Setelah jam olahraga berakhir, Elena dan kedua temannya, Sienna dan Natalia, segera menuju ruang ganti untuk berganti pakaian. Mereka bertiga melepas seragam olahraga yang basah karena keringat dan menggantinya dengan seragam sekolah yang rapi. Udara di ruang ganti terasa sedikit lebih sejuk, memberi mereka sedikit waktu untuk bersantai sejenak sebelum melanjutkan hari mereka.
Elena duduk di bangku depan cermin sambil menyisir rambutnya yang sedikit berantakan. Sienna dan Natalia sedang bercakap-cakap tentang jadwal pelajaran berikutnya. Elena sedikit mendengarkan, tapi pikirannya melayang, memikirkan bagaimana ia bisa lebih mengenal teman-teman barunya dan menjalani hari-hari di sekolah ini dengan lebih mudah.
"Kita ke kantin setelah kelas ya?" tanya Natalia, menyarankan sambil menyelesaikan sisirannya.
Elena mengangguk pelan, meskipun ia merasa sedikit canggung. Sejak tiba di sekolah, banyak hal baru yang harus ia sesuaikan, dan meskipun ia sudah mulai merasa sedikit lebih nyaman dengan Sienna dan Natalia, ia tetap merasa asing di lingkungan yang begitu baru.
"Ya, mungkin setelah kelas selesai," jawabnya. "Aku harus menyiapkan diri dulu."
Sienna tertawa ringan, "Kau memang selalu berhati-hati, Elena."
Setelah selesai berganti pakaian, mereka bertiga berjalan bersama menuju ruang kelas. Suasana di koridor terasa cukup ramai dengan siswa yang berlalu-lalang menuju kelas mereka masing-masing. Beberapa teman sekelas Elena terlihat sibuk bercakap-cakap, sementara yang lain berjalan dengan cepat menuju ruang kelas. Begitu mereka tiba di depan ruang kelas, mereka pun memasuki ruang yang sudah mulai dipenuhi oleh siswa lainnya.
Kelas pun dimulai beberapa menit setelah itu. Tak lama, Bapak Lucas, guru matematika yang dikenal sangat disiplin, memasuki ruangan dengan langkah pasti. Ia menyapa kelas dengan suara tegas, membuat suasana seketika menjadi tenang.
"Selamat pagi, semua," sapa Bapak Lucas, memandang sekeliling. "Hari ini kita akan mengadakan kuis tentang aljabar dan geometri. Pastikan kalian siap!"
Mendengar pengumuman itu, beberapa siswa terlihat cemas, namun Elena hanya tersenyum kecil. Meskipun matematika bukanlah pelajaran favoritnya, ia merasa cukup percaya diri dengan persiapannya. Tanpa ragu, ia mengambil pensil dan mulai mempersiapkan dirinya untuk kuis tersebut.
Bapak Lucas membagikan lembar soal dan memberi waktu kepada seluruh kelas untuk mulai mengerjakan. Suasana di kelas menjadi lebih serius. Elena tidak merasa gugup sama sekali. Ia fokus pada setiap soal, merenungkan setiap langkah dengan hati-hati. Satu per satu, ia menjawab pertanyaan dengan penuh keyakinan. Ia merasa seperti bisa mengerjakan semua soal tanpa kesulitan berarti.
Di sekelilingnya, beberapa teman sekelas tampak berjuang untuk menyelesaikan soal-soal yang cukup menantang. Namun Elena tetap tenang, memastikan bahwa setiap jawaban yang ia tulis sudah benar. Ia tidak terburu-buru dan mengecek setiap langkah yang ia ambil. Bahkan sesekali ia berhenti sejenak, memikirkan cara terbaik untuk menyelesaikan soal.
Waktu berlalu, dan ketika akhirnya Bapak Lucas mengumpulkan lembar jawaban, Elena merasa cukup puas dengan hasilnya. Ia tahu bahwa ia sudah melakukan yang terbaik. Suasana kelas kembali tenang, hanya ada beberapa bisikan dari teman-teman yang penasaran dengan hasil kuis. Beberapa di antaranya tampak khawatir karena soal yang cukup menantang, tapi Elena hanya tersenyum kecil, merasa tidak terlalu tertekan.
Setelah kuis selesai, Bapak Lucas mengumumkan hasilnya, dan Elena mendengar namanya dipanggil.
"Elena Marielle Cruz, 100," ujar Bapak Lucas dengan nada yang bangga, matanya menyapu kelas, memastikan semua orang mendengar pengumuman tersebut.
Sienna dan Natalia yang duduk di samping Elena segera memberikan pujian. "Wow, Elena, kamu luar biasa!" seru Renata, mengagumi hasil yang didapatkan oleh temannya.
Elena tersenyum kecil, merasa senang dengan pencapaian tersebut, tetapi ia tetap rendah hati. "Terima kasih," jawabnya, sambil melanjutkan untuk menulis catatan di bukunya. "Aku cuma beruntung."
Di sekelilingnya, beberapa teman sekelas yang duduk di belakang Elena juga memberi pujian. Mereka tampaknya terkesan dengan kemampuan Elena yang bisa menjawab semua soal dengan begitu mudah. Elena bisa merasakan pandangan kagum dari beberapa siswa, meskipun ia tetap berusaha tetap rendah hati dan tidak terlihat terlalu sombong.
"Hebat, Elena! Gimana bisa jawab semua soal dengan cepat begitu?" tanya salah satu teman sekelasnya.
"Ya, aku cuma fokus aja. Kalau sudah sering berlatih, soal-soal seperti itu jadi terasa lebih mudah," jawab Elena dengan santai.
Setelah hasil kuis diumumkan, suasana di kelas kembali sedikit lebih santai. Bapak Lucas mulai melanjutkan pelajaran dengan materi baru, tapi Elena merasa lebih percaya diri sekarang. Ia sudah membuktikan kepada dirinya sendiri bahwa ia bisa mengatasi tantangan ini dengan baik.
Meskipun hari-harinya di sekolah masih baru dan penuh dengan tantangan, Elena merasa semakin yakin bisa melewati semuanya dengan dukungan teman-temannya yang baru. Di dalam hatinya, Elena tahu bahwa ia bisa menemukan kenyamanan dan keberhasilan di tempat yang baru ini, meskipun banyak hal yang masih harus dipelajari.
KAMU SEDANG MEMBACA
The mask of Deceit
Fiksi RemajaElena Marielle cruz memasuki dunia baru di sebuah sekolah elit, penuh dengan rahasia tersembunyi. Ketika perhatian Alden Maxwell Devereaux, siswa populer, berubah menjadi sesuatu yang menakutkan, Elena mulai merasakan ada yang tidak beres. Sahabat...