Kucing Tikus

62 8 1
                                    

Hollaa wkwkwkkw
Im backk after hiatus
And here we go!

"G-Gue gak mau ngurusin acara tunangan dia kale!" sudah lebih dari 30 menit Anina sesenggukan dan menghabiskan tisu rumah untuk menghapus air matanya. "Gue yakin dia sengaja anjing!" Anina kembali meraung, menendang kursi dan meja beberapa kali. Rasanya sakit di kakinya tidak sebanding dengan sakit dihatinya.

Anina pun tidak tahu, apa hal yang melandasi rasa sakit hatinya saat ini. Apa karna marah? Cemburu? Kecewa? Atau hanya sekedar kesal karrna dirinya belum mendapat pengganti Abian di hidupnya.

Kale bangkit dari duduknya, merapikan tumpukan kertas yang sepertinya sudah selesai ia kerjakan. Menoleh ke tempat kakaknya berada, Kale tersenyum dengan ikhlas.

Ruang tamu yang acak acakan dan kotor karna sampah ingus, ditambah letak meja dan kursi yang sudah berpencar kesegala arah karna tendangan Anina. Dan suara kakaknya yang sangat bising di telinga.

"Sekarang seterah lo, dari awal emang salah lo, dan gobloknya kasus sekarang pun masih salah lo. Sekian, terima kasih." Kale pergi, naik kelantai atas tanpa memperdulikan makian kakaknya tentang dirinya yang tak berperi keadekan.

Bukan sekali duakali Kale menasihatinya soal ini, sudah dari dulu ia menitah kakaknya untuk berterus terang mengenai apa yang terjadi, dan tidak membohongi dirinya sendiri. Namun bukan Anina kalau punya sifat penurut seperti itu. ujungnya akan tetap seperti ini, Anina akan menangis entah karna apa. Ditanya pun tidak pernah mengaku kalau ia cemburu.

"Lah gue emang gak cemburu kok, gue cuman ... cuman males aja ngururusin acara dia." Anina terus membantah, padahal air matanya sudah tumpah tepat ketika Abian mengumumkan akan bertunangan 2 minggu dari sekarang.

Ting nong ....

Bell rumah berbunyi beberapa kali, dengan napas yang masih sesenggukan, Anina mengambil satu lembar tishu terakhir dan mengelap wajahnya dengan kasar. "Iyaa tunggu sebentar." Ketika pintu dibuka, sosok laki laki yang membuat pernyataan tadi sore tepat berada di depan dirinya, masih mengenakan jas yang sama seperti terakhir kali mereka bertemu.

"A-Abian?" heran Anina, tau dari mana laki laki itu mengenai rumahnya.

Abian membalikkan tubuhnya menghadap anina, lalu melangkah masuk kedalam tanpa basa basi. Memperhatikan rumah Anina beberapa saat, sebelum sepatu pantofelnya ia lepas dan langkah kakinya makin jauh masuk ke dalam. "Heh! Siapa yang ngijinin lo masuk rumah gue!" Anina baru tersadar.

Ia menyusul langkah Abian dengan segera. "Oh inirumah baru kamu," Gumam Abian, ingin menelusur setiap ruang di rumah Anina. "Stop!" tangan Anina melebar, memblokir langkah lebar Abian yang seenaknya di rumah orang.

"Ada perlu apa ya? Pak Rafla yang terhormat ini mengunjungi rumah saya, dan seenaknya masuk tanpa izin terlebih dahulu!" Abian mengedipkan mata dua kali, bibirnya berkedut menahan senyum. "Saya mau ngecek kerjaan kamu, sudah sejauh mana progress rundown acaranya?"

Anina menautkan alisnya bingung. "Baru tadi sore, kita kerja sama- 

"4 jam." 

"Hah?" sudah memotong ucapannya, kalimat yang terucap pun tidak jelas sama sekali jenisnya mengarah kemana. "Sudah 4 jam dari kita terakhir bertemu, harusnya kamu sudah mulai mengerjakan kan?" Anina tercengang mendengarnya. 

Dari pada mengutarakan amarahnya, Anina memilih membalikan tubuh dan mengepalkan tangannya. "Baik pak, tunggu sebentar, saya ambil laptop dulu."  

"Le, pause dulu filmnya! Jangan ninggalin gue." Kale melongok dari lantai atas. "Film? Film apan dongo! Jangan mabok dah nin." Nyatanya siratan pertolongan yang Anina kirimkan, tak mampu masuk ke otak adiknya dengan baik dan benar.

MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang