7. Dinner Part 2

204 123 296
                                        

Hai, hai, hai .... 👋👋👋

Prisa dan Nathan balik lagi, semoga para pembaca setia Nathan dan Prisa sehat sentosa ya ☺️

Oh iya, jangan lupa ya share cerita ini ke bestie, keluarga, sosmed, doi, crush kalian pokoknya kemana aja deh wkwkwk.

Jangan lupa vote+komennya ya. Makasih ☺️☺️

Happy Reading 💚



Manik madu milik gadis itu mengedarkan pandangan sembari menyusuri taman yang sejak terakhir kali ia lihat, telah mengalami banyak perubahan. Gadis yang malam ini mengenakan gaun hitam selutut itu tidak bisa menampik, jika kini rasa asing menyusup ke dalam dirinya. Entah mengapa ia merasa asing, di tempat yang dulu ia anggap sebagai rumah kedua.

“Tempat ini benar-benar berubah,” gumam Prisa, yang didengar oleh pria di sampingnya.

“Banyak yang bisa berubah dalam dua tahun,” ujar pria itu dingin. Bahkan ini percakapan pertama mereka, selama menuju kediaman pria itu.

Gadis itu kontan menghentikan langkahnya mendengar jawaban dari pria itu, yang seolah menegaskan jika banyak yang bisa berubah selama dua tahun yang mereka lewati.

“Astaga, sayang kamu cantik banget,” heboh Mita, menarik Prisa ke dalam rengkuhannya. Wanita paruh baya itu tidak sabar menunggu di teras, sehingga ia memutuskan untuk menyusul gadis yang terlihat linglung itu.

Melihat antusias mamanya, Bram hanya mendengus lalu berlalu ke dalam. Tanpa ingin mengganggu kedua wanita yang sangat berarti baginya. Ah, apakah sekarang masih begitu? Entah lah, pria itu pun ragu dengan perasaannya sendiri.

“Em, m-malam, tante,” sapa gadis itu kikuk, setelah berhasil menguasai dirinya.

Paruh baya itu memberikan delikan, akan panggilan Prisa padanya. “Apaan sih, call me mam. Meskipun kamu belum menikah dengan Bram, tapi kamu harus tetap panggil mama, oke.”

“Iya tan-ma.”

Good girl, ayo kita ke dalam sayang, angin malam enggak bagus untuk kamu.”

***

Kini, di hadapan mereka telah tersaji berbagai aneka hidangan, mulai dari western, sampai lokal. Membuat gadis itu diam-diam merutuki dirinya yang bahkan tidak membawa sesuatu untuk wanita yang sangat menyayanginya itu.

“Astaga ma, banyak banget makanannya. Siapa yang bakal habisin ini semua? Mubazir banget,” protes pria satu-satunya di meja makan itu, yang disetujui oleh Prisa. Mana mungkin mereka bertiga dapat menghabiskan semua hidangan itu.

Mita yang mendengar protes dari putranya kontan mendelik, menatap kesal ke arah putra yang semakin tua, semakin membuatnya sering mengelus dada.

“Diam deh Bram, kalau kamu enggak mau makan masakan mama, lebih baik kamu enggak usah protes. Lagian mama masak sebanyak ini juga untuk anak gadis mama, bukan untuk kamu,” kesal Mita. Dibalas dengusan oleh pria itu.

“Ck, sebenarnya yang anak mama itu, siapa sih?” rajuk pria itu, merasa menjadi korban dari ibu tiri.

“Heh, gak usah kekanakan ya. Kamu udah seminggu mama masakin makanan kesukaan kamu. Lagian juga setiap hari kamu teleponan sama mama. Beda dengan Prisa, yang baru aja ketemu sama mama,” ujar wanita itu menggebu-gebu.

Jika dulu momen seperti ini akan berakhir dengan Prisa dan Bram yang merebutkan perhatian Mita, maka kini keadaan kembali hening. Karena itulah, gadis itu membenarkan perkataan Bram, tentang mereka yang sudah terlalu banyak berubah selama dua tahun ini.

Glimpse of Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang