CHAPTER 4

20 26 10
                                    

Elena melangkah cepat di koridor yang ramai menuju class Majestic. Walaupun hari kedua di SMA Elysium International sudah mulai terasa sedikit lebih familiar, namun suasana masih membuatnya merasa sedikit canggung. Tiba-tiba, langkahnya terhenti ketika ia melihat sekelompok siswa berdiri di ujung koridor.

Di sana berdiri Vanessa Laurenz Moretti, gadis cantik dengan rambut panjang yang tergerai rapi dan wajah penuh ekspresi penuh tantangan. Di sampingnya, ada dua teman wanita yang cukup mencolok. Celine Alexandra Vogel, dengan rambut hitam panjang dan postur tubuh yang tegap, serta Kendra Isabel Williams, gadis pirang dengan senyuman lebar yang tampak ramah. Mereka adalah sosok yang menarik perhatian dengan aura yang sangat kuat.

Vanessa menyeringai saat melihat Elena berjalan mendekat dan menyapanya dengan gaya yang terkesan santai, namun penuh pengamatan. "Oh, jadi ini Elena, ya?" tanya Vanessa dengan nada tidak terburu-buru, matanya memindai Elena dari atas hingga bawah. "Kita tidak sekelas, tapi kami sering mendengar tentangmu. Bagaimana kalau kita sarapan bersama? Kami sering ke kantin dan ngobrol, mungkin kamu ingin ikut?" tawar Vanessa, suaranya santai, namun dengan sedikit rasa ingin tahu.

Elena tertegun sejenak, merasa agak canggung dengan ajakan yang cukup mendalam itu. Setelah berpikir beberapa detik, ia tersenyum dengan sopan dan menjawab, "Terima kasih banyak atas ajakannya, tapi aku sudah sarapan pagi tadi. Mungkin lain kali, ya?" jawab Elena, menolak dengan cara yang ramah namun tegas.

Vanessa sedikit terkejut, namun senyumnya tetap tidak hilang. "Oh, tidak masalah. Mungkin lain kali, Elena," jawab Vanessa, meskipun di dalam hati, ia sedikit kecewa. Dia melirik teman-temannya, dan mereka melangkah pergi dengan langkah ringan, meninggalkan Elena yang merasa sedikit lebih lega namun masih merasa ada sesuatu yang mengganjal.

Di dalam hati, Vanessa berpikir keras,jadi, gadis ini yang dimaksud alden?, pikirnya dengan rasa penasaran yang tumbuh di dalam dirinya. Meski ia tetap menunjukkan sikap santai, hatinya mulai penuh dengan pertanyaan. menarik, sangat menarik...

Elena melanjutkan langkahnya ke lapangan olahraga, mencoba menenangkan diri setelah pertemuan singkat itu. Ia duduk di bangku pinggir lapangan basket, menyaksikan teman-teman laki-lakinya yang sedang asyik bermain dengan penuh semangat. Suara bola yang memantul dan teriakan mereka menambah keseruan suasana pagi itu.

Tak lama setelah itu, Sienna dan Natalia datang dan duduk di samping Elena. Mereka langsung menyapa dengan hangat.

"Lihat mereka, mereka selalu saja penuh semangat," ujar Sienna dengan nada riang, menunjuk ke arah pemain basket yang sedang berlomba.

Natalia mengangguk setuju. "Iya, mereka memang selalu begitu. Tapi aku rasa mereka akan lebih menikmati jika ada yang memberi dukungan," katanya sambil tertawa kecil.

Elena tersenyum mendengar candaannya, merasa lebih nyaman. "Mungkin aku lebih suka menonton dulu. Tapi memang mereka bermain dengan sangat baik," jawabnya, sambil sedikit mengagumi keahlian teman-temannya di lapangan.

Sienna menatap Elena dengan penuh perhatian. "Jangan khawatir, Elena, kamu nggak perlu terburu-buru. Kami di sini kalau kamu butuh teman. Kalau kamu merasa kesulitan atau butuh bicara, kami siap kapan saja," ujar Sienna dengan tulus.

Natalia juga mengangguk, senyum lebar menghiasi wajahnya. "Kami di sini untukmu, Elena. Kami tahu betapa sulitnya berada di tempat baru. Jadi jangan sungkan, ya?"

Elena merasa hangat mendengar kata-kata mereka. "Terima kasih banyak, kalian berdua sudah sangat baik," jawab Elena, merasa berterima kasih.

Mereka bertiga pun melanjutkan percakapan ringan sambil menikmati suasana pagi itu. Meskipun pertemuan dengan Vanessa tadi membuatnya merasa canggung, Elena merasa lebih baik karena mulai menemukan teman-teman yang bisa membuatnya merasa diterima di lingkungan barunya.

The mask of DeceitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang