Baiklah, pikir Melody lebih bijak dua minggu kemudian. Ia ini ibaratnya sudah jatuh, tertimpa tangga, digigit anjing lalu kecebur ke dalam got. Jadi daripada ia bau comberan mendingan mandi sekalian. Satu sekolah sudah tahu, Drew berhasil memerawani bibirnya. Satu sekolah juga tahu, bahwa Rama kini menghindarinya seolah ia virus mematikan. Dan satu sekolah juga tahu ia sekarang adalah pacar Drew, berkat klaim sepihak si pengki sialan itu, tentu saja. Jadi, kenapa tidak dijalani saja? Jika Drew begitu ingin memacarinya, baiklah... ia akan mengabulkan keinginan Drew dan sekalian membalas cowok itu. Sembari menyelam minum air. Mulai hari ini Drew sialan, aku akan membuat kamu menyesali pernah bertemu Melody, pikir Melody penuh tekad.
Melody merasa inilah saatnya balas dendam pada Drew. Yang terpenting sekarang adalah membuat Drew membayar perbuatannya pada Melody. Setiap tetes airmatanya yang jatuh akibat perbuatan Drew harus terbayar lunas. Jadi, yang dilakukan Melody adalah menyusun rencana pembalasannya. Sesempurna mungkin.
Ketika minggu sore itu Melody berjalan jumawa dengan Drew mengekor di belakangnya, ia merasakan tubuhnya yang dua minggu ini kehilangan semangat menjadi begitu diliputi gairah. Melody menoleh sekilas. Tampak di ujung matanya, Drew berjalan terseret-seret dengan paper bag di masing-masing tangannya. Mukanya tertekuk sempurna dan ia tampak ingin berada di mana saja di dunia ini, asal jangan berada di dekat Melody.
"Menurut kamu itu bagus nggak, sayang?" Melody tersenyum culas sembari menatap Drew yang cemberut.
"Apa?" tanya Drew galak.
"Itu. Sepatu itu!" Melody menunjuk flat shoes berwarna biru yang bertengger manis di etalase.
"Kamu sudah beli dua sepatu. Dan keduanya bahkan sama datarnya dengan sepatu itu," sahut Drew sambil menahan geraman yang hampir terlompat dari bibirnya, demi Tuhan!! Dia pikir dia Imelda Marcos apa, hingga butuh sepatu demikian banyaknya hanya untuk sepasang kaki?
"Untuk Shinta," sahut Melody kalem.
"Shin Chan suka sepatu kets," ujar Drew cepat.
"Shinta butuh sepatu cantik. Dia kan cewek. Kalau suatu hari Shinta mau ngedate dengan Rasta, Shinta harus punya stok sepatu cantik."
Drew mendelik, merasa Melody benar-benar memiliki pola pikir ajaib. Stok sepatu? Kalau saat sedang darurat perang dan Melody mengumpulkan beras sepuluh ton juga karena takut kelaparan, Drew tak akan sekesal ini. Tapi sepatu? Buang-buang waktu dan duit, pastinya.
"Mbak... aku mau warna yang ini, ukurannya 36," ujar Melody sambil tersenyum manis pada si pramuniaga .
Tak berapa lama kemudian sepatu pesanan Melody tiba. Setelah memastikan kondisi sepatu itu layak beli, Melody menoleh pada Drew sambil melemparkan senyuman semanis madu, "Bayarin."
Hening sebentar──Drew menatap Melody──bingung. Apa ia tak salah dengar?
"Hadiah dari kita untuk Shinta. Kita nggak bisa menjadi seperti sekarang ini tanpa bantuan Shinta. Jadi sebagai abang sepupu dan pacar yang baik, kamu bayarin."
"Oh begitu," ujar Drew sembari merapatkan gigi, ini bukan masalah uangnya tapi masalah nodongnya itu. Mengapa Melody jadi mirip preman yang minta uang di bus kota?
"Biasakan dirimu, Drew," ujar Melody sambil mengerling licik, "Membiayai aku."
Drew ternganga. Apa Melody serius? Demi Tuhan!! Membiayai Melody? Drew bahkan belum punya penghasilan dan ia masih kelas tiga SMA. Oke... uang jajannya cukup banyak untuk anak sekolah seumurannya. Tapi membiayai kegiatan berbelanja Melody, jelas itu berlebihan.
"Bayarin atau aku minta Rama yang bayarin," ancam Melody.
"Dengar Mel, akan kubayar, oke?" ujar Drew dengan nafas tertahan, "Tapi jangan sebut nama Rama lagi. Aku akan membayar sepatu sialan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teratai
Romansa(Sudah diterbitkan Penerbit Elex Media Komputindo-2017) Pernahkah terbayang olehmu cinta pertama begitu memabukkan juga begitu menyakitkan jika kau tak pandai menjaga hatimu. Drew pintar, memesona dan sukses. Ia dingin dan terluka karena menyerahka...