13

5 7 0
                                    

₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪ ₪

"Kok kamu kelihatan biasa-biasa saja sama aku?" Roko bertanya.

Sinar mentari semu yang menerangi taman itu menjadi kuning jingga mencolok, sementara sang mentari sudah dekat dengan cakrawala.

"Ah." Wanita berambut merah tua itu menarik nafasnya sebelum mulai menjawab. "Bener sih kamu. Kamu memang aneh. Tapi kamu mungkin gak tau kalo sama fenomena yang satu ini."

"Fenomena apa?" Roko mendekati Jentał dengan penasaran.

"Jadi gini... jadi sebelum– maksudnya, jadi waktu itu kapal generasi ini udah jadi. Terus, orang-orang yang melakukan unggah pikiran massal sudah menjadi makhluk virtual, atau dengan kata lain, pikirannya sudah menjadi program dalam drive penyimpanan. Tapi program-program ini belum aktif sehingga mereka harus diunggah ke dalam kapal generasi."

"Terus?"

"Nah, beberapa jiwa berhasil terunggah ke dalam kapal tapi gagal teraktivasi atau bangun. Jadinya, mereka gak bisa mengetahui atau mengalami apa yang terjadi di dunia virtual ini sampai mereka terbangun, entah apa penyebabnya. Yang jelas, mereka bakal nunjukin gejala-gejala kayak kamu ini, seperti gak paham gimana matahari bekerja, atau gak bisa bicara bahasa Iŋgl, atau gak paham apa yang dapat mereka lakukan di dunia ini. Barangkali kamu adalah salah satunya."

"Oh, gitu ya." Roko menjadi kepikiran oleh bagaimana dia bisa sampai di dunia ini. Pertanyaan itu masih belum terjawab. Siapa yang membawanya ke sini? Kenapa dia dibawa ke sini?

"Sudah mau petang nih." Jentał tiba-tiba berdiri dari bangku, mengejutkan wanita berambut hitam yang duduk di sampingnya. "Ayo pulang."

"Hmm." Roko mengangguk pada ajakan Jentał.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Sinar kuning kejinggaan yang cerah itu akhirnya lenyap. Langit mulai menjadi ungu.

Sementara itu, Jentał mengendarai mobil kecilnya di tengah-tengah kerumunan mobil di suatu jembatan gantung. Masing-masing mobil menyalakan lampu depan dan belakang mereka, yang dikontraskan dengan suasana yang semakin gelap.

Jembatan gantung yang mereka lalui terdiri atas suatu dek yang menggantung di tengah-tengah beberapa pasang menara. Tiap menara merupakan tiang merah berbentuk persegi, dan di sepanjang sisi depan dan belakangnya, terpasang kabel-kabel tebal yang terhubung dengan dek. Dek itu sendiri memiliki suatu jalan 2 arah selebar 8 meter. Keseluruhan jembatan gantung itu memiliki panjang sekitar 6 kilometer, melintasi sungai yang luas dan tenang di bawahnya.

Roko — yang duduk di sebelah kanan Jentał — memandangi pemandangan itu dari jendela mobil Jentał di dekatnya.

Terpisah oleh sungai yang lebar, dua sisi kota yang berseberangan itu menyerupai satu sama lain. Bangunan-bangunan tinggi di kedua sisi — yang kini menjadi siluet dalam kegelapan — mulai menyalakan lampu-lampu mereka, sehingga kedua sisi kota itu berkelip layaknya langit malam berbintang. Bayangan mereka masing-masing terpantul di atas sungai yang tak beriak itu, seakan di bawah sana ada kota terbalik yang menggantung dari sisi bawah daratan itu. Sungai raksasa itu sendiri begitu luas, sehingga terlihat seperti suatu selat di antara dua pulau bagi Roko.

Yang menjadi latar belakang bagi sungai raksasa itu serta dua kota yang dipisahkannya adalah cakrawala yang menyala dengan cahaya ungu redup. Tidak ada lagi matahari di sisi itu, dan di atas cakrawala itu terdapat langit berwarna hitam dengan sedikit gradasi biru di dekat nyala ungu cakrawala.

Sementara itu, Roko tidak dapat melihat pemandangan di sisi kiri Jentał dengan menyeluruh, karena wanita yang sedang menyetir itu menghalangi pandangannya dan Roko sendiri duduk di bangku kanan mobil. Namun, Roko dapat melihat bahwa langit di sebelah kirinya telah menjadi gelap total. Meskipun demikian, dia dapat melihat sedikit bahwa di sisi itu terdapat suatu lautan, di mana sungai raksasa ini bermuara.

Sungguh pemandangan yang luar biasa, pikir Roko dengan takjub.

Roko kembali melihat ke luar jendela di dekatnya. Di langit yang hitam itu, ternyata ada bintik-bintik putih yang berkelip. Kecil dan tidak banyak, tapi tetap ada di sana. Di saat yang sama, nyala ungu di cakrawala itu menjadi semakin redup. Ungunya mulai berubah menjadi biru yang lebih gelap.

Roko penasaran apakah bintang-bintang ini juga bintang palsu, sama seperti matahari yang mereka lihat tadi.

"Jentał" panggil wnaita berambut hitam itu.

Wanita berambut merah tua yang sedang menyetir di sisinya menjawab Roko. "Iya Roko?"

"Bintang-bintang di atas sana juga bintang tiruan?"

"Oh, kalo yang itu asli" Jentał menjawab dengan santai, sambil menyetir mobil.

Roko menjadi heran. "Bintang asli?" Dia menempelkan mukanya pada jendela mobil, berusaha untuk melihat cahaya-cahaya putih kecil itu yang kini semakin banyak. "Berarti ini pemandangan dari luar kapal ini dong?"

"Yep! Kapal ini, kayak yang kamu lihat di model museum tadi, gak punya jendela sama sekali. Ya iya lah, ngapain punya jendela kalo isinya komputer semua di dalam sana. Tapi kapal ini dipasangi dengan kamera, di sisi-sisi tertentu sehingga dia bisa memperlihatkan pada kita pemandangan di luar kapal dari segala arah. Pemandangan dari luar seperti ini penting buat kita penduduk Bintang Terang untuk memastikan bahwa kapal ini aman, atau mengamati kalo-kalo ada potensi bahaya di luar sana."

Jentał melanjutkan eksposisinya. "Nah, selain itu, sebagai pilihan estetis, pemandangan ini dipakai sebagai langit malam dunia ini, jadinya mirip dengan keadaan di Bumi, Bulan, atau Mars, di mana pada malam hari orang bisa melihat bintang."

"Ooh gitu ya." Roko masih keasyikan melihat langit malam yang makin lama makin berbintang. Sementara itu, cahaya di cakrawala yang kini berwarna biru gelap mulai padam, mulai berganti menjadi hitam layaknya langit malam ini.

Beberapa menit kemudian, cahaya cakrawala itu akhirnya padam. Penerangan 'alami' di dunia itu digantikan oleh kawanan bintang yang tak terhitung dan berkilau seperti permata.

ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ ᴥ

Mobil kecil itu akhirnya sampai di kompleks perumahan yang tenang, di mana rumah mereka berada. Jalan yang mereka lalui itu sepi, hanya dilewati oleh satu atau dua mobil selain yang mereka kendarai. Lampu-lampu jalan menerangi trotoar yang mengapit mereka.

Tidak lama kemudian, Jentał menghentikan mobilnya di depan rumah mereka yang pagar kayunya tertutup, di sisi jalan yang berseberangan dengan rumah tersebut. Mesin kendaraan masih berderu. Rumah itu sendiri hanya diterangi oleh lampu yang berada di atas pintu masuk, sementara semua ruang di dalam rumah masih gelap, disembunyikan oleh gorden putih yang tertutup

"Roko" panggil Jentał. "Bisa minta tolong... bukain pagar sama garasinya?"

"Oke." Roko membuka pintu kanan mobil, keluar dari sana, lalu segera berjalan menuju pagar rumah itu. Kemudian, setelah pagar dan garasinya dibuka, Jentał menyetir mobil itu masuk ke halaman rumah, kemudian ke garasi.

Jentał keluar dari dalam mobil. Lalu, Roko yang masih berada di halaman depan mendengar panggilannya.

"Ayo Roko! Kita masuk lewat garasi!"

"Oh oke." Roko berjalan menuju garasi, lalu menutup pintunya dari dalam.

Menuju Bintang TerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang