Dari Sinilah Semuanya Bermula

58.2K 3.1K 95
                                    

September 2003,

Rabu pagi yang cerah. Sebuah Mercy hitam mengkilat meluncur dari Hang Lekir menuju daerah perkantoran Sudirman. Mobil mewah itu memutar anggun di Landmark kemudian memasuki kawasan Setiabudi. Daerah yang terkenal dengan kampung kost karyawan di Jakarta itu tampak mulai menggeliat. Karyawan perkantoran baik yang bekerja di Kuningan ataupun Sudirman tampak berjalan tergesa menyusuri jalanan, penjual makanan mendorong gerobaknya, tukang sapu menghentakkan sapu lidinya berirama dan pelajar berseragam putih abu-abu bergegas menuju gerbang sekolah, SMA Negeri 3.

Mobil mewah itu berhenti di gerbang sekolah. Sang supir bergegas keluar membukakan pintu untuk sang majikan. Seorang perempuan cantik setengah baya menapakkan kakinya dari pintu sebelah kanan. Pintu kiri terbuka. Seorang gadis remaja dengan wajah cantik seperti manekin keluar. Rambutnya hitam sebahu dengan poni yang bergoyang ketika ia melangkah. Ia memandang penuh minat ke balik pagar sekolah. Senyum malas yang angkuh menggeliat di wajah cantiknya.

"Rama..." gumamnya pelan.

"Melody... Cepat sayang, Mami masih ada arisan," seru sang Ibu sambil melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Melody menggerutu. Arisan apa pada pukul tujuh pagi begini. Tapi ia menurut, melangkah mengikuti Ibunya. Beberapa siswa memandang si Cantik penuh rasa ingin tahu. Melody mengangkat dagunya acuh tak acuh, terbiasa dengan kekaguman orang-orang pada fisiknya yang rupawan. Tak berapa lama seorang guru mengantarkan ia menuju kelas barunya.

*****

Segera saja kehadiran murid kelas satu berwajah cantik itu menjadi buah bibir. Ia layak menjadi pembicaraan. Ia cantik, kaya dan ia menempel erat pada Rama, si Tampan berotak encer murid paling populer di kelas tiga. Rama dan Melody kenal sudah lama. Rama itu pernah jadi cover boy sebuah majalah remaja. Dan walaupun Melody bukan model, ia cukup sering masuk majalah. Beberapa majalah remaja pernah meliput isi lemari atau koleksi sepatunya. Pendeknya ia cukup terkenal di kalangan tertentu. Tertentu. Tapi tidak untuk Drew, si Bengal murid populer nomor ke sekian di kelas tiga. Ia tak mengenal Melody.

Drew berwajah menyenangkan, cukup tampan walau tak setampan Rama. Cukup pintar, walaupun tak sepintar Rama, cukup populer walaupun ia tak sepopuler Rama. Akan tetapi ia jauh lebih ramah dari Rama. Si Bengal itu punya banyak teman.

Drew sedang menggigit bongkahan bakso sapinya ketika Rasta menyikut rusuknya. Drew menoleh, menaikan alisnya bertanya tanpa suara.

"Cewek anak pindahan itu," gumam Rasta sambil menunjuk sesosok tubuh yang baru melewati pintu kantin.

Sendiri.

"Siapa?" tanyanya malas.

"Si Cantik yang membuat heboh sekolah minggu ini."

Drew menoleh sekilas pada si Cantik yang dimaksud Rasta. Gadis itu duduk dua meja darinya. Tak terlihat wajahnya. Si Gadis yang konon kabarnya cantik itu duduk membelakangi Drew dan Rasta. Hanya punggung dan rambut hitamnya yang terlihat. Indah sih... tapi pendek menyentuh bahu, bukan rambut tipe Drew. Drew selalu suka gadis berambut panjang.

Drew kembali menunduk, memotong baksonya menjadi dua lalu menggigitnya.

"Cantik Drew, bener..." bisik Rasta lagi.

"Kenapa kalo cantik, gue musti nyamperin gitu? Ngajak kenalan?"

Rasta melotot, "Gimana kalo gue bilang dia pacar Rama."

Drew tersedak. Sialan. Rama.

"Sejak kapan dia punya pacar?" tanya Drew cepat.

"Sejak seminggu lalu. Setiap hari dia ngobrol dengan Melody."

TerataiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang