08. DUKA BAGI MARYAM

39 25 23
                                    

Happy Reading...

Waktu telah menunjukkan pukul 03:00. Nayla terbangun dari tidurnya, terdengar suara tangisan membuat bulu kuduknya meremang. Apalagi ketika tidur lampu kamar selalu dimatikan.

Nayla mencoba menyembunyikan diri dalam selimut tapi suara tangis itu semakin menjadi hingga terdengar menyayat hati.

"Hiks... Kakek... "

Mengenali suara itu, Nayla buru-buru bangun dari perbaringannya dan menyalakan lampu.

"Maryam, "

Nayla menghampiri Maryam yang masih menangis sesenggukan ditempat tidurnya. Pun dengan teman-teman kamarnya yang menyadari siapa orang dibalik suara tangisan itu.

"Maryam kamu kenapa? " bukannya menjawab, Maryam makin sesenggukan.

Mengerti bahwa temannya belum tenang, Nayla memeluknya mencoba memberikan ketenangan.

Dirasa temannya sudah tenang Nayla mencoba mencari tau mengapa temannya bisa nangis sesenggukan didini hari.

"Maryam. Kamu kenapa nangis? " tanya Nayla seraya tangannya mengusap-ngusap lengan temannya.

"Kakek aku meninggal, Nay! Bertahun-tahun dia sakit dan sekarang dia malah pergi ninggalin aku disaat aku gak disampingnya! "

"Innalillahi wainnailaihi rajin, " lirih semua serempak.

"Kamu yang sabar ya! Allah sayang sama kakek kamu dan sekarang kakek kamu udah gak sakit lagi!" ucap Nayla.

"Tapi aku gak bisa melihat dia untuk yang terakhir kalinya! aku belum minta maaf atas semua kesalahan aku apalagi kesalahan aku itu fatal, Aku mau ketemu kakek yang terakhir kalinya" ucap Maryam terisak. "Tapi aku udah gak bisa, Nay! " Tangisannya pecah.

"Kamu masih bisa Maryam! Besok sebelum kakek kamu dikebumikan, kamu masih bisa ketemu dia yang terakhir kalinya. Kamu masih bisa minta maaf sama dia dan aku yakin kakek kamu pasti udah maafin kamu! "

"Sefatal apapun kesalahan kamu, dalam lubuk hati kakekmu pasti masih tersimpan rasa sayang pada kamu, dan itu berarti masih ada maaf untuk kamu! " terang Nayla meyakinkan Maryam.

***

Pagi-pagi Nayla sudah berada di depan gerbang sekolah, ia siap melakukan rutinitasnya sebagai pelajar beberapa bulan belakangan ini.

Tapi kali ini Nayla hanya sendiri. Pasalnya hari ini Maryam tidak masuk, setelah sholat subuh tadi Maryam dijemput oleh ayahnya untuk melihat kakeknya yang terakhir kali.

Nayla menyusuri koridor menuju ke kelasnya. Disepanjang koridor, ia menyapa orang-orang yang dilaluinya dengan senyuman. Agar dirinya tidak dilabeli sombong dan tidak tau sopan santun. Jadi, ia mencoba untuk bersikap ramah terhadap orang-orang disekolah ini. Terutama kakak kelas yang selalu ingin diagungkan.

Ditengah perjalanan menuju kelas, tiba-tiba sebuah bola basket mengenai kepala Nayla, ia mengaduh kesakitan. Orang-orang disekitarnya bukannya menolong tapi malah menertawakan nya, seakan-akan terjadi hal yang lucu. Benar-benar keterlaluan. Batin Nayla.

"Neng toa, kamu gak papa kan? "

"Matamu gak papa! Sakit nih!" gerutu Nayla. "Pasti ini ulah Kang Fadil, kan? " Tebak Nayla

"Iya, maaf lagian aku tadi gak sengaja kok! "

Ridwan mengambil bola yang tergeletak seraya menghampiri keduanya, diikuti kedua sahabatnya Arhan dan Randi.

"Lain kali kalo gak bisa main itu diem aja gak usah sok-sok an segala! "

"Orang udah minta maaf juga. Masih aja ngomel-ngomel! Nyesel gue minta maaf!" ucap Fadil.

Geram mendengar ucapan Fadil, Nayla memukul Fadil menggunakan tas miliknya. Melihat hal itu Ridwan mencoba menghentikan Nayla dan kedua sahabatnya mencoba untuk melindungi Fadil dari serangan gadis itu.

"Nayla. Udah ya! Kasian nih temen gue bisa-bisa pingsan dia. " Ridwan mencoba memisahkan.

"Lebay! Lain kali kalo gak ikhlas, gak usah minta maaf! " Nayla pergi meninggalkan keempat pemuda itu dengan perasaan dongkol. Bagaimana tidak Fadil telah mengacaukan paginya.

Disepanjang pelajaran, Nayla memperhatikan guru yang menjelaskan dengan seksama. Mencoba untuk tetap fokus belajar meski ia merasa kesepian tanpa adanya Maryam.

Tring... Tring...

Bel istirahat berbunyi. Nayla memutuskan untuk pergi ke kantin lantaran cacing-cacing diperutnya demo meminta untuk diisi.

Setibanya dikantin Nayla memesan semangkuk baso untuk mengisi perutnya. Setelah pesanannya sudah jadi, Nayla kebingungan harus duduk dimana lantaran semua bangku sudah penuh. Dia melihat ada satu bangku panjang yang hanya diisi oleh dua orang, tapi dia sungkan lantaran bangku itu diisi oleh kakak kelasnya.

Ditengah kebingungan nya, seorang pemuda tidak sengaja menyenggol lengan Nayla. Untung saja Nayla masih bisa menyeimbangi, sehingga bakso ditangannya tidak tumpah meskipun tangannya sedikit terkena kuah bakso yang masih panas.

"Maaf... Maaf. Aku gak sengaja, sumpah! "

"Ya gak papa kok Kak Akbar! " ucap Nayla pada pemuda itu.

"Kamu kenapa masih disini? Kenapa gak langsung duduk?" tanya Akbar.

"Aku bingung harus duduk dimana semuanya udah penuh! "

"Loh itu masih ada yang kosong! " tunjuk Akbar tepat pada bangku yang diisi dua orang teman seangkatannya.

"Udah ayo, gak papa ada aku! " ajak Akbar melihat Nayla tak merespon, ia tau bahwa adik kelasnya itu merasa sungkan.

Kemudian keduanya duduk di bangku itu, niat ingin bergabung tapi kedua orang itu undur pamit karena sudah selesai.

Jadi, mereka hanya makan berdua saja.

"Nay, Maryam kemana kok gak keliatan? " Tanya Akbar di sela-sela makan.

"Dia pulang ke rumahnya! Semalam kakeknya meninggal dan baru tadi pagi dia dijemput ayah nya! "

"Innalillahi wainnailaihi raji'un, " lirih Akbar dengan wajah sendu.

Melihat hal itupun, Nayla jadi semakin yakin bahwa kakak kelasnya ini menaruh perasaan terhadap temannya.

Tak ingin ambil pusing, Nayla melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda.

Dari kejauhan seorang pemuda melihat Nayla dan Akbar yang sedang asik menyantap makanannya. Ia berinisiatif untuk menghampiri.

"Gue nitip aja, pesen seperti biasa! Gue mau nyamperin mereka berdua! "

"Sok merasa bos lu, dil! " celetuk Ridwan pada sahabatnya.

Fadil menghampiri kedua insan itu tanpa memperdulikan celetukan sahabatnya.

"Lagi pada makan apa nih? " secara tiba-tiba Fadil duduk dan merangkul pundak Nayla.

Nayla tersedak mendapatkan perlakuan Fadil secara tiba-tiba.

"Aduh lain kali kalo makan pelan-pelan! Nih minum dulu, " Fadil menyodorkan minuman pada Nayla.

Nayla tertegun dengan sikap Fadil kepadanya. Ini kali pertamanya pemuda itu bersikap baik kepadanya. Sedangkan Fadil dia malah senyum-senyum menatap Nayla, netranya menyapu setiap inci wajah gadis itu.

Ditatap seintens itu Nayla melanjutkan acara makannya guna menutupi salah tingkahnya. Apa-apaan sih Kang Fadil liatin aku segitunya. Bikin aku malu aja. Batin Nayla.

"Hai gays, boleh gabung gak nih? " Ridwan sengaja mengalihkan perhatian kedua sejoli itu.

"Boleh. Kalian duduk aja biar rame! " timpal Akbar.

Ridwan duduk disamping Fadil dan kedua kawannya duduk bersebrangan dengan Akbar.

"Nih pesanan lu! " Ridwan menyodorkan pesanan Fadil. "Gimana kemakan omongan sendiri, kan? " Ridwan menaik turunkan alisnya menggoda sahabatnya.

Mengerti arah pembicaraan sahabatnya, Fadil mengalihkan perhatiannya memakan pesanannya. Berbeda dengan keempat insan dihadapannya, yang kebingungan.

Jangan lupa vote dan komen!!

Cinta Dalam Pesantren (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang