Kasih Tak Sampai

29.9K 2.3K 65
                                    

Sepanjang malam Shinta tidak sabar untuk menunggu datangnya pagi. Ia ingin menemui Drew. Ia penasaran setengah mati dengan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah Drew dan Melody pulang, Rama pergi dan tidak kembali kerumah. Shinta tak begitu khawatir karena Rama ditemani teman-temannya. Lagipula Rama selalu punya kontrol diri yang baik, ia akan baik-baik saja. Shinta tahu itu. Bukan karena ia tak menyayangi Rama tapi entahlah... selalu ada jarak antara Shinta dan Rama. Rama selalu memperlakukannya seperti anak kecil. Berbeda dengan Drew. Mereka selalu dekat sejak kecil. Drew sama terbukanya dengan Shinta. Dan ia selalu memperlakukan Shinta sebagai temannya, tapi di saat yang sama Drew juga menyayanginya seperti adik perempuan yang tak pernah di milikinya.

Jadi yang dilakukan Shinta begitu matahari terbit adalah bertamu ke rumah Drew. Saat Shinta masuk ke kamar Drew, tampak abang sepupunya itu sedang tidur meringkuk dengan pulas. Wajah babak belurnya bengkak dengan mengenaskan. Tapi anehnya si Bengal malah tersenyum. Entah mimpi apa ia pagi-pagi begini.

"Drew... Banguunn!!" teriak Shinta.

"Dreewwww!!" jerit Shinta di telinga Drew.

Drew menggeram gusar dalam tidurnya, lalu ia mengerjapkan matanya. Begitu ia mengenali Shinta ia tersenyum usil.

Drew menguap, "Gue udah bangun Shin Chan."

"Bangun ato perlu gue bantu dengan cara-cara tak beradab?" ancam Shinta galak.

"Gue ini normal Shin Chan. Tiap pagi gue pastinya selalu bangun tanpa perlu lo bantuin," sahut Drew datar.

"Heehh?"

Drew menyeringai, jenis seringai setan yang sedang kumat usilnya, "Mau gue buktiin kalo gue selalu bangun tiap pagi. Hee..!!"

Dan Shinta mengerti seketika. Demi Tuhan!! Ia satu rumah dengan seorang abang lelaki, sehingga akhirnya ia tahu ke arah mana pembicaraan Drew. Lalu melayanglah bantal itu ke muka Drew.

"Aaawww... Aduuhhh... Aahhhh...!"

"Mati lo, raja mesum!!"

Dan Drew memilih kabur ke kamar mandi. Ia baru kembali sepuluh menit kemudian setelah mandi dan menemukan Shinta sedang duduk di tempat tidurnya. Bengong.

"Gimana Rama?" tanya Drew sambil lalu, lalu duduk di sebelah Shinta.

"Marah dan mengamuk. Satu jambangan kristal nyokap pecah. Pasti bakal ada yang ngamuk begitu pulang dari Tokyo."

"Gue minta maaf Shin Chan, membuat lo dalam posisi sulit. Memilih di pihak Rama atau gue," ujar Drew dengan wajah menyesal.

"Oh..." ujar Shinta lalu menghela nafas, "Gue gak mau ikut campur tentang masalah Melody. Itu urusan kalian bukan gue. Gue ikut campur tadi malam karena kalian sudah keterlaluan. Baiklah kalian bersaing dari kecil. Berebut apapun itu mulai dari perhatian Opa, gue bahkan sekarang Melody. Tapi kalian gak pernah saling gebuk seperti preman pasar. Lo tau Drew, kalo Rama marah wajar. Lo udah ngerebut Melody-nya. Tapi lo malah meladeni, itu yang kelewatan. Rama sedang emosi dan terbakar amarah dan lo malah menyiramnya dengan bensin."

"Lo mau gue diem aja digebukin Rama," sahut Drew tak terima, "Lagian Rama yang duluan mukul gue."

Shinta mengangkat tangannya, "Sudah gue gak mau ngebahasnya. Gue gak ikut campur. Cuma Melody yang berhak memutuskan. Akan bersama lo atau Rama."

"Tentu aja gue. Melody pacar gue," sambar Drew cepat.

"Lo gak boleh gitu, Drew. Biarkan Melody memilih."

Drew mendengus tak terima.

"Melody punya hak, Drew. Dia berhak memilih. Berusahalah lebih keras kalo lo bener-bener menyukai Melody. Tapi kalo cuma karena Rama jangan bawa-bawa Melody. Biarpun Melody itu sok kece, sok keren, sok iyee tapi Mel temen yang baik. Dia perhatian dan yang terpenting dia masih polos. Kalaupun ada yang disalahkan sebagai penyebab persaingan lo dan Rama, itu salah bokap lo dan bokap gue. Mereka yang bikin lo dan Rama begini, Drew. Gak seharusnya hubungan persaudaraaan jadi rusak cuma karena ingin terlihat paling berhasil dalam hal apapun di depan Opa. Ini gak baik, Drew."

TerataiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang