02 - The Pain and Fear

907 121 2
                                    

...

Pagi hari Rosé kembali disambut dengan rasa mualnya. Wanita itu bergegas menuju kamar mandi saat rasa mualnya kian terasa. Suara muntahan Rosé terdengar nyaring di seluruh kamar mandi. Beruntung Jungkook sudah pergi ke kantornya, jadi pria itu tidak perlu melihatnya muntah seperti ini.

Rosé mendongak dan menatap bayangan dirinya di dalam cermin. Rasanya benar-benar menyesakkan. Setiap pagi dia harus merasakan kesakitan ini. Rosé muak pada dirinya sendir. Dia merasa tidak berguna sekarang.

Kepalanya ia tundukkan dalam. Sedang kedua tangannya meremat erat sisi wastafel begitu erat hingga kedua tangannya memutih. Dadanya bergemuruh hebat. Hingga pada akhirnya apa yang ia tahan pun lolos begitu saja. Tanpa di komando air matanya mengalir membanjiri kedua pipinya. Semakin deras dan semakin pilu. Dadanya terhimpit dengan rasa sakit yang kian menjalar ke seluruh tubuhnya.

Lemah. Rapuh. Rosé memperhatikan kedua pergelangan tangannya yang memerah dan ruam. Gejala itu semakin terasa. Menyiksa dan merusak. Tuhan tidak hanya memberikan luka pada raganya, tapi juga pada jiwanya.

Rosé kembali merasakan rasa gatal pada seluruh tubuhnya, tapi ia tahan. Sekuat mungkin Rosé tahan. Matanya terpejam menahan segala rasa sakit yang ia rasakan. Tubuhnya semakin lemas dan tidak berdaya.

Sekali lagi Rosé menatap dirinya dalam cermin. Mengasihani dirinya yang begitu rapuh di sana. Tubuhnya semakin hari semakin kurus dan lemah. Masih tetap sama seperti kemarin, Rosé melihat wajahnya yang semakin pucat. Rosé lantas memalingkan wajahnya. Menelan segala rasa pahit dalam kerongkongannya. Dirasa sudah lebih baik, Rosé pun beranjak dari tempatnya.

Hari ini dia akan berkunjung ke kantor suaminya, dan Rosé tidak ingin terlihat menyedihkan seperti ini. Kemudian wanita itu mulai bersiap dan sedikit berdandan untuk menutupi wajah pucatnya.

"Nyonya anda baik-baik saja?" tanya Bibi Eli dengan cemas.

Rosé sedikit terlonjak. "Aku baik-baik saja, Bi," balas Rosé tersenyum tenang.

"Tapi kenapa wajah Nyonya pucat?" Bibi Eli memperhatikan wajah Rosé dengan sedikit cemas.

Perlahan Rosé menyentuh wajahnya lalu menoleh ke samping untuk melihat dengan jelas wajahnya pada kaca lemari di sana. Benar, wajahnya terlihat sedikit pucat. Padahal dia sudah memakai make-up untuk menutupinya.

Rosé menoleh kembali pada Bibi Eli dan tersenyum lagi. "Cuacanya sedang dingin. Jadi mungkin wajahku pucat, tapi sungguh aku baik-baik saja."

"Oh ya, Bi. Tolong siapkan bekal makan siang untuk Jungkook. Hari ini aku akan ke kantornya," seru Rosé mengalihkan pembicaraan.

Bibi Eli mengangguk saja. Walaupun sebenarnya wanita paruh baya itu tampak mengkhawatirkan Rosé.

"Baik, Nyonya." Setelah itu Bibi Eli pamit pergi ke dapur.

Rosé menghilangkan senyumnya. Dia kembali menatap pantulan wajahnya di kaca lemari. Helaan napas panjang ia embuskan. Mungkin setelah ini Rosé harus menambah lagi make-up di wajahnya.

Setelah hari menjelang siang, Rosé memanggil seorang supir untuk mengantarkannya ke kantor Jungkook. Rosé tidak akan memberitahu pria itu, dia akan membuat sedikit kejutan untuknya.

***

"Tuan, ini berkas yang anda minta," seru seseorang.

Jungkook yang tengah fokus pada laptopnya lantas mendongak dan mengangguk kecil.

"Simpan saja di meja," katanya lalu kembali fokus.

Wanita dengan rambut hitam itu berjalan dan menyimpan berkas di atas meja sesuai yang Jungkook katakan. Setelah tersimpan di sana, dia melirik sebentar pada Jungkook dan menatapnya cukup lama. Lalu ketika Jungkook menoleh padanya sekretaris itu lantas berdehem canggung.

PAIN[✓]Where stories live. Discover now