04. D A Y F O U R

91 5 0
                                    


🌾 ༉‧₊˚.; Unspoken Words
﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋﹋

Suara Hati

feat. Shiraishi An, Shinonome Akito

"Jadwal pemotretanmu dimulai kira-kira setengah jam lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadwal pemotretanmu dimulai kira-kira setengah jam lagi. Kalau kamu mau pergi kemana dulu bisa saja tapi jangan jauh-jauh!" ujar Ena, manajer sekaligus kakakku yang tingkat meyebalkannya dua kuadrat itu.

Aku menghela napas, lalu menyilangkan tanganku di depan dada."Aku menyuruhmu membelikanku Strawberry Frappucino di kafe depan studio, bukannya meminta izin untuk keluyuran tidak jelas karena bosan."

"Ck, beli saja sendiri! Tangan dan kakimu masih bisa digunakan, 'kan?" Dia malah membalas dengan ketus, sudah begitu pandangannya malah  sibuk menatap layar ponsel yang menampilkan puluhan hasil selfie yang menurutku semua gayanya dalam foto-foto tersebut sama saja, paling hanya beda angle pengambilan kameranya yang berbeda. Apa semua cewek kalau foto memang seperti ini ya?

Dan sekali lagi, aku menghela napas sepanjang-panjangnya sebagai bentuk betapa lelahnya diriku atas sikap buruk milik kakakku tersebut. Kadang kala aku sampai bingung siapa yang sebenarnya model, dan siapa yang sebenarnya berperan sebagai  menajer di sini. Maksudku apakah kamu pernah melihat seorang model malah dibabu oleh manajernya dalam dunia selebritis? Bukankah seharusnya akulah yang sekarang duduk di sofa dan dia yang berdiri di sini?

Benar-benar tidak habis pikir. Kalau saja dia bukan kakakku, pasti sudah kupecat dia secara tidak sangat terhormat di depan orang-orang agensi. Sayangnya tidak bisa.

Yah, selain karena dia adalah kakakku, posisi Ena hari ini hanyalah sebagai Manajer sementara. Mochizuki Honami--Manajerku sebenarnya--sedang sibuk menghadiri pemakaman saudara jauhnya di luar kota. Dan tentu, Mochizuki memperlakukanku dua kali jauh lebih baik dibandingkan Nenek Sihir bernama Shinonome Ena.

Ah, sialan, gara-gara aku membandingkannya dengan Ena, sekarang aku malah merasa bersalah kepada manajerku yang sebenarnya itu. Sebab aku seringkali--entah sengaja atau tidak sengaja--membentaknya sehingga ia bergidik ngeri, sehingga ia mirip sekali seperti seekor Hamster yang berdecit ketakutan karena mendengar sambaran petir. Jika dipikir kembali sikapku kepada Mochizuki itu, rasanya aku pun tiada jauh berbeda buruknya dengan Ena.

Apa jangan-jangan ini faktor keturunan, ya? Ayahku pun menyebalkannya demikian. Ah, sudahlah, pokoknya setelah Mochizuki pulang, aku akan mentraktirnya pai apel satu dus sebagai bentuk terima kasih sekaligus permintaan maaf atas kelakuan burukku padanya selama ini.

Sekarang, untuk menjernihkan pikiran sekaligus menyegarkan tenggorokan, lebih baik aku membeli Strawberry Frappucino terlebih dahulu.

ꓸ᭄ꦿ⃔☕ 𝑨𝒏𝒈𝒔𝒕 𝑾𝒆𝒆𝒌┊PUNGUT PROJECT ˎˊ-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang