Chapter 6

55 2 0
                                    

Ayano gemetar hebat. Syok akibat kejadian barusan membuat kakinya membeku kaku. Ditambah bayangan masa lalu Ayano yang kelam, membuat pikiran wanita itu tambah rumit.

Nathan lah yang membantunya bangkit,  memindahkannya ke sofa, kemudian mengambil mantel untuk menutupi tubuh telanjangnya.

Nathan meletakkan segelas air hangat di tangan wanita itu. Membantunya untuk minum.

Sesekali, siluet penampilan tak senonoh mampir ke otaknya. Membuat Nathan menelan ludah, karena tak bisa menahan hasrat alaminya sebagai pria dewasa.

'Bagaimana rasanya, memegang dada seorang wanita?' Batin kotornya penasaran.

"Padahal kamu bisa mencumbu saya saat itu juga."

Nathan langsung memalingkan muka. "Mbak pikir saya laki-laki macam apa?" tanyanya kaget. Apa Ayano bisa baca pikiran?

"Semua laki-laki, bukannya sama?"

"Otak saya masih di kepala. Jangan samakan dengan orang yang otaknya jatuh ke selangkangan." Pria itu meletakkan gelas di meja. Balik memandangi Farel yang tergeletak di sofa. Dengan wajah lebam bekas tinjuan yang akan jadi oleh-oleh tak terlupakan. "Bukannya saat ini lebih baik kita mikirin dia?" tanya Nathan.

"Gak perlu khawatir."

"Kenapa dia bisa masuk ke sini? Semua orang tahu mbak punya pacar, kecuali saya?"

Ayano mendecak. "Dia penghuni lantai atas," jawabnya. "Dan dia emang sering ke sini jadi satpam gak mungkin curiga."

"Kita harus serahin masalah ini ke polisi. Dia gak bisa terus-terusan di sini."

"Gak perlu. Saya udah hubungi temannya untuk datang menjemput," bantah Ayano.

"Mbak gak waras? Mbak hampir celaka sama pacar sendiri! Gimana kalau dia sadar dan berulah lagi bareng temennya?" omel Nathan serius. Dia seolah tak bisa menerima sikap tenang Ayano. Itu tidak masuk akal!

Wanita itu terkekeh mendengarnya. "Kalau begitu, bukannya tinggal dihadapi?"

"Mbak!"

"Iya, iya, saya di sini. Gak perlu teriak-teriak." Ayano merilekskan diri agar Nathan bisa tenang.

"Kenapa Mbak masih bisa senyum?" Nathan menghela napas. "Itu makin kelihatan palsu."

"Bukannya kamu ada kuliah pagi?" Ayano mengalihkan pembicaraan.

"Nggak, nggak! Jangan suruh saya pergi lagi. Saya gak akan tinggalin Mbak sendirian!" kukuhnya.

"Apa yang kamu takutin?" Ayano mengangkat kepala, menatap langsung ke dalam mata coklat Nathan yang redup dimakan amarah. Bocah yang sedang merajuk itu, terlihat menggemaskan di matanya. "Sejak awal saya sudah sendirian."

"..."

Tanpa aba-aba, Nathan memeluk Ayano. Rengkuhannya erat untuk beberapa saat. Ini pertama kali, Nathan melakukannya saat wanita itu sadar. Membuat debaran jantung keduanya berkolaborasi.

Ayano merasa gugup. Dia tak bisa menggerakkan tubuhnya sedikit pun. Saat elusan tangan Nathan mulai mengerayangi punggungnya, darah Ayano mendesir aneh. Dia ingin balik memeluk.

"Jangan bilang gitu. Sekarang Mbak punya saya di sini. Mbak gak perlu pura-pura bisa mengatasi semuanya sendiri," ucap Nathan pelan.

Ayano mengepalkan tangannya. Menahan air mata agar tak jatuh ke pipi. Baginya tangis adalah kelemahan. Dia tak mau orang asing seperti Nathan melihatnya.

"Licik," desis Ayano. Dia berpikir, Nathan sudah terlalu banyak tahu soal dirinya. Sementara Ayano tidak. Ayano yang dikenal berwajah masam, kini merasa ditelanjangi. Berapa banyak ekspresi di wajahnya yang sudah terbongkar?

My Lovely Pet [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang