi san. Naze konna me ni awanakereba narimasen desuka?” tanya Hani. Pengacara muda yang mengurus keperluan Ayano di Indonesia itu nampak kelelahan. Ini di luar jam kerja, dan kliennya meminta hal yang mencengangkan. Bagaimana dia tidak ketar ketir? Energinya habis tak tersisa.“Pake bahasa Indonesia aja, gak apa-apa. Hani juga gak perlu ngurusin apa-apa. Jual beli manusia di Indonesia itu illegal kan? Semua ini cuma formalitas. Saya gak mau orang tua itu bikin keributan nantinya.”
“Tapi nanti orang di sana sakit hati loh dengernya,” balas Hani sambil melirik Nathan yang masih sibuk menenangkan sang adik. “Kenapa orang dari keluarga Uramichi ngelakuin ini? Jangan-jangan ini cara donasi yang baru?”
“Hani san wa shiranai hou ga ii yo. Rikai dekinai darou kara.” Ayano meletakkan cangkir teh yang telah kosong, kemudian berdiri menghampiri Nathan. “Ayok pulang,” ajaknya.
Nathan masih memeluk sang adik. Tak tahu harus apa di tengah tangisan yang masih membuncah. Dia tak tega, namun kenyataan bahwa ibunya telah menerima sejumlah uang, mengharuskan Nathan untuk pergi mengikuti pemiliknya.
“Kamu juga gak boleh ketemu kakakmu lagi, loh,” ucap Ayano memberitahu.
Nathan bimbang. “Tolong. Boleh gak untuk satu hari ini aja? Saya harus cariin tempat tinggal baru buat Arumi.”
“Kakaaaak. Jangan pergi!” Arumi makin meraung ketika sadar waktu perpisahan segera tiba. Pelukan makin erat. Sebisa mungkin ingin mempertahankan lelaki itu di sampingnya.
“Gak boleh. Kita punya kontrak sekarang,” ucap Ayano menegaskan.
“Satu jam. Tolong. Saya gak bisa biarin adek saya pulang malam ini,” ucap Nathan memohon.
“Simpen aja dia di sini,” ucap Hani mengambil alih. “Biar saya yang urusin.”
“Denger kan? Jadi ayo kita pulang!” ajak Ayano lagi. “Saya capek, lapar, ngantuk.”
Nada bicara Ayano tidak memaksa. Bahkan terhitung tenang. Namun Nathan tahu, wanita itu serius dengan ucapannya. Dia tak sabaran dan tak ingin menerima penolakan apapun lagi.
Perlahan, Nathan melepas pelukan adiknya. Meyakinkan gadis itu kalau dia akan baik-baik saja tanpanya. Menjelaskan dengan hati-hati, bahwa takdir ini adalah yang terbaik untuk mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Pet [21+]
Romance"Gue sumpahin lo pacaran sama brondong!" Sepintas, Uramichi Ayano adalah wanita yang sempurna. Dia cantik, kaya, punya pacar, dan pekerjaan tetap. Namun semenjak adanya tragedi panas bersama Rayden, emosi di wajah wanita itu menghilang. Dia bagai p...