4. Kehilangan

16 9 1
                                    

Disaat malam semakin larut, udara pun semakin terasa dingin, tapi disinilah kami berada. Di puncak sebuah gunung yang siang tadi kami daki. Aku, dia dan beberapa temannya masih berada di luar tenda. Ditemani api unggun yang masih membara dan aku yang memetik sebuah gitar, kami menyanyi bersama. Melepas rasa lelah yang sempat kita rasakan tadi siang.

Sampai nyanyian berhenti pun, kami masih belum masuk ke dalam tenda. Semuanya masih nyaman berbincang satu sama lain.

"Lo tau gak Dev? kemarin itu sebenarnya kita lagi berduka." Sebuah kalimat darinya membuatku menoleh. Menghentikan jari jariku yang sedang memetik gitar di pangkuan. "Kita baru aja kehilangan salah satu diantara kita."

Aku hanya bisa diam, mengarahkan pandangan ke arah nya yang sedang menatap menatap lurus api unggun di depan. "Tapi setelah berhari-hari kita muram, akhirnya kita sadar. Kita gak boleh sedih berlarut-larut dalam sebuah kehilangan."

Dia menghela nafas panjang lalu menoleh ke arahku dan tersenyum lebar. Tangannya menepuk pundakku lalu sedikit meremasnya. "Dev, jika seandainya suatu hari lo dihadapkan dengan sebuah kehilangan. Lo harus tahu satu hal."

Kepalanya menengadah, menatap langit yang sudah menggelap.

"Kehilangan memang bukanlah hal yang menyenangkan, tapi kita diharuskan untuk belajar merelakan tanpa harus menyalahkan keadaan. Karena kehilangan adalah cara terbaik untuk belajar ikhlas tanpa batas."

Setelah itu dia menjatuhkan tubuhnya di rerumputan. Berbaring dengan kedua tangan di atas kepala. Dia tersenyum, menatap hamparan bintang yang membentang di atas sana.

Ditemani angin malam yang berhembus lembut di wajahku, akhirnya aku ikut berbaring disampingnya. Lalu memejamkan mata, bersiap mendengarkan kembali petuahnya.

"Dev inget selalu ya, bahwa Allah tidak akan pernah mengambil apapun dari lo, tanpa rencana untuk menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Lo harus selalu percaya rencana Allah itu yang terbaik buat lo."

Aku yang sedang memejamkan mata menggumam pelan.

Setelah itu jeda membentang panjang. Kami terdiam membisu dengan pikiran penuh. Sambil menikmati kenikmatan yang diberikan Sang Pencipta.

Satu persatu orang yang tadi berada di luar, mulai memasuki tenda. Meninggalkan kami berdua di bawah dinginnya langit malam.

Sampai akhirnya, satu kalimat yang keluar dari mulutnya mengakhiri perbincangan malam. "Lo kudu yakin, semua bakalan berlalu. Nggak ada yang abadi di dunia ini. Yang datang akan pergi, yang bersama akhirnya akan berpisah. Dan ketika kehilangan telah terjadi, siap gak siap lo harus menerimanya dengan lapang dada."

Setelah mengatakan itu dia bangkit. Sedikit membersihkan baju belakangnya yang kotor, lalu menoleh ke arahku. "Jangan kelamaan di luar, cepet masuk tenda ya."

Setelah itu dia beranjak, meninggalkanku yang masih memikirkan segala hal, ditemani dinginnya angin dan sepinya malam. Memutar kembali otak dan mencoba memahami semua perkataannya.

Setelah beberapa saat merenung, aku pun ikut bangkit. Beranjak pergi dari sana, karena semua orang sudah memasuki tendanya.

Namun sebelum aku benar-benar meninggalkan tempat itu, aku sempat menoleh ke arah api unggun yang tinggal menyisakan bara tanpa api. Lalu tersenyum kecil dan berbisik dalam hati.

Untuk siapapun yang sedang merasakan kehilangan, semoga lekas pulih. Kamu kuat.

Anantara RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang