yoww whasssuuup
EVERYBADEEHHH
IM BACKKKhappy reading!!
“Kosongin jadwal gak jelas lu setiap tanggal 5, gak nerima penolakan. Obat ini jangan lupa di minum.” Baru selesai melakukan konsultasi, Anina kembali mendapat ocehan dari psikiater kecilnya. “Iyaaa kale ku yang tampan,” kale mendengus sambil masuk ke mobil.
5 menit berlalu mereka terdiam di dalam mobil, dengan pikirannya masing masing. “Bisa gak nin gak sok kuat?” Akhirnya Kale bersuara, Anina yang sedari tadi focus mencari siaran radio langsung terdiam, ia menghela napas sambil mengecilkan volume radio.
Anina menoleh pada adik kecilnya, tokoh laki laki yang menemaninya dalam segala situasi, yang paling mengerti Anina di banding dirinya sendiri. Ekspresi wajah lelaki itu sudah muram, rautnya gelisah. Anina tahu, lewat garis wajahnya Kale sedang menahan tangis. “Just don’t blame yourself okey? This is my choice. Being silent of everything that happen. Cuz im too afraid. Gue terlalu takut untuk mengingat, dan mengulang cerita itu. gue selalu nolak ajakan lo konsul dari dulu karna ini. Lebih baik gue menderita karna efeknya, dari pada gue menderita karna harus inget itu semua.”
“My bad nin, so sorry for not understand you.” Kale maju lebih dulu, memeluk perempuan yang jauh lebih pendek darinya namun jauh lebih kuat pula.
Lumayan panjang mereka berpelukan, hangat dan nyaman. “Cuman lo satu satunya keluarga yang gue punya nin, ayo sembuh.” Bisikan Kale nyatanya membuat pertahanan Anina yang sedari tadi ia tangguhkan roboh juga. Air mata itu akhirnya lolos dari matanya.
Lebih dari apapun, memiliki Kale Pangestu sebagai adiknya merupakan salah satu hal yang paling ia syukuri dihidup ini. “Udah ah anjing, geli gua!” Anina mengusap air matanya dengan kasar, sambil melepas pelukan Kale. “Yeeee bego!” Maki Kale.
Mereka tertawa, dan mulai meninggalkan tempat itu.
“Yo, saya juga mau ikut!” gumam seorang pria di belakang mobil posche hitam miliknya, rautnya sedih dan iri. Tyo menggaruk belakang kepalanya. “Ma-Mau ikut apa pak?” Abian menatap sinis Tyo yang selalu tidak bisa menyambungkan pikiran dan obrolan mereka.
“Kita kembali ke kantor.”
Lagi, lagi dan lagi. Tyo di buat heran oleh kelakuan Bos besarnya.
Sudah sekitar 30 menit, Abian terdiam dengan pikiran yang tampaknya sangat berat dan membingungkan. Pintu ruangan itu diketuk, membuyarkan lamunan Abian. Tyo masuk membawa setumpuk berkas yang memang merupakan pekerjaan Abian yang akhir akhir ini lelaki itu tinggalkan.
“Gimana yo? Kamu udah dapat info?” Abian menyodorkan pertanyaan dengan tak sabar, saat Tyo mulai melangkahkan kakinya masuk.
"Info? Info apa bi?”
“Mami?” Heran Abian, melihat Maminya di belakang Tyo. Makin heran Abian saat sesosok gadis cantik dengan wajah yang tak asing baginya ikut masuk bersamaan dengan Maminya. “Info apa bian?” Abian menggaruk belakang kepalanya, ia menoleh pada Tyo meminta bantuan alasan untuk menjawab pertanyaan Maminya.
“Info seputar pengajuan hak saham nyonya.” Mami mendesis malas, akhirnya ia mengiyakan saja apapun yang di ucapkan Tyo. “Yo kamu tolong bikinin teh hangat yaa, buat anak mami.” Mami menunjuk gadis cantic tadi, yang kini sudah berpindah tempat tepat di samping Abian.
Reflek menggeser kursinya untuk menjauh sembari memberi isyarat pada Mami siapa wania ini. “Ohhh kamu mau tau namanya bi? Bilang dong, jangan kode kode begitu, kan mami jadi gak paham.” Abian mengusap wajahnya mendengar ucapan sang ibu.
Mami duduk di sofa, sambil memanggil Clarisa untuk ikut duduk disampingnya. “Ini namanya Clarisa bi, anaknya om alex, dia lagi liburan disini, kamu nanti ajak dia-
“Nggak bisa mi, kerjaan Abi lagi banyak banyaknya.”
“Eh iya tante, gak usah repot repot, aku bisa pergi sama asisten aku,” timpal Clarisa. Abian memetikan jarinya tanda setuju. Namun sepertinya Mami yang paling tidak setuju, ia melempar tatapan tajam kearah putra tunggalnya.
“Eh jangan sayang, kamu kan belum terlalu kenal tempat tempat bagus disini. Jadi sayang kalo liburan kamu cuman keliling di mall, tenang aja Abian gak sibuk kok, dia punya banyak kaki tangan yang bisa bantu dia, nanti mami pastiin kamu bakal jalan jalan sama abi, yakan bi?”
Dengan raut malu Clarisa mengangguk mengiyakan, sementara itu abian mengusap wajahnya gusar atas rencana busuk ibunya yang sudah sangat sering terjadi. Hampir tiap bulan Mami mengirimnya untuk pergi kencan dengan gadis pilihannya. Berharap Abian dapat menjatuhkan hatinya pada salah satu dari mereka, Namun usaha itu nampaknya tidak akan pernah berhasil. Abian memiliki 1001 cara untuk membuat mereka pergi dengan sendirinya. Abian menatap Clarisa dari atas sampai bawah, menilai jenis perempuan seperti apa dia.
“Nanti saya kabarin kalo sudah kosong,” Mami membelalak matanya, terkejut atas apa yang baru saja putranya ucapkan. Ia dan Clarisa saling tatap, memaknai persetujuan Abian adalah keberhasilan.
“Makasih ya sayang, nanti mami ngobrol sama tyo buat atur jadwal kamu.” Mami memeluk Abian dengan antusias, ini pertama kali usahanya tidak langsung di tolak Abian. Mami sangat berharap dengan Clarisa, semoga saja perempuan cantik ini mampu meluluhkan Abian.
****
Suara bel yang di bunyikan beberapa kali, membuat Anina berdecak. “Ya Allah ….. siapa sih!” sungutnya kesal, ia sedang keramas, Rambutnya pun masih luput dengan busa. Namun ia terpaksa menyudahi kegiatannya itu, demi tamu yang tidak tahu sopan santun.
“Sebentar!” sahut Anina sembari membuka pintu. Matanya membola saat melihat sosok laki laki yang sangat ia hindari justru seperti punya niat untuk merecoki hidupnya kembali.
Anina menoleh kebelakang Abian, takut ada reporter yang membuntuti laki laki ini. “Nggak ada siapa siapa, cuman saya.” Jawab Abian menuntaskan rasa cemas Anina. “Bapak ngapain lagi sih pak!” ketus Anina, walau pada akhirnya ia membiarkan Abian masuk ke dalam apartemennya.
“Saya numpang makan,” jawab Abian sembari menyerahkan paper bag yang lumayan penuh dengan makanan cepat saji. “Ya ngapain di apart saya!” balas Anina. Abian menatap Anina dengan tatapan polos. “Memangnya nggak boleh, numpang makan di rumah klien?”
Anina menghembuskan napasnya gusar. Lelaki ini akan memiliki ratusan jawaban jika Anina terus menerus menanyakan tentang kedatangan Abian. “Terserah, saya mau lanjutin keramas saya.” Ujar Anina, sembari melenggang pergi untuk melanjutkan keramasnya.
“Temenin,” gumam Abian pelan.
.... bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
MANTAN
RomantikAbian Raflangkasa, Tampan dan Mapan. Hanya itu kata yang terbesit ketika mendengar namanya. Menjadi pengendali Angkasa Corps di usiannya yang masih muda, membuat kata sempurna nyaris disandingan dengannya. Ya ... nyaris sempurna. Siapa wanita bodoh...