12°

1.8K 253 18
                                    


Ada satu rahasia yang belum Jungwon ketahui hingga sekarang. Sebuah rahasia besar yang disembunyikan oleh orang yang tidak terlalu dekat dengannya. Rahasia tentang penyakit yang ada di dalam diri Jungwon, sampai saat ini Jin belum memberitahunya.

Oleh karena itu, Jin terkejut saat Jungwon datang kembali ke restorannya. Ia pikir Jungwon akan berhenti dan memutuskan untuk fokus pada sekolahnya. Karena yang Jungwon tahu hanya dia sakit demam saja.

"Paman, aku masih boleh kerja lagi, 'kan?" tanya Jungwon.

"Boleh. Tapi ...."

"Kenapa Paman?"

Jin terlihat menimbang sesuatu. Penyakit Jungwon itu tidak bisa disepelekan, maka dari itu sebisa mungkin Jungwon harus dijauhkan dari jangkauan benda-benda yang memungkinkan anak itu terluka.

"Kamu kalau jadi kasir bisa enggak?" tanya Jin.

Jungwon terkejut, kenapa tiba-tiba ia ditanya seperti itu?

"Sepertinya bisa, tapi aku harus belajar Paman."

"Bagus, mulai sekarang kamu jadi kasir aja ya. Nanti Paman bagi shiftnya sama kasir yang satu."

Ya, akhirnya Jin memutuskan untuk memindahkan pekerjaan Jungwon. Sebenarnya, ia melakukan hal ini bukan semata-mata karena khawatir.

Jin hanya tidak ingin menanggung kerugiannya jika seandainya Jungwon kembali terluka.

Sedangkan Jungwon yang diberi tahu itu ya sudah jelas ia senang. Itu berarti upahnya bisa saja lebih besar dari pada saat ia mencuci piring, 'kan? Lagi pula, sudah jelas alasan mengapa ia datang kembali bekerja.

Ya karena Jungwon butuh uang, itu poin utamanya.

Seharian ini, Jungwon diajarkan bagaimana cara menjadi kasir. Ia diberi tahu dari awal hingga dirinya mengerti. Untungnya hari ini libur, jadi Jungwon datang ke restoran pagi-pagi saat restoran itu belum buka.

"Kamu sekolah?" tanya kasir yang tengah mengajari Jungwon.

"Iya, baru masuk SMA. Kamu?" Jungwon bertanya balik.

Kasir itu hanya tersenyum kecil. "Aku enggak sekolah. Berhenti di kelas enam SD," jawabnya.

"Ah, maaf ...."

Jungwon merasa tidak enak mendengar jawaban itu, tapi kasir tersebut justru tersenyum.

"Kenapa minta maaf? Enggak ada yang salah kok," katanya. "Oh iya, kenalin aku Haruto. Kamu Jungwon, 'kan?"

"Iya, aku Jungwon. Salam kenal ya Haruto, terima kasih udah ajarin aku."

Jungwon berujar sangat tulus diiringi dengan senyum manisnya. Lantas, keduanya semakin larut dalam obrolan karena ternyata mereka seumuran.

Banyak hal yang bisa Jungwon pelajari dari teman barunya ini. Tentang bagaimana Haruto yang kini menjadi tulang punggung untuk adiknya yang masih kecil. Haruto sudah bekerja bahkan ketika umurnya masih tiga belas tahun. Berkali-kali mendapat tolakan saat melamar pekerjaan karena umurnya masih terbilang cukup kecil.

Jungwon mengerti. Meski mereka berbeda nasib, tapi ia tahu bagaimana sulitnya mencari uang yang bahkan hasil dari upahnya untuk membeli satu bungkus nasi pun tidak cukup.

Jungwon mengerti dan tahu karena ia pernah mengalaminya. Dulu.

---

Hari senin menjadi hari yang paling malas Sunghoon jalani karena harus berpanas-panasan untuk upacara. Meski ia sering kali ikut kegiatan dan menjadi panitia, Sunghoon tak ayal merupakan siswa yang sama seperti pada umumnya.

Siswa laki-laki yang sedang dalam masa nakal-nakalnya.

Bersama Jay dan Jake, Sunghoon terkadang melakukan bolos bersama. Dengan dalih ia dispensasi untuk latihan ice skatinya, sehingga absennya tetap aman-aman saja. Seperti sekarang, bukannya ikut upacara, tiga orang laki-laki itu justru hanya diam di dalam mobil dengan mata yang fokus pada ponsel dan mulut yang terus mengeluarkan suara yang keras.

Mereka bermain game bersama, alih-alih ikut upacara.

"Anjing Jay yang bener!" ucap Jake.

"Gue udah bener sat! Lo tuh yang kagak bener," balas Jay.

Sunghoon sudah tidak membuka suara sejak tadi, ia hanya fokus pada gamenya dan sesekali melirik keadaan di luar mobilnya. Tak sengaja, matanya melirik pada kumpulan anak-anak yang telat datang. Ia melihat seseorang yang sangat tidak asing di matanya.

"Kenapa dia selalu telat?" gumamnya.

Anak-anak yang datang terlambat itu disuruh untuk maju ke depan. Sudah jelas hal itu dilakukan supaya mereka jera dan tidak mengulanginya. Hingga beberapa menit kemudian, upacara telah selesai. Barulah tiga orang itu keluar dari dalam mobilnya dan pergi menuju kelasnya.

Saat menaiki tangga menuju lantai tiga, Sunghoon kembali melihat seseorang yang tidak asing baginya lagi. Sepertinya orang itu tengah dihukum akibat datang terlambat. Ia ingin melanjutkan langkahnya, tapi kakinya justru berlari cepat ke arah orang itu dan menahannya.

"JUNGWON!"

Sunghoon mendekap Jungwon yang akan tersandung sebuah batu. Jantungnya masih berdetak dua kali lipat karena jika seandainya ia tidak menangkap Jungwon, sudah dipastikan anak itu akan kembali terluka karena jatuh mengenai batu lainnya.

"Kak Sunghoon?" gumam Jungwon.

Tersadar, Sunghoon segera melepas pelukannya dan menatap adik kelasnya itu. Ya, orang yang sudah tidak asing lagi baginya adalah Yang Jungwon. Sosok adik kelas yang beberapa hari yang lalu menjadi perbincangan di keluarganya.

Entah mengapa, Sunghoon tiba-tiba takut saat Jungwon jatuh dan terluka hingga mengeluarkan darah. Darah itu akan terus mengalir seperti penderita penyakit Hemofilia pada umumnya.

"Makasih Kak," ucap Jungwon.

"Lain kali lebih hati-hati."

Jungwon hanya mampu mengangguk dan membiarkan Sunghoon pergi tanpa sepatah kata apapun. Namun, Jungwon mengernyit saat melihat langkah kaki kakak kelasnya itu terhenti.

"Oh ya, tolong jangan terluka lagi."

Setelah mengucapkan itu, Sunghoon benar-benar berjalan menjauhi Jungwon yang hanya diam terpaku.

Kakak kelasnya itu ... kenapa?

Untuk beberapa menit Jungwon hanya diam karena masih terkejut oleh perkataan Sunghoon. Baginya, itu adalah sebuah kalimat yang terdengar sangat tulus dengan nada khawatir yang ia dengar untuk pertama kalinya.

"Wah." Jungwon takjub. "Meski enggak tahu kenapa Kak Sunghoon tiba-tiba begitu. Tapi, makasih Kak udah khawatir sama aku," batinnya.

Jungwon kembali melanjutkan hukumannya, ia menjalani hukuman itu dengan riang. Dirinya yang tadi tidak bersemangat karena datang terlambat itu sudah menghilang setelah mendengar kalimat Sunghoon. Padahal tadi Jungwon sangat kesal karena anak-anak di panti mendadak rewel dan banyak menangis, membuat ia mau tak mau harus menenangkannya dan berakhir datang terlambat.

Ya, Jungwon juga melupakan rasa sakit di lengannya akibat cakaran anak-anak yang melampiaskan kemarahannya.

---

Enaknya cerita ini dipanjangin, dipendekin, atau di tengah-tengah aja? Ga panjang tapi ga pendek juga gitu.

Oh iya, kalau ada yang salah terkait penyakit Hemofilia aku minta maaf ya. Temenku alhamdulillah sehat-sehat semua, jadi risetku cuman dari google. Feel free buat tegur dan kasih tahu aku kalau salah yaa 💗💗

Jangan lupa vote dan komennya ❤❤

180° • Sungwon [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang